Dia Mewarisi Khazanah Musik Kontemporer

| dilihat 1794

AKARPADINEWS.COM | Dia dikenal sebagai meastro musik kontemporer Indonesia. Gelar itu tak membuatnya jumawa. Dia selalu setia dengan kesederhanaan dan senang membagikan ilmu dan pengalaman.

Di rumah orang tuanya di antara gang becek di Surabaya, Jawa Timur, dia tinggal dan berkarya. Di sanalah, sejumlah karya diciptakannya, mulai dari musik kontemporer, musik eksperimental, hingga musik Avant Garde (garda depan).

Sang maestro itu kini telah tiada. Maut menjemputnya di usia 79 tahun. Dia adalah Slamet Abdul Sjukur (SAS). September 2014 lalu, rupanya menjadi momen terindah untuk terakhir kali baginya. Kala itu, rekan-rekannya yang berprofesi sebagai musisi, bersama Komite Musik-Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menggagas hajatan kesenian untuk memperingati ulang tahun SAS ke-79. Acara bertajuk Sluman Slumun Slamet yang digelar di Taman Ismail Marzuki itu dihiasi serangkaian kegiatan, seperti diskusi, pagelaran musik hingga Kursus Kilat Komposisi (KUKIKO). 

SAS menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 06.00 usai menjalani perawatan medis di Graha Amerta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soetomo Surabaya, Selasa (24/3). Jenazahnya lalu disemayamkan di rumah duka, Jalan Pringadi Nomor 3, Surabaya.

Sejumlah sahabat dan murid-muridnya tersentak mendengar kabar itu. Apalagi, mereka sebelumnya berencana melakukan penggalangan dana untuk membantu biaya operasi pangkal paha SAS yang patah. Sangat miris jika sekelas maestro, pendidik dan anggota Akademi Jakarta itu masih membutuhkan bantuan dana.

Memang, selama 35 tahun, sejak kepulangannya dari Prancis hingga wafat, SAS yang didewakan itu selalu setia dengan laku hidup yang sederhana. Wafatnya SAS menuai ucapan bela sungkawa berbagai kalangan. Kiprah SAS memang luar biasa. Dia adalah pionir musik kontemporer. Baginya, musik adalah cinta abadi.

Komponis yang bernama asli Soekandar itu dilahirkan pada 30 Juni 1935 di Surabaya, anak tertua dari dua bersaudara ini berasal dari keluarga pedagang. Namun, SAS mengenal musik atas motivasi sang nenek yang mengarahkanya untuk les piano. Tujuannya agar SAS tidak bermain di luar sehingga terhindar dari orang-orang yang mencela kakinya yang cacat, akibat salah pijat ketika sakit panas di usia enam bulan. 

SAS merupakan lelaki tangguh. Meski kekurangan fisik menderanya, tidak menjadi kendala untuk terus berkarya dan mengasah bakatnya. Untuk lebih menggali potensi seninya, SAS lalu mengali ilmu di Sekolah Musik Indonesia (SMIND) di Yogyakarta (1952-1956). Selanjutnya, SAS melanjutkan mimpi bermusiknya di kota cinta, Paris, Prancis di Conservatoire National Superieur de Musique dan memperdalam piano, musik kamar, harmoni, kontrapung, dan komposisi di Ecole Normale de Musique.

Selama 14 tahun, SAS berguru kepada komposer terkenal Olivier Messiaen dan Henri Dutilleux, hingga dia dipanggil ke Indonesia untuk mengajar di Institut Kesenian Jakarta. Di kampus tersebut, SAS pernah dipercaya menjabat Ketua Departemen Musik Institut Kesenian Jakarta tahun 1981. Namun, dia dipecat di tahun 1983. Pemecatan itu menimbulkan pro dan kontra dari banyak pihak. Pada tahun 1992, SAS diangkat menjadi anggota Akademi  Jakarta seumur hidup.

Sejak tahun 1958 hingga tahun 2013, SAS telah menghasilkan  54 komposisi musik. Kebanyakan karyanya adalah pesanan acara nasional hingga internasional. Berbagai penghargaan musik internasional diraihnya seperti medali perunggu dari Festival de Jeux d'Automne di Perancis (1974), piringan emas dari Académie Charles Cros di Perancis (1975) untuk karyanya yang berjudul Angklung, dan medali Zoltan Kodaly dari Hongaria (1983).

Hingga akhir hayatnya, intensitas SAS dalam berkarya dan menjadi guru bagi masyarakat masih berlanjut. Kreativitas SAS terus terasah karena dia memilih mendobrak zona nyaman.

“Kita berupaya supaya kreatif. Caranya tidak ada jalan lain, selain menyisihkan hal-hal yang sifatnya rutin, rutin itu sesuatu yang nyaman, tapi tanpa kita sadari rutinitas itu membuat kita jadi seperti zombie,” ucap SAS saat acara peringatan ulang tahunnya ke-79, tahun 2014 lalu.

Selain menekankan pentingnya kreatifitas, SAS juga mengingatkan pentingnya mengkritik karya yang telah dihasilkan. “Kita harus mengkritik apa yang sudah kita bikin, karena itu pertanda, kita mempunyai keperdulian terhadap sekitar kita,” imbuh SAS yang dikenal oleh kawan-kawannya sebagai seniman serius sekaligus humoris.

Untuk mengasilkan komposisi musik minimax, SAS mencurahkan waktunya minimal 17 jam sehari untuk membuat komposisi. Anehnya, SAS tidak menggunakan alat musik. Komposisi dibuatnya berdasarkan ingatan di kepalanya. “Tidak hanya musiknya yang kontemporer, tapi kehidupannya juga kontemporer,” tutur Michael Asmara, komponis asal Yogyakarta saat ulang tahun SAS ke-79.

SAS menikah dengan Siti Soeharsini tahun 1960 dan mempunyai anak perempuan Tiring Mayang Sari, yang memberinya dua cucu. Sayang, pernikahannya dengan Siti hanya berlangsung sekitar delapan tahun. SAS kemudian menikah dengan Francoise Mazureak yang memberinya anak laki-laki bernama Svara. Istri dan anaknya itu tinggal di Paris. Sementara SAS tinggal di Surabaya

Di antara kebisingan kota dan gaung musik komersil, SAS bergerilya dengan misi membawa musik yang berenergi untuk mencerdaskan masyarakat. Untuk menancapkan misinya itu, dia menggelar pertemuan musik di Surabaya hingga melatih orang-orang di kampungnya. “Sebagai seniman, dalam berkarya sangat jujur, konsisten, itu seniman sejati,” ujar Suka Hardjana, pemusik yang dikenal sebagai kritikus musik menanggapi sosok SAS.

Begitulah sosok SAS. Seniman yang berbeda dengan seniman umumnya. SAS telah meraih pencapaian dalam hidupnya, di mana karyanya selalu sesuai dengan laku hidupnya. Sang maestro itu telah berpulang. Namun, karyanya akan selalu dinikmati para pencinta musik di tanah air. Selamat jalan Mas SAS!

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 597
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1694
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1473
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1268
Rumput Tetangga
Selanjutnya