Pasca Serangan Paris

Teror Menghujam Jantung Eropa

| dilihat 1765

AKARPADINEWS.COM | PIERRE Janaszak awalnya menduga bila rentetan suara tembakan itu bagian dari suguhan konser grup musik beraliran rock, Eagles of Death Metal, saat tampil di gedung pertunjukan Bataclan, Jum'at malam (13/11). Nyatanya, rentetan suara senjata itu disertai teriakan histeris para penonton. Pertunjukan spesial yang dihadiri ribuan penonton itu berubah menjadi tragedi.

Beberapa pria bersenjata dengan brutalnya mengarahkan moncong senjata ke penonton. "Mereka tidak berhenti menembak. Ada darah di mana-mana, mayat di mana-mana. Kami mendengar teriakan. Semua orang mencoba melarikan diri," kata Janaszak, yang bekerja sebagai presenter radio kepada Agence France Presse.

Janaszak mengungkap, orang-orang bersenjata itu juga menyandera sekitar 20 orang penonton. Dia lalu mendengar, kekesalan salah seorang pelaku penembakan yang ditumpahkan ke sandera, "Ini kesalahan Hollande (Presiden Prancis Francois Hollande), kesalahan Presiden anda. Dia seharusnya tidak campur tangan di Suriah," tegas pelaku.

Aksi brutal itu dilancarkan para pelaku setelah grup musik itu menghentak panggung selama sekitar satu jam. Letupan musik cadas nyatanya tidak mampu mengalahkan suara tembakan. Sejam kemudian, pasukan keamanan merengsek ke dalam gedung konser tersohor itu.

Terjadilah bentrokan senjata. Empat pelaku penyerangan mati ditembak polisi. Tiga lainnya tewas akibat bom bunuh diri. Sekitar 82 orang dilaporkan tewas dalam serangan Bataclan tersebut. Tidak jauh dari Bataclan, ledakan juga menghentak. Seorang pelaku, meledakan bom bunuh diri di Boulevard Voltaire. Belum diketahui jumlah korban akibat ledakan bom bunuh diri tersebut.

Rupanya, serangan mematikan juga dilakukan sejumlah pria bersenjata Kalashnikov (AK-47) di Place de la Republique dan Place de la Bastille, dan tiga restoran yang banyak didatangi pengunjung. Serangan yang juga diarahkan ke  restoran pizza dan restoran Kamboja, Le Petit Cambodge itu mengakibatkan sekitar 40 orang tewas.

"Kami mendengar suara senjata dan ledakan sekitar 30 detik. Itu (rentetan senjata) tak ada habisnya. Kami pikir itu kembang api," kata Pierre Montfort, warga yang tinggal dekat dengan Le Petit Cambodge. "Semua orang di lantai (tiarap), tidak ada yang pindah (berupaya melarikan diri)," kata saksi mata lain, yang mengunjungi restoran Petit Cambodge.

Emilio Macchio, dari Ravenna, Italia, yang berada di Bar Carillon, dekat restoran yang ditargetkan pelaku penyerangan, mengaku tidak melihat orang-orang bersenjata dan para korban. Dia bersembunyi di balik sudut tembok, kemudian lari untuk mengamankan diri. "Ini terdengar seperti kembang api," katanya.

Seorang kameran televisi, Charles Pitt mengatakan, saat berada di luar sebuah kafe di arondisemen 11, melihat orang ditembak. Penembakan itu terjadi sesaat dirinya berjalan melewati kafe khas Perancis yang populer itu. Setelah 30 meter dari kafe tersebut, dia mendengar suara seperti petasan. "Saya pikir itu petasan, namun suaranya lebih keras. Itu berlangsung selama satu menit."

Setelah jeda sekitar 15 detik, lanjutnya, terdengar lagi suara tembakan keras. Setelah tak lagi terdengar suara tembakan, Pitt berjalan ke kafe itu. Dia melihat banyak mayat. "Ada banyak juga yang terluka. Aku melihat seorang wanita yang ditembak kakinya." Tak lama kemudian, polisi muncul. Tentara pun berpatroli di area tersebut.

Serangan juga membuyarkan laga pertandingan sepakbola persahabatan antara Perancis dengan Jerman yang dihelat di Stadion Sepak Bola Stade de France. Ledakan keras terdengar di luar stadion saat pertandingan berlangsung. Ledakan itu membuat pertandingan dihentikan.

Ribuan penonton yang berada di dalam stadion diserukan untuk berada di tengah lapangan guna menghindari ledakan. Lima orang tewas dan puluhan korban lainnya luka parah dalam peristiwa itu. Ledakan terjadi di depan restoran cepat saji di pinggir stadion. Tiga pelaku bom bunuh diri dilaporkan tewas.

Seorang saksi mengatakan, kejadian tersebut seperti dalam video game. Pria berusia 27 tahun itu mengaku ledakan terjadi di depannya. "Suaranya sangat keras. Seorang pria di lantai menjerit. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan orang itu. Aku hanya mendengar dan melihat, dia berteriak dan bergerak-gerak di sekitar lantai." Tiga menit kemudian, terjadi ledakan berikutnya. "Suaranya sangat keras. Saya belum pernah mendengar seperti itu," ucap seorang saksi.

Di distrik 11, di dekat tempat ikonik, de la République, lima orang dilaporkan tewas di teras pizzeria La Casa Nostra akibat serangan penembakan. Serangan lain terjadi di Place de la Republique. Salah satu pelaku bom bunuh diri tewas.

Serangan Balasan ISIS

Serangan beruntun pada Jum'at malam (13/11) yang menewaskan 129 orang itu merupakan kekerasan paling mengering yang mengguncang Perancis sejak Perang Dunia II.  Serangan itu juga terjadi setelah 10 bulan penyerangan yang menewaskan staf majalah satir Charlie Hebdo dan penyanderaan di sebuah supermarket Yahudi. Serangan itu juga menggucang Eropa sejak pengeboman kereta di Madrid, Spanyol di tahun 2004 yang menewaskan 191 orang.

Militan Islam State (IS) atau dikenal Islamic State of Iraq and Al-Sham (ISIS) mengklaim sebagai pihak yang bertanggungjawab atas serangkaian serangan tragis itu. Motif serangan adalah balasan atas pengeboman yang dilakukan tentara Perancis terhadap militan IS di Suriah.

Prancis merupakan negara yang tergabung dalam koalisi anti ISIS yang dipimpin Amerika Serikat. 27 September lalu, Prancis melancarkan serangan udara pertamanya, menggempur basis militan ISIS. Koalisi telah melancarkan serangan udara terhadap ISIS di Suriah dan Irak dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Pesawat tempur Perancis membombardir basis militan ISIS. Serangan juga diarahkan ke gudang logistik ISIS yang berada di wilayah timur laut Irak. Prancis juga mengirimkan pesawat pengintainya ke Irak dan memberikan bantuan senjata kepada para militan Kurdi.

Dalam sebuah pernyataan yang ditayangkan di sebuah media online, militan ISIS, menegaskan, delapan militan mengenakan sabuk peledak dan membawa senjata menyerang Perancis karena menjadi negara yang turut melakukan serangan udara di basis-basis militan ISIS di Suriah dan Irak. Klaim itu disampaikan militan ISIS dengan menggunakan bahasa Arab dan Prancis pada Sabtu (14/11).

ISIS mengancam akan melakukan serangan lanjutan jika Perancis terus-terus melakukan serangan terhadap militan ISIS di Suriah dan Irak. "Selama anda (tentara Perancis) tetap membom, anda tidak akan hidup dalam damai. Anda akan takut bepergian ke pasar," kata seorang militan berjenggot, diapit militan lainnya. Klaim itu belum dikonfirmasikan kebenarannya.

Sehari sebelum klaim itu disampaikan ISIS, Hollande menyatakan perang terhadap ISIS. Dalam pidato di televisi yang disampaikan dari Istana Presiden Elysee, Hollande bersumpah, Prancis akan mengalahkan militan ISIS, dengan segala cara, di mana saja, di dalam maupun di luar negeri, untuk menghancurkan ISIS.

Hollande juga mengumumkan kepada warganya untuk tiga hari berkabung nasional. Dia memberlakukan kondisi darurat dan memerintahkan militer menutup perbatasan Perancis. "Ini adalah horor," kata Hollande sebelum memimpin pertemuan kabinet darurat. Dia juga memerintahkan polisi dan rumah sakit untuk tidak libur guna membantu para korban. Ribuan tentara berjaga-jaga di seluruh kota.  Semua sekolah, museum, perpustakaan, pasar dan pusat-pusat keramaian ditutup.

Kala terjadi serangkaian serangan, Hollande sedang menyaksikan pertandingan sepak bola internasional dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Frank Walter Steinmeier.

Peristiwa berdarah di Paris itu nampaknya dilakukan secara teroganisir. Militan ISIS mampu menyusup ke jantung keramaian di kota Eropa itu dengan membawa senjata lengkap.

Pertanyaannya, bagaimana mereka bisa datang ke Eropa dengan menggunakan senjata modern? Bagaimana mereka merangkai bom, lalu menyusup ke tempat-tempat keramaian dan menyerang secara membabi buta? Mengapa pergerakan mereka tidak terdeteksi? Serangan itu menunjukan Perancis rentan untuk diserang ISIS.

Padahal sebelumnya, militan ISIS telah merilis video yang menyampaikan pesannya yang mengancam akan melakukan serangan terhadap kepentingan Perancis, selama negara itu terus mengebom militan ISIS di Irak dan Suriah. Dalam video yang dirilis Al-Hayat Media Centre, seorang militan yang bernama Abu Maryam Perancis menegaskan, "Selama anda (tentara Perancis) tetap membom, anda tidak akan hidup dalam damai. Anda akan takut bepergian ke pasar," kata pria yang mengaku warga negara Perancis tersebut.

Dia duduk bersila di antara kelompok yang mengenakan seragam militer dan bersenjata. Latar belakang tempat pengambilan gambar itu seperti di hutan, namun tidak diketahui di mana. Para militan itu lalu membakar paspor mereka di hadapan kamera. Militan lain, yang diidentifikasi sebagai Abu Salman Prancis mengatakan, akan membuat rakyat Prancis tidak dapat tidur karena ketakutan.

Jaringan ISIS diketahui telah merekrut ribuan pejuang asing, termasuk warga negara dari negara-negara Eropa Barat. Para pejabat Perancis mengatakan, lebih dari 1.000 warga negaranya bepergian ke zona konflik di Suriah dan Irak. Namun yang jelas, serangan Jum'at malam itu membuktikan negara gagal melindungi warganya.

Peringatan Koalisi Pimpinan AS 

Serangan Paris sekaligus menjadi peringatan bagi bangsa-bangsa Eropa yang berkoalisi dengan AS, untuk menghentikan serangan terhadap ISIS. Bukan tidak mungkin, militan ISIS melanjutkan serangan di negara Eropa lainnya yang berkoalisi dengan AS.

Pasca serangan Paris, militan ISIS menebar teror via twitter untuk menyerang Inggris. Seperti dikutip dari situs berita Express, Sabtu (14/11), para pendukung ISIS mengatakan, London adalah target serangan berikutnya. Mereka juga membidik Washington DC dan Roma sebagai target serangan. London menjadi target serangan kelompok militan Al-Qaeda pada Juli 2005. 52 penumpang tewas oleh pelaku bom bunuh diri. Inggris menjadi target berikutnya ISIS karena turut menyerang basis-basis militan ISIS.

Awal November 2014 lalu, tentara Inggris menuju Irak, memasuki Kota Kobani, bergabung dengan pasukan Kurdi dan pasukan elite AS Delta Force, untuk menghadapi serbuan ISIS. Lalu, 4 Oktober 2015, Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan meningkatkan kemampuan militer Inggris untuk memerangi ISIS. Inggris juga mengirim drone, pesawat tanpa awak. Upaya militer Inggris itu sebagai respons atas tindakan brutal ISIS yang membunuh dua warga negara Inggris.

Terkait ancaman ISIS, Inggris meningkatkan pengamanan di beberapa tempat-tempat strategis. Sumber kontra terorisme menyebut, 450 warga Inggris telah kembali ke Inggris dari Suriah. Karenanya, pasukan khusus dikerahkan di jalan-jalan untuk memantau stasiun, pusat perbelanjaan dan tempat-tempat umum lainnya karena kekhawatir menjadi target serangan ISIS.

Petugas polisi yang menyamar juga disebar di beberapa tempat. Charles Farr, Direktur Kantor Keamanan dan Kontra Terorisme mengatakan, dari 750 warga Inggris yang telah melakukan perjalanan ke Suriah, 60 persen telah kembali. Sementara 70 warga Inggris lainnya dilaporkan tewas. Mereka yang bepergian ke Suriah umumnya berusia muda, perempuan dan anak-anak.

Perdana Menteri Inggris, David Cameron telah memperingatkan jika negaranya juga menghadapi ancaman ISIS sehingga pengamanan diperketat.

Presiden AS, Barack Obama mengecam serangan yang meneror warga sipil tak berdosa. Obama menilai, serangan itu tak hanya ditujukan kepada warga Perancis, tetapi serangan terhadap umat manusia. "Serangan tidak hanya pada masyarakat Perancis, tapi serangan terhadap seluruh umat manusia dan nilai-nilai universal," ucap Obama di Gedung Putih, Washington DC.

Obama menegaskan, negaranya siap memberikan bantuan apapun kepada pemerintah dan masyarakat Perancis sebagai sekutu tertua AS.  "Kami ingin kita berdiri bersama-sama dengan mereka dalam memerangi terorisme dan ekstremisme. Kami akan melakukan apa pun untuk orang-orang Perancis dan dengan negara-negara di seluruh dunia untuk membawa teroris ke pengadilan," tegas Obama.

Kanselir Jerman Angela Merkel merasa sangat terguncang mendengar kabar tersebut. Sementara Vatikan menyebut, serangan Paris sebagai serangan terhadap perdamaian bagi seluruh umat manusia. "Kami melawan penyebaran kebencian dan pembunuhan."

Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras, mengatakan, serangan teroris adalah pukulan terhadap Eropa, rumah demokrasi dan kebebasan dan pukulan terhadap multikulturalisme. Dia menyatakan negaranya akan memperkuat solidaritas untuk mendukung rakyat dan pemerintah Perancis. "Kami melawan terorisme dan barbarisme. Para teroris merasa menang meneror kita. Mereka memaksa kita untuk meninggalkan prinsip-prinsip kita."

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : France24/The Guardian/Reuters/BBC/Dailmail/The Telegraph
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 559
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1660
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1434
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1231
Rumput Tetangga
Selanjutnya