Para Pencari Tuhan Jilid 16

Anak Punk dalam Dialektika Akal Budi

| dilihat 2395

RAMADAN 1444 H berakhir beberapa hari yang lalu. Pun demikian dengan tayangan film seri televisi "Para Pencari Tuhan (PPT)" Jilid 16, yang ditayangkan di SCTV pada dinihari, jelang tiba waktu sahur, selama 30 hari penuh.

Berbeda dengan jilid-jilid sebelumnya, PPT Jilid 16 dengan tema sentral 'Kiamat Semakin Dekat,' mengungkap realitas kedua fenomena sosial dan interaksi manusia dalam kehidupan beragama (khasnya Islam) yang khas di lingkungan masyarakat Indonesia.

Cerita terfokus pada kegusaran tiga tokoh utama (dalam rangkaian film serial televisi "Para Pencari Tuhan" jilid 15) : Bang Jack (Deddy Mizwar), Bang Galak (Tyo Pakusadewo), dan Pak Jalal (Jarwo Kwat), yang dihadapkan dengan sekumpulan anak punk (dalam perspetif lokal Jakarta, domestik Indonesia), yaitu King (Sultan Nusantara) yang diperankan Renaga Tahier, Dobleh (Alex Ferguson) yang diperankan Edbert Destiny, Gembel (Eka Putra) diperankan Faiz Vishal, dan satu-satunya anggota perempuan, Cupi (Palupi) yang diperankan Cindy Nirmala.

Para 'anak punk' ini mereka anggap sudah meresahkan masyarakat (kompleks tempat Bang Galak tinggal). Tergambarkan, kehidupan 'anak-anak punk' ini sangat jauh dengan ajaran Islam.

Berbeda dengan Pak Jalal, Bang Jack, Bang Galak, dan Haji Soleh yang bergerak dengan keikhlasan panggilan dakwah, Udin dan Asrul Dahlan terlibat dalam 'mission sacre'  lantaran dijanjikan hadiah uang Rp2 miliar dari Pak Jalal.

Bermula dari interaksi 'anak-anak punk' tersebut dengan Bang Jack, Bang Galak, Pak Jalal dan Haji Soleh (El Manik) - pengusaha bengkel mobil Barokah - sahabat Bang Jack di pesantren, cerita mengalir dinamis.

Bang Jack dan Bang Galak melacak informasi tentang 'anak-anak punk' langsung ke tangan pertama. Keduanya menjumpai Bu Ira (Nada Irama) diperankan Shahnaz Haque - ibu kandung King, janda molek yang ditinggal pergi suaminya, Raja Nusantara (Doni Damara) - kala usia King baru lima tahun.

Keduanya juga menjumpai Ronald diperankan Temon Templar dan mendapatkan informasi, bahwa Dobleh ditinggal mati ibunya dalam usia belum sepekan.  Bang Jack dan Bang Galak pun mengetahui, Gembel adalah anak yatim piatu yang harus 'memikul beban' dua adiknya : Dwi (Tsana Zakiyah) dan Tri (Aska Keanu).

Akan halnya Asrul dan Udin gagal mencari tahu informasi tentang orang tua Cupi. Tapi, Bang Galak berhasil 'menaklukan' Cupi, sehingga kelak, bersedia menjadi anak angkatnya.

Putri  Haji Soleh, Isyana (Janis Aneira) yang molek, lulusan pesantren yang sehari-hari mengurusi manajemen bengkel mobil, menjadi simpul interaksi dengan King cum suis (CS).

Tak mudah mendekati dan membawa King Cs ke jalan agama. Beragam peristiwa pun terjadi yang membuat seluruh rangkaian - plot cerita PPT Jilid 16 ini menarik secara dramatika dan menjadi ajang pembelajaran dramaturgi antara aktor kawakan dengan para pemain baru. Namun tetap terjaga red line fase-nya (rising action, suspense, climax).

Bumbu-bumbu 'penyedap' pun teracik apik, seperti Ronald yang jatuh cinta kepada Bu Ira, namun gagal dan beroleh pengganti, Loli (Erma Zarina). Pun saling terpikat dan jatuh cinta antara Bu Ira dengan Haji Soleh, King dan Isyana. Tak terkecuali, pendaman cinta Cupi kepada King yang terkanalisasi oleh sesuatu yang lebih asasi, cinta kepada Maha Daya Cinta. Pula kehadiran Bahar (Tora Sudiro) - mantan banduan (narapidana) pencuri mobil yang hendak bertobat, serta Raja Nusantara (Doni Damara) suami Bu Ira - ayah kandung King yang menyesali 'penghianatan' dirinya pada ketulusan cinta Bu Ira, lalu pasrah pada realitas berhadapan dengan King.

Bumbu-bumbu yang diracik proporsional juga terasa dalam dinamika perkawanan Asrul - Udin. Pun, ungkapan cinta Dobleh kepada Dwi. Plus 'cilok fever' Tri.

Komunitas Punk yang diangkat dalam PPT Jilid 16, memang 'punk lokal' yang terimbas begitu saja oleh gaya hidup punk dari luar, dan tak mendalami lebih jauh filosofi punk yang mencuat di Inggris dan Amerika Serikat.

Gambaran tentang komunitas punk dalam PPT Jilid 16 ini, relatif sama dengan pesumsi khalayak ramai. Yakni, sekumpulan remaja yang berkumpul dalam satu kelompok dengan gaya hidup, trend, fashion, dengan mengusung slogan kebersamaan (kesetaraan) anti kemapanan, anarkisme, solidaritas sosial, dan anti penindasan dalam bentuk apapun.

Komunitas dengan perlawanan khas, atas ketidak-adilan, marginalisasi, dan diskriminasi lingkungan sosial yang lebih luas. Komunitas punk dalam PPT jilid 16 ini, mermang tidak mengeksplorasi realitas awal pemantik lahirnya punk sebagai sub kultur (kemudian gaya hidup) yang mendapatkan tekanan dari penguasa, pengusaha, dan elit politik. Meski ekspresi punkies tersalurkan melalui berbagai cletukan dalam dialog hampir seluruh pemerannya. Khasnya dalam dialog para pemeran utama.

Deddy Mizwar, produser sekaligus 'penjaga arah' konten film serial televisi ini, memegang prinsip yang sama dengan produser film legendaris Samuel Goldwyn, bahwa "Film adalah untuk hiburan.." Sebagai medium, film bisa dan terbuka luas untuk mengemban fungsi informasi dan edukasi.

Deddy Mizwar dan sutradara Tito Kurnianto, nampak menjaga 'ketat' PPT Jilid 16 sepenuhnya sebagai medium dakwah agama yang digarap dengan prinsip 'bil hikmah wal mauidzaatil hasanah.' Dengan kearifan dan memadu padan bahasa verbal dan bahasa tubuh (akting) yang baik dan tepat. Termasuk menghadirkan konflik dan keselarasan sesuai prinsip dasar kreativitas produksi film secara proporsional.

Hasilnya? PPT Jilid 16 menjadi tontonan yang menuntun khalayak untuk memahami realitas pertama dalam kehidupan sehari-hari. Bukan film yang dijejali oleh pesan ideologis dan spiritual yang terus diulang-ulang. Tak juga menjadi loudspeaker refleksi dan ekspresi sikap sosio politik.

Sutradara dan seluruh kru-nya, tanpa kecuali penulis skenarion, penata kamera, artistik, musik, suara, dan lain-lain terkesan bersinergi membangun habitus dalam linkungan kerja kreatif yang kompak. Hal tersebut tampak dan terasa melalui pengembangan karakter dan kedalaman emosional para pemeran, sehingga setiap episode film televisi ini mempunyai proksimitas dengan khalayak pemirsanya.

Ungkapan-ungkapan verbal sosio politik dalam film serial televisi -- yang meluah lewat cletukan-cletukan, membuat PPT Jilid 16 dalam pandangan saya, lebih baik dibandingkan dengan 'Triumph of the Will' karya Leni Riefenstahl, yang mungkin menggunakan teknik pembuatan film yang mengesankan, namun tidak menjadi drama yang memikat! PPT Jilid 16 konsisten dengan prinsip menyampaikan pesan dakwah dengan formula drama black commedy. Antara lain lewat perangai Udin dan 'cengenges' Pak Jalal, serta interaksi logika dalam dialog Bang Jack dengan Bang Galak yang indepth meski disajikan dengan cair.

Dalam menggambarkan sosok Cupi yang sempat menjadi 'tuna wisma' resonansinya sangat kuat. Cupi dan Bang Galak dalam adegan senyap di dalam pasar, punya daya resonansi yang memantik nilai human empathy.

Seketika saya merasakan intensitas kesadaran simpati, empati, apresiasi, dan respek yang menjadi referensi untuk berbagai adegan lain. Misalnya, spontanitas Bang Galak memanggil Raja Nusantara makan ketoprak pedas bareng Bang Jack, kontribusi kebaikan Badar yang 'menyelamatkan' Dwi - sekaligus menabung budi kepada Gembel.

PPT Jilid 16 ditangani Tito sebagai medium yang tidak berusaha memberi tahu kita secara penetratif tentang kehidupan dan masyarakat, melainkan memberi ruang bagi pemirsa untuk menyelami dengan empirismanya masing-masing. Karenanya, sebagai merdium, PPT Jilid 16 tidak rumit dalam 'memediasi' pengetahuan dan pengalaman khalayak dalam kehidupan realitas sosial pertama sehari - hari.

Pesan-pesan dakwah dalam PPT Jilid 16 terkait muamalah dan akhlak sedemikian kuat, karena setiap kali menyentuh sisi akidah dan syariah disajikan dengan 'menggedor' kesadaran naqli atas aqli, kesadaran intuitif, sense dan feel atas nalar.  Hal ini sangat membantu khalayak memperluas sudut pandang atau wawasan tentang film sebagai medium dan drama sebagai konten. Karena, seperti ungkap Marshall McLuhan tentang film sebagai media, sebagai pesan itu sendiri. Nida' yang mempertemukan syiar dan dakwah dalam satu tarikan nafas.

McLuhan mempertahankan tesisnya, bahwa media memiliki efek yang kuat dan tersembunyi pada dunia, masyarakat, dan memandu kita bagaimana memandang masyarakat. PPT Jilid 16 menegaskan tesis tersebut dalam pesonanya yang lain dan khas.

Menonton PPT Jilid 16 secara penuh, tanpa terputus satu episode pun, mentransfer pemahaman tentang banyak hal pula dalam konteks transisi dan transmisi dunia akting di Indonesia. Aktor-aktor dengan deep character (Deddy Mizwar, El Manik, Tio Pakusadewo), medium character (Doni Damara, Tora Sudiro), lite character (Jarwo Kwat, Asrul, Udin Nganga, Temon Templar), memberi ruang dialektika wawasan bagi para aktris generasi transisi (Shanaz Haque dan Ira Wibowo). Kesemuanya, lantas memberi ruang persemaian bagi aktor dan aktris generasi baru (Renaga Tahier, Edbert Destiny, Faiz Vishal, Cindy Nirmala, Janis Aneira, Tsana Zakiyah dan Aska Keanu).

Produser dan Sutradara terasa memberikan ruang eksplorasi dan eksploitasi yang mematangkan para aktor dan aktris generasi baru sesuai dengan peran dan skala pemeranannya. Surprise untuk saya bisa melihat Shahnaz menangis dan menjaga stabilitas nalar dan rasa sesuai dengan karakternya. Sosok perempuan cerdas dengan daya afeksi yang saya kenal sejak belia ini, hadir sebagai Bu Ira yang matang ditempa derita dan optimisme. Pun demikian dengan peran dinamik yang berhasil dimainkan Cindy Nirmala, terlihat dan terasa daya kedalaman dirinya mengelola emosi.

Renaga, Edbert, Faiz tampil menjanjikan harapan. Ketiganya, sesuai porsi peran masing-masing berhasil mengeksplorasi karakter perannya masing-masing, dan nampak tanpa beban menghadapi personalize split yang mungkin terjadi. Khasnya pada Faiz. Hal yang sama terasa pada Janis Aneira memerankan tokoh Isyana yang tidak mudah. Terutama karena karakternya yang humble, sabar, dan punya integritas kuat sebagai gadis muslimah.

Saya melihat pola pemeranan dan pengadeganan PPT Jilid 16 dengan character island dan dialectic ocean dengan gelombang suasana batin mengikuti perubahan atmosfer dalam setiap adegan, dapat menjadi model yang baik dalam produksi film serial televisi. Terutama, karena nalar, naluri, nurani, dan rasa yang dibangun para pemain dengan khalayak (pada jam tayang yang khas) berinteraksi secara langsung. Membangun kesadaran untuk mengenali diri.

Closing 30 episode PPT Jilid 16 ini memungkas kesadaran, lewat tembang Ana Uhibbullah, yang lagu dan liriknya sangat menghidupkan kesadaran. Pemberontakan 'anak punk' dalam dialektika akal budi, berubah kepatuhan dan ketaatan cinta kepada Allah Maha Daya Cinta.

Simak lirik tembang Ana Uhibbullah, yang liriknya ditulis oleh Nasruddin Anshory (Gus Nas) dan musisi Yovial Virgi dengan suara asli Cindy Nirmala. Begini liriknya : MenghadapMu dalam sejuk sujudku/ Kalbu ini pun terpana/ Dengan apa kubalas cinta dariMu/ Takkan cukup istighfar merindu// Demi mencintaiMu / ku hijrahkan hidup ini/ Dari hulu ke hilir// Ana uhibbullah/ Ku cinta padamu Allah. / Dekatkan hambaMu dengan indah cinta/ Jauhkan hamba dari tipu-daya// Ana uhibbullah/ Ku cinta padamu Allah/ akan ku serahkan… hidup matiku/ Mencintaimu adalah surga sesungguhnya //

 

Editor : delanova | Sumber : foto-foto screenshot vidio
 
Ekonomi & Bisnis
12 Des 25, 06:53 WIB | Dilihat : 81
Pertamina Kirim LPG dengan Sling Load Helikopter
31 Okt 25, 07:16 WIB | Dilihat : 459
Kinerja Solid Pertamina NRE Lampaui Target
30 Okt 25, 00:14 WIB | Dilihat : 453
Optimus Tetap Program Utama Pertamina Hulu Energi
Selanjutnya
Sporta