Mencermati Tokoh Dunia Berpidato

Retorika Obama di Balik Podium Blue Goose

| dilihat 2040

Bang Sem

Presiden Barack Obama, tercatat sebagai Presiden yang paling sering ‘membuat berita’ dengan podiumnya. Terutama, karena rakyat Amerika Serikat terlalu banyak berharap mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan ekspektasinya, acapkali Presiden Obama tampil di balik Blue Goose.

Rakyat bertempik, ketika di balik podium itu Presiden Obama menyampaikan pidato liris, “Saya sangat terganggu oleh kekerasan yang salah lihat di televisi. Saya berfikir, proses demokrasi dan kebebasan berbicara, menentukan kemampuan orang untuk damai dalam perbedaan. Di dalam demokrasi, terdapat nilai-nilai universal yang harus dihormati.”

Sebaliknya, rakyat agak mencemeeh, ketika di balik podiumnya itu, Presiden Obama menyatakan, “Kami menghormati kedaulatan Iran dan ingin menghindari AS menjadi isu di dalam Iran."

Suatu kali, awal Oktober 2010 (4/10), ketika sedang berpidato pada Konferensi Perempuan di Washington DC, emblem Kepresidenan AS yang terbuat dari logam, jatuh ke lantai dengan bunyi yang berdentang keras. Kejatuhan emblem yang lumayan berat, itu cukup mengganggu suasana. Sejumlah staf yang mengurusi Podium Kepresidenan pucat pasi.

Peristiwa itu menunjukkan kerja mereka tidak perfect. Obama spontan melontarkan joke yang membuat audience tidak begitu lama tersita oleh peristiwa itu. Dengan trik pidato yang piawai, Presiden Obama menyeret perhatian audience yang sebagian terbesar adalah kaum perempuan prominen.

“Tidak apa-apa, kalian semua sudah cukup mengenalku, tahu siapa aku. Tapi kuyakin, ada seseorang yang benar-benar gugup sekarang. Jangan Anda berpikir mereka sedang mengucurkan keringat sebesar peluru mengucuri tubuhnya,” ujar Obama.

Audience tergelak. Lalu, ia kembali meneruskan pidatonya, kembali ke topik. Menjelaskan, bagaimana dia mesti memilih perempuan andal seperti Hillary Rodham Clinton berada di dalam kabinetnya. Pidato dalam acara yang digelar Majalah Fortune saat menggelar Most Powerful Women Summit, di Carnegie Mellon Auditorium, itu pun berlangsung memuaskan.

Para pengusaha top Indra Nooyi dari PepsiCo, Andrea Jung dari Avon, Patricia Woertz dari Ancher Daniels Midland, Irene Rosenfeld dari Kraft Foods, dan Angela Braly dari WellPoint, mengulas senyum dan memuji trik pidato Presiden Amerika Serikat pertama dari kalangan multiras itu.

Bagi Obama, podium adalah sesuatu. Tak jarang, ia menggunakan telunjuknya mengetuk mikrofon di atas podium, itu untuk mengecek sound, sebelum memperdengarkan suaranya yang khas dan renyah itu. Juga retorikanya yang sering menggabungkan gaya retorika Cicero dan Aristopanes.

Obama nampak terlatih menyampaikan gagasan di balik podium. Ia pandai mengatur ritme yang membuat seluruh khalayak menyimak pidatonya sampai usai dan tanpa rasa bosan. Menyaksikan Obama di balik podium dan berdiri sebagai podia sekaligus orator, kita menyaksikan bagaimana struktur pidatonya tidak terduga. Ia tak memulai atau mengakhiri pidato dengan struktur yang sama.

Transkripsi pidato Obama, menunjukkan, Presiden Amerika Serikat pertama kalangan multiras itu dengan kejutan tak terduga. Ia bisa mengambil cerita sederhana kehidupan seorang bocah di Afrika dan menghubungkannya dengan kehidupan para bocah di Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya. Kemudian masuk ke dalam substansi pesan yang ingin disampaikannya dalam pidato.

Ketika hal itu dikemukakannya saat berpidato di hadapan Sidang Umum PBB, September 2012, seluruh khalayak, termasuk di balkon ruang sidang terperangah. Apalagi ketika Obama mengakhiri pidatonya dengan surprise. Mempersilakan seluruh delegasi di Sidang Umum PBB untuk berfikir tentang hakekat kebebasan, demokrasi, dan kemanusiaan dalam satu tarikan nafas.

Mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, termasuk presiden yang piawai menggunakan podium untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan tegas kontroversial. Dari balik podium PBB, mantan Walikota Teheran yang tak mempunyai podium khusus (kecuali mikrofon) itu setiap kali beroleh kesempatan sebagai podia, langsung menjadikan podium di hadapannya sebagai pusat perhatian khalayak. Tak hanya yang melihatnya secara langsung, tetapi bahkan yang menyaksikannya melalui siaran televisi di seantero dunia.

Berbeda dengan Moursi Al Ayyat, Presiden Mesir yang baru saja dilengserkan rakyat yang mendukungnya saat menjatuhkan Presiden Husni Mubarak. Ia memerlukan detil khusus podium. Baik ketika podium kepresidenan diletakkan tersendiri, maupun menjadi bagian dari leader tables dalam suatu acara.

Bagi Moursi, podium merupakan perangkat otoritas untuk menggerakkan semangat dan emosi khalayak. Tapi pada hari-hari terakhir kepemimpinannya, dia gagal menggunakan podium untuk membuat rakyat Mesir mengikutijalan pikirannya.

Tak semua Presiden atau Perdana Menteri berhasil menggunakan podium sebagai tempat di mana kewibawaan dan eksistensinya tertampakkan. Baik karena gaya dan retorikanya sebagai podia jauh dari apa yang diharapkan khalayaknya. Juga karena struktur pidato yang tak bervariasi iramanya.

Obama, termasuk satu di antara Presiden yang berhasil memberi makna atas podiumnya untuk berpidato|

Editor : N Syamsuddin Ch. Haesy | Sumber : Berbagai Sumber
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 953
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1176
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1442
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1588
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 537
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1060
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 289
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 754
Momentum Cinta
Selanjutnya