Derita Panjang Masyarakat Uighur

Pemerintah Komunis China Larang Muslim Xinjiang Berpuasa

| dilihat 2657

BEIJING, AKARPADINEWS.COM– Pemerintah Komunis Republik Rakyat China telah melarang pegawai negeri sipil, guru dan murid yang beragama Islam di wilayah Xinjiang melaksanakan ibadah shaum ( puasa) Ramadhan, bulan Ramadan. Larangan itu disiarkan melalui situs resmi pemerintah, dan mendorong kecaman dari kelompok pengasingan pada hari Rabu (2/7-14).

Pemerintah Komunis China yang memerintah merupakan partai berideologi komunis yang tak pernah memberi peluang kepada masyarakat muslim, etnis Uighur menjalani ibadah sebagaimana laiknya kaum muslim di seluruh dunia.  Terutama di Xinjiang, sebagai wilayah yang menjadi ‘rumah utama’ bagi kaum minoritas Uighur yang sebagian besar beragama Islam.

Kantor Berita AFP menuliskan, larangan itu akan kembali memicu bentrokan antara rakyat Xinjiang dengan tentara pemerintah komunis China. Beberapa kali bentrokan menewaskan warga Uighur, dan pemerintah China selalu menyalakan masyarakat muslim. Pemerintah komunis China yang selalu pandai memutar balikkan fakta, selalu menuduh pemimpin dan aktivis pergerakan Uighur penyebab bentrok yang memakan korban jiwa.

Di Xinjiang memang kerap terjadi konflik berdarag antara masyarakat dengan pemerintah RRC yang mengorbankan rakyat. Padahal, masyarakat Uighur merupakan masyarakat cinta damai dan menjalankan prinsip-prinsip agama Islam sebagaimana lazim berlaku di seluruh dunia.

Meski selalu dikecam, pemerintah komunis China terus menerus memicu ketegangan sosial di Xinjiang dengan berbagai kebijakan yang membatasi praktik keagamaan (ibadah) dan aktualisasi budaya masyarakat Uighur yang mintoritas, namun berwilayah luas. Provinsi Xinjiang berbatasan langsung dengan Asia Tengah.

Uighur adalah masyarakat aseli yang tak pernah henti menuntut otonomi khas Xinjiang. Pembatasan agama dan budaya bagi mereka telah merampas kemerdekaan luar biasa, karena pemerintah komunis bahkan sampai mengatur ethnonym untuk merendahkan, sehingga maknanya tidak jelas. Padahal, Uighur berasal dari Uyghur yang artinya bersatu. Mereka dikisahkan datang bersama-sama dari wilayah Turki ke wilayah China.

Dalam bahasa Turki, Uighur di tulis uyɣur yang dialihbunyi kan ke dalam bahasa China menjadi Hui He (回 纥) pada masa dinasti Tang berkuasa. Pada tahun 788 disebut Hui Hu (回鹘), yang oleh Jiu Shi Wudai dipahami sebagai "kecepatan berbalik dan menukik turun seperti elang."

Istilah Uyghur menghilang dari catatan sejarah di abad ke-15, tetapi Bolshevik diperkenalkan kembali istilah Uyghur untuk menggantikan Turk atau Turki yang digunakan sebelumnya. [22] [23] Dalam penggunaan modern, Uyghur mengacu menetap penduduk kota Turki dan petani dari Kashgaria atau Uyghurstan yang mengikuti praktek-praktek menetap Asia Tengah tradisional, yang dibedakan dari populasi Turki nomaden di Asia Tengah.

Sejak era Kuomintang masyarakat Uighur di Xinjiang yang disebut Chan To Hui, karena kerap mengenakan serban layaknya muslim di Asia dan Timur Tengah. Mereka tidak dimasukkan ke dalam bangsa China, melainkan sebagai bangsa Hui.

Pemerintahan komunis yang bersinergi dengan kaum nasionalis China, terus menekan masyarakat Uyghur, meskipun di Beijing dan Guangzho pemerintah memberikan sedikit ruang sinergi bagi pemimpin masyarakat muslim di sana.. | Delanova 

Editor : Web Administrator | Sumber : AFP, The Strait Times, Genocide
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 752
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 907
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 860
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 251
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 478
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 469
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 441
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya