Menyusul hebah Presiden AS Donald Trump ihwal 'Tarif Hari Kemerdekaan' di Rose Garden laman Gedung Putih, Washington DC (2/4/25) pertanyaan yang mengemuka adalah: bagaimana dunia menanggapi kebijakan tarif tersebut?
Akankah seperti seruan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, ""Semua orang duduk, tarik napas dalam-dalam, jangan langsung membalas, mari kita lihat ke mana arahnya."
Agaknya tidak. Sejumlah Pakar Dewan Atlantis memberikan sejumlah nota yang rada berbeda.
Josh Lipsky, Direktur Senior Pusat GeoEkonomi Dewan Atlantik mencatat, tidak semua pemodal asing akan mengindahkan seruan Bessent.
Beberapa di antaranya telah memberi isyarat, mereka akan melawan dan membalas pengenaan tarif 10 persen pada semua mitra dagang AS, termasuk tarif yang lebih tinggi hingga 50 persen pada sekitar enam puluh negara tersebut.
Lipsky mengemukakan, Amerika Serikat melepaskan diri dari sistem perdagangan global yang turut diciptakannya. Dia berpandangan, mungkin karena sudah satu abad sejak tarif AS begitu tinggi sehingga Amerika Serikat telah melupakan biaya proteksionisme yang menyakitkan dan bersedia mengambil risiko menghancurkan sistem yang cacat yang masalahnya telah diangkat oleh Amerika Serikat selama beberapa dekade.
Sistem Perdagangan Global Tak Berfungsi
Namun, ungkap Lipsky, jangan salah paham tentang pentingnya apa yang terjadi pekan ini : Amerika Serikat mengatakan bahwa sistem perdagangan global yang turut diciptakannya tidak lagi berfungsi.
Mantan penasihat Dana Moneter Internasional (IMF), itu mengemukakan, sejak pemilihan pertama Trump menjabat Presiden Amerika Serikat, khasnya selama perang dagang periode pertamanya tahun 2018, telah menyebar pemikiran ke seluruh Washington dan ke seluruh ibu kota negara-negara dunia. Yakni, pertanyaan asasi : Bagaimana jika presiden Amerika Serikat tidak melihat dunia hanya sebagai sekutu dan musuh, tetapi sebagai negara yang mengalami defisit perdagangan dengan Amerika Serikat versus negara yang mengalami surplus perdagangan?
Menyaksikan Presiden (Trump) pada hari Rabu di Rose Garden mengangkat sebuah tabel yang menampilkan hampir setiap negara di dunia yang diberi peringkat berdasarkan perhitungan -- yang metodologinya tampaknya berasal dari ketidakseimbangan perdagangan -- membuktikan bahwa teori tersebut mungkin benar.
Umpanya, mengapa Jepang dikenakan tarif sebesar 24 persen sementara Iran dikenakan tarif sebesar 10 persen? Alasannya menunjukkan, bahwa keputusan ini tidak didasarkan pada sistem pemerintahan, aliansi militer, atau hubungan historis. Keputusan ini didasarkan pada formula baru— di mana perdagangan menjadi prinsip pendorong di balik keterlibatan Trump dengan dunia.
Menurut Lipsky, saat ini, menteri keuangan dan perdagangan tengah berupaya menyiapkan argumen balasan ke Gedung Putih dan menunjukkan paket pembalasan jika argumen tersebut gagal.
Dalam dua pekan ke depan, mereka akan datang ke Washington selama Pertemuan Musim Semi IMF - Bank Dunia dan menyampaikan argumen mereka. Beberapa mungkin berhasil.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam pandangan Lipsky, pada dasarnya mengulurkan tangan untuk bernegosiasi segera setelah upacara Rose Garden, itu.. dan pasti banyak yang akan mencoba (terutama di antara enam puluh negara dengan tarif lebih tinggi dari 10 persen). Namun, banyak yang tidak akan berhasil. pekan minggu, Amerika Serikat kemungkinan akan memiliki tarif tertinggi yang pernah ada dalam lebih dari satu abad.
Lipsky mencatat, pertanyaan terbesar - dan yang menyebabkan reaksi pasar yang begitu negatif - adalah China. Tarif tambahan yang diumumkan Trump pada hari Rabu lalu, itu dikombinasikan dengan tarif yang diumumkan sebelumnya terhadap China.
Berarti, pekan depan, tarif terhadap China akan mencapai hampir 60 persen, dan bahkan lebih tinggi di beberapa sektor. Ada tingkat tarif yang dapat dikelola Tiongkok melalui manuver mata uang, tetapi melampaui hal tersebut.
Dan karena negara-negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam, juga terkena dampak yang sangat parah, tidak ada mitra dagang alternatif di rantau ini dalam jangka pendek atau menengah. "Dari Airpods hingga Air Jordans, ratusan produk yang digunakan warga Amerika setiap hari akan menjadi lebih mahal," catat Lipsky.
Reaksi ASEAN dan Malaysia
DALAM situasi ketar-ketir dan kurang menentu, Perdana Menteri X Malaysia, Anwar Ibrahim mengambil inisiatif menelepon dan berdiskusi dengan sejumlah pemimpin negara-negara serantau ASEAN (Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, Presiden RI Prabowo Subianto, Presiden Filipina Bongbong Marcos, dan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong.
Anwar menulis, "Hari ini, saya melakukan pembicaraan telepon dengan para pemimpin beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Singapura, untuk bertukar pandangan dan mengoordinasikan tanggapan kolektif terhadap masalah tarif timbal balik yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS)."
Sebagai Ketua ASEAN, ungkapnya, Malaysia tetap berkomitmen untuk mendorong konsensus di antara negara -negara anggota dan menegakkan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan dalam semua negosiasi perdagangan, termasuk dalam kerangka dialog ASEAN-AS.
Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang akan datang, pekan depan akan melanjutkan pembahasan tentang masalah ini dan mencari solusi terbaik bagi semua negara anggota.
Sebelumnya, di kantor PM Putrajaya, masih mengenakan busana 'telok belanga' Anwar menerima kunjungan Menko Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto (Kamis, 4/4/25) yang agaknya ditugaskan Presiden Prabowo.
Pemerintah Malaysia Masih Mengkaji
Lewat akun media sosialnya, Anwar Ibrahim mengabarkan, bersama menteri penyelaras perekonomian Indonesia, itu ia membahas pengembangan kerja sama bilateral Malaysia dan Indonesia.
Secara retoris diplomatis, Anwar mengemukakan, keduanya memanfaatkan sepenuhnya persahabatan erat kedua negara, terutama dalam memperkuat lebih banyak lagi aktivitas perdagangan yang melibatkan pengusaha Indonesia dan Malaysia di berbagai sektor terkait.
"Prioritas kami tentu saja untuk memperkuat dan memperbarui sinergi ekonomi, yang mencerminkan komitmen kami untuk membina kerja sama yang kuat antara Indonesia dan Malaysia ke tingkat yang lebih besar di masa mendatang," tulisnya.
Pada petang hari yang sama, Anwar memimpin Rapat Pusat Komando Geoekonomi Nasional (NGCC). Dalam rapat tersebut, Anwar mengemukakan, Malaysia tegas dalam pendekatannya untuk memelihara hubungan yang positif dan progresif dengan semua mitra dagang sambil menjaga kepentingan dan kesejahteraan rakyat, bisnis, dan eksportir kami."
Ihwal dampak dari tindakan tarif terbaru Amerika Serikat terhadap perekonomian negara, menurutnya, masih dinilai oleh kementerian dan lembaga terkait yang dipimpin oleh Kementerian Investasi, Perdagangan, dan Industri (MITI), Tengku Zafrul Azis.
Anwar mengemukakan, setiap tanggapan dan langkah tindak lanjut perlu disusun secara cermat dan masih ada ruang untuk diskusi dan dialog dengan mitra dagang utama negara tersebut. | sharia, haedar, delanova
Artikel Terkait: Tarif Trump Menekan Ekonomi ASEAN