Sem Haesy
AKARPADINEWS.COM. HARI jelang senja, ketika beberapa waktu lalu saya berbincang dengan Direktur Utama BNI, Gatot M. Suwondo. Kepadanya saya hadapkan hasil survey Bank Dunia, yang menyebut, hampir separuh dari 234,2 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses atas layanan lembangan keuangan formal, termasuk perbankan.
Saya sampaikan, masih sekitar 40 juta orang belum terlayani sama sekali. Sedangkan lembaga keuangan non formal, seperti koperasi simpan pinjam, hanya mampu melayani sekitar 35 juta orang penduduk.
Secara teoritis, kondisi demikian disebabkan oleh lemahnya akses penduduk terhadap informasi tentang jasa perbankan (asymmetric information). Terutama informasi tentang layanan jasa keuangan yang vital bagi kehidupan masyarakat. Misalnya, penyimpanan dana, layanan sistem pembayaran, layanan kredit, dan asuransi, termasuk dana pensiun di dalamnya.
Masyarakat juga tidak mempunyai akses informasi tentang profil risiko nasabah sebagai konsumen. Sebagian besar bank enggan melayani nasabah kecil, karena secara bisnis tidak sesuai antara biaya yang dikeluarkan untuk nasabah (cost to costumer) dengan keuntungan yang akan diperoleh.
Pada saat bersamaan, laju pertumbuhan industri perbankan nasional telah bergerak cepat dengan berbagai produk layanan jasa perbankan, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, namun nyaris tak terjangkau konsumen.
Sejumlah bank yang didirikan untuk melayani rakyat sampai ke pedesaan, pun nampaknya enggan untuk meneruskan komitmennya tersebut sebagai core business. Bahkan secara terencana mengubah orientasi bisnisnya, memasuki pasar jasa keuangan yang lebih menguntungkan.
Kompetisi untuk menjangkau nasabah perkotaan dan pinggiran kota berkembang semakin ketat. Sasarannya adalah menjangkau dan menguasai pasar dengan size yang lebih besar. Yaitu, masyarakat golongan berpendapatan ekonomi menengah – menengah dan menengah – atas.
Lemahnya akses rakyat kepada modal, pasar, dan informasi, akan berakibat pada bertambahnya jumlah penduduk miskin secara kumulatif.
Gatot, yang biasa saya panggil GMS, memperhatikan secara seksama kondisi ini. Dia berfikir: perlunya upaya konkret BNI memberdayakan masyarakat secara langsung, sebagai pijakan dari keseluruhan proses untuk melahirkan dan membentuk nasabah yang kokoh secara fundamental.
Keberdayaan masyarakat inilah kelak yang akan meningkatkan penguatan akses dan loyalitas mereka terhadap BNI. Perbaikan akses masyarakat terhadap BNI, itu menurut GMS merupakan bagian dari tanggung jawab sosial yang bersifat strategis dan berdimensi jangka panjang.
Di sisi lain GMS berfikir, lemahnya akses rakyat kepada bank, menjelaskan bahwa sistem keuangan belum berfungsi optimal. Padahal, sistem tersebut semestinya menjangkau seluruh lapisan rakyat. “Semakin kuat akses rakyat kepada jasa perbankan akan semakin baik fundamental ekonomi bangsa ini secara keseluruhan,” cetusnya.
GMS berpendapat, akses rakyat kepada perbankan di berbagai negara memberikan dampak positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran negara. Terutama pertumbuhan ekonomi berbasis ekuitas dan ekualitas masyarakat.
“Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% yang dijangkau oleh pemerintah sejak beberapa tahun terakhir, serta perbaikan ekonomi yang signifikan di berbagai sisi, sebenarnya telah terjadi perubahan potensi pasar di level menengah ke bawah,” ungkapnya.
Persoalannya adalah pertimbangan bisnis yang tidak bisa menghadapkan secara diametral antara kepentingan menjangkau profit - benefit jasa dan aksi korporasi perbankan.
GMS berpandangan, pertumbuhan ekonomi harus memberikan dampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Antara lain, melalui peningkatan seluruh sektor ekonomi yang memungkinkan terjadinya penguatan akses rakyat terhadap modal, pasar, dan informasi.
Sejalan dengan pandangan itulah dia berfikir tentang inklusi keuangan secara menyeluruh. Tentu dengan tetap mempertimbangkan berbagai kepentingan bisnis perbankan di dalamnya.
“Bank harus mendapat profit yang memadai untuk memacu pertumbuhan dan kemajuannya. Bank juga harus menciptakan konsumen atau nasabah baru yang akan memperkuat ketahanan ekonomi rakyat,” katanya.
Dengan demikian, bank memainkan berperan sebagai penggerak income generator rakyat dalam bentuk kegiatan usaha atau industri di seluruh lapisan, baik formal maupun informal. |