Petisi Guru Besar kepada Presiden Jokowi

Kaum Cendekiawan dan Akademika Prihatin dan Geram

| dilihat 183

Hari pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Presiden - Wakil Presiden Republik Indonesia dan para wakil rakyat (DPRD Provinsi dan Kabupaten - Kota, Anggota Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat) 2024-2029 tinggal beberapa hari lagi.

Penyelenggaraan Pemilu kali ini merupakan yang terburuk sepanjang sejarah bangsa. Ditandai oleh keberpihakan  Presiden Joko Widodo kepada pasangan Prabowo Subianto dan puteranya(Gibran Rakabuming Raka), serta muslihat sejumlah menteri pendukungnya (terutama Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, Erick Tohir, dan Bahlil).

Keberpihakan Presiden Joko Widodo dan para menteri tersebut, secara kasad mata dilakukan dengan berbagai alasan dan aksi yang mengabaikan etika berbangsa dan bernegara. Khasnya menekuk berbagai aturan hukum dan perundang-undangan.

Perilaku dan aksi politik buruk tersebut mengusik kaum cendekia, civitas academica di berbagai universitas (Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Andalas, Universitas Hasanuddin, Universitas Khairun Ternate) serta berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah seluruh Indonesia.

Rabu (31 Januari 2024) dan Jum'at (2 Februari 2024) para guru besar di berbagai universitas tersebut, menyatakan sikap kritis, lugas dan mengirimkan pesan keras kepada Presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya.

Petisi kaum cendekia (akademisi dan civitas academica) tersebut berisi ekspresi risau dan geram kerisauan berbagai aksi politik Presiden Joko Widodo, sejumlah menteri, dan kalangan pemerintahannya) yang membuat dinamika politik yang cenderung merusak tatanan demokrasi.

Hancurnya Tatanan Hukum

Guru Besar Fakultas Psikologi, Prof. Drs. Koentjoro, Ph.D., yang didampingi sejumlah puluhan Guru Besar, akademisi, alumni dan aktivis BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) KM UGM, membacakan Petisi Bulaksumur, yang menyatakan tindakan penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat telah menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial.

Koentjoro menyatakan, "Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang  keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.”

Petisi dari kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang dibacakan Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. menegaskan, "Perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan. Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran."

Akan halnya Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D., yang membacakan Seruan Kebangsaan UI menegaskan, "Warga dan Alumni Universitas Indonesia prihatin atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi. Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi, kolusi dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, serta merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup."

Senada dengan pernyataan sikap demikian, Prof. Gunawan Budiyanto - Ketua Umum Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah - Aisyiah yang dibacakan di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengungkapkan, "Proses demokrasi yang sudah dibangun sejak 25 tahun lalu, kini berjalan dengan penyimpangan yang tidak lagi sesuai dengan cita-cita luhur kemerdekaan Republik Indonesia.  Penegakan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas."

Dinyatakan juga olehnya, "Kelompok kritis dan oposisi pun disingkirkan satu per satu dengan menggunakan produk hukum bernama UU ITE dan KUHP. Praktik kebebasan sipil dikebiri atas dalih stabilitas. KPK pun diperlemah melalui revisi UU KPK. Proses pembuatan sejumlah kebijakan dilaksanakan tanpa melibatkan publik secara luas, seperti yang terjadi pada UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU Omnibus Law Kesehatan, dan UU Ibu Kota Negara (IKN)."

Teguh Hadapi Intervensi

Forum Guru Besar Universitas Hasanuddin (UNHAS) di Kampus Tamalanrea - Makassar mengingatkan Presiden Joko Widodo dan semua pejabat negara, dan aktor politik yang berada di kabinet presiden untuk tetap berada pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam berdemokrasi.

Dalam petisi yang dibacakan anggota Dewan Profesor UNHAS Prof Triyatni Martosenjoyo meminta KPU (komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) bekerja profesional, dengan menjunjung tinggi prinsip independen, transparan, adil, jujur, tidak berpihak, dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun.

Dari laman gedung konvensi Universitas Andalan (UNAND) - Padang, segenap civitas academica -- yang diinisiasi Hary Effendi Iskandar -- menyampaikan Manifesto Penyelamatan Bangsa yang menegaskan, bahwa manifesto yang disampaikan merupakan bentuk keresahan dunia pendidikan melihat kondisi negara saat ini.

Civitas Academica UNAND mengajak masyarakat bersikap kritis dan menolak politisasi bantuan sosial untuk kepentingan politik status quo/kelompok tertentu dalam politik elektoral, kekerasan budaya, pengekangan kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat serta penyusutan ruang sipil.

Sedangkan civitas academica Universitas Khairun dari kampusnya di Ternate, menyatakan Petisi Kieraha, mengungkap penilaiannya, bahwa saat ini rating demokrasi Indonesia anjlok di bawah angka 5.

Darurat Negarawan

Mochtar Adam menyatakan kepada wartawan mengemukakan, petisi Kieraha dideklarasikan sebagai bagian dari ikhtiar menyelematkan demokrasi Indonesia. Civitas academika Universitas Khairun, melihat, saat ini ada fenomena pesta demokrasi yang tak berimbang menyusul adanya ketidaknetralan Presiden Jokowi.

Mereka mendesak Presiden Joko Widodo, tidak ikut terlibat dalam kampanye untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden, sesuai dengan prinsip etika dan komitmen menjaga marwah demokrasi.

Mereka juga menuntut aparat hukum memberikan jaminan kepada masyarakat indonesia untuk menggunakan hak pilihnya tanpa intimidasi, seraya menyerukan seluruh penyelenggara Pemilu  bersikap netral.

Ketidak-netralan  institusi kepresidenan tampak dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak. Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi.

Situasi yang disoroti klangan akademisi ini, dalam pandangan para civitas academika berbagai universitas tersebut menunjukkan Indonesia sedang mengalami  'darurat demokrasi.'

Semua petisi kalangan akademisi ini sama mendesak Presiden Joko Widodo untuk menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden.

Berhenti Salahguna Kuasa

Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok. Mereka juga mengingatkan secara tegas, menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.

Kalangan guru besar UGM, dikemukakan Koentjoro, mengingatkan agar Presiden Joko Widodo sebagai alumni UGM, tetap berpegang pada jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan turut memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai dengan standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah.

“Hal itu demi melanjutkan estafet kepemimpinan untuk mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Koentjoro.

Civitas academica UII tegas menyeru Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.

Lantas, mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara.

Selanjutnya, mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.

Mereka juga meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.

UI Kembali Menabuh Genderang

Petisi Civitas Academica UI yang dibacakan Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo, menegaskan, "Kampus kami adalah kampus perjuangan, yang telah melahirkan para petarung yang berdiri paling depan dalam menghadapi berbagai peristiwa berat bangsa ini. Para pendahulu kami, bahkan telah menumpahkan darahnya: Arif Rahman (1965), Yun Hap (1998), dan tak terbilang yang dipenjara tanpa pengadilan tahun 1974 dan 1978 karena menolak penguasa otoritarian."

Di kemukakannya, "Sungguhpun nampak diam, tenggelam dalam kerja-kerja akademik di ruang kelas, ruang seminar, laboratorium, berdiam diri dalam tumpukan buku, atau menulis gagasan di ujung pena; tetapi kami tetap mewaspadai hidupnya demokrasi dan mewaspadai kedaulatan tetap di tangan rakyat."

Petisi itu juga mengungkap, bahwa lima tahun terakhir, utamanya menjelang pemilu 2024, kami kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak. Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa.

"Keserakahan atas nama pembangunan tanpa naskah akademik berbasis data, tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu keserakahan, telah menyebabkan semakin punahnya sumberdaya alam hutan, air, kekayaan di bawah tanah dan laut, memusnahkan keanekaragaman hayati, dan hampir semua kekayaan bangsa kita. Mereka lupa bahwa di dalam hutan, di pinggir sungai, danau dan pantai, ada orang-orang, flora dan fauna, dan keberlangsungan kebudayaan masyarakat adat, bangsa kita."

Para civitas academica UI menegaskan, "Kami resah dan geram atas sikap dan tindak laku para pejabat, elit politik dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang Pemilu. Kami cemas kegentingan saat ini akan bisa menghancurkan masa depan bangsa dan ke-Indonesiaan."

Perbarui Kontrak Politik

Lebih jauh, Harkristuti lantas menegaskan, " Berdasarkan ruh kebebasan akademik yang kami punya, kami berdiri di sini mengajak warga dan alumni Universitas Indonesia, untuk segera merapatkan barisan, guna mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi.

Mereka menuntut : hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan, berlangsung jujur dan adil; agar semua ASN, Pejabat Pemerintah, TNI dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon (pasangan calon Presiden).

Lantas, mereka menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing.  "Mari kita jaga bersama demokrasi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai dan banggakan," pungkasnya.

Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) menyebut, dinamika politik menjelang pelaksanaan Pemilu 2024, rakyat Indonesia disajikan berbagai perilaku elite politik tuna etika dan jauh dari nilai-nilai keadaban luhur.

"Karena itu, momentum 14 Februari 2024 harus menjadi momentum untuk melakukan kontrak politik baru antara rakyat dengan calon pemimpin atau elit politik baru dengan memilih calon pemimpin yang diyakini akan mampu membawa Indonesia menjadi negara yang bermartabat.

Berkeadaban dan Menjunjung Tinggi Etika

Forum Rektor PTMA dengan melibatkan civitas akademika seluruh kampus PTMA akan melakukan pengawalan sekaligus pengawasan terhadap jalannya proses masa kampanye pemilu hingga penghitungan dan penetapan suara di KPU sehingga memastikan pemilu terbebas dari berbagai tindakan pelanggaran maupun kecurangan

Mereka menyerukan kepada warga Muhammadiyah, terutama mahasiswa, dosen, dan karyawan di lingkungan PTMA untuk menjadi pengawas independen dan masing-masing TPS dan melaporkan kepada pengawas TPS dan Bawaslu jika terjadi pelanggaran dan kecurangan.

Mereka juga meminta kepada Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati/Walikota serta Wakil Bupati/Wakil Walikota untuk bersikap proporsional dengan mengedepankan etika selama proses Pemilu dan Pilpres 2024.

Kepada warga negara Indonesia yang mempunyai hak piliuh, diserukan, "Memilih pemimpin yang memiliki komitmen kuat dalam pembuatan kebijakan yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan mengedepankan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat, mempunyai kepedulian terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia, berkomitmen dalam melakukan pemberantasan korupsi, dan menjamin kebebasan berpendapat."

Akhirnya Forum Rektor PTMA menegaskan, "Kita berharap Indonesia dapat memiliki pemimpin yang sesuai dengan harapan rakyat banyak untuk Indonesia yang berkeadaban serta menjunjung tinggi etika di atas hukum dan kekuasaan."  | berantihaedar

Editor : delanova | Sumber : berbagai sumber
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 283
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 377
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 967
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1182
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1453
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1601
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya