Bang Sem
Dalam tradisi masyarakat agraris, untuk menghindari gangguan hama, petani punya cara yang dianggap efektif dan efisien, untuk mengatasi hama (burung, serangga, tikus, dan binatang lainnya). Di Banten dan Priangan, misalnya mereka membuat dan meletakkan bebegig (memedi, dalam bahasa Jawa).
Biasanya, bebeging berbentuk boneka menyerupai manusia setengah badan. Diberikan aksesoris seadanya: baju atau kaus bekas, rerumputan yang menyerupai wajah dan kepala, dan peralatan lain (kaleng, misalnya) yang bila digerakkan dapat menimbulkan efek bunyi.
Bebegig, biasanya, diletakkan di tempat-tempat strategis, sehingga posisinya nampak jelas. Di daerah lain, namanya beragam rupa, walau fungsinya sama.
Untuk sepetak sawah, biasanya diletakkan beberapa bebegig, yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh tali, sehingga mudah dikendalikan petani dari huma, yang letaknya di kejauhan.
Bebegig juga dipasang di tepian kolam ikan, untuk menghalau binatang yang cekatan melahap ikan, namanya Bebegig Sêro.
Dalam kehidupan modern, yang masih dipengaruhi oleh sistem korelasi sosial clientelistic, tradisi membuat dan memosisikan bebegig masih terus berkembang. Bahkan, ketika tradisi budaya masih memandang pendidikan sebagai cara untuk memperoleh simbol dan status sosial, bebegig tak sekadar diciptakan.
Banyak orang yang, bahkan, mengondisikan dirinya menjadi bebegig. Kelompok orang yang diposisikan dan memosisikan diri sebagai instrumen strategis untuk menghalau segala hal yang dianggap sebagai hama.
Bebegig di abad modern, tumbuh dan berkembang, karena rendahnya kompetensi, akibat dari sistem rekrutmen yang melulu mengacu kepada formalitas. Suatu sistem yang mendorong orientasi berfikir masyarakat memandang penting posisi katimbang fungsi. Lebih menganggap utama status dan simbol, katimbang kinerja.
Dalam situasi demikian, kemandirian menjadi sesuatu yang indah sebagai idealistika dan pahit sebagai realita. Terutama, karena kecenderungan yang sangat kuat para decision maker lebih memandang penting hasil akhir katimbang proses. ||