Gubernur Anies di Sela Ifthar Bamus Betawi

| dilihat 1759

Refleksi Bang Sem

Pusat Kebudayaan Betawi H. Benyamin S, bekas markas Komando Distrik Militer Jakarta Timur, yang berseberangan dengan Stasiun Jatinegara, itu berhias.

Jum'at. 17 Mei 2019, Badan Musyawarah (Bamus) Betawi yang dipimpin H. Lulung Abraham Lunggana (Haji Lulung), menggelar acara Buka Puasa Bersama dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.

Nampak Ketua Majelis Adat, H. Nuri Taher dan para anggotanya: Birgjend (Purn) A. Syukur, Effendi Yusuf, Bambang Syukur, dan sejumlah pimpinan Ormas kaum Betawi. Pengurus Bamus Betawi juga lengkap.

Didahului dengan Yasinan dan maulidan, khas Betawi, acara mengalir. Ketua Panitia, Mochamad Rifqi yang biasa menyebut namanya Eki Pitung, sebagai Ketua Panitia membuka acara.

Tak ada parade pidato. Baik H. Lulung maupun H. Nuri, karena pertimbangan waktu, tidak memberi sambutan. Acara langsung diisi tausiyah (yang lebih pas disebut pengajian dengan gaya persis seperti ketika saya mengaji ketika bocah), yang disampaikan KH Munawir Aseli.

Dengan gayanya yang khas, dalam waktu yang sangat singkat, tausiyah tentang esensi ibadah puasa dengan titik berat Shiyam, yang beda aksentuasi dan terminologi dengan shaum dan imsak.

Shiyam merupakan ibadah puasa yang sesuai dengan aturan. Beliau juga mengupas jelas dan terang benderang perbedaan praktik berasas pemahaman antara Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Hambali, dengan Imam Ahmad.

Keragaman itu, yang memberi nilai khas dalam praktik ibadah puasa, namun titik beratnya sama: ibadah ini, ibadah wajib bagi mukmin dan mukminat. Dan Allah, menyatakan seruan khas dalam konteks kewajiban ibadah ini yang berujung pada taqwa. Penyerahan diri penuh seluruh kepada kehendak Allah, lantaran ibadah ini adalah ibadah khas yang berbeda dengan praktik ibadah lainnya.

Sambil menyimak tausiyah, saya berbisik dengan Chevy Rasyid, tetangga saya yang duduk persis di sebelah saya, "Inget jaman kite bangor.. begitu masuk Ramadan, puasa kudu poll."

"Iyé.. Biar bangor puasa kudu poll," balas Chevy.

Pola tausiyah yang interaktif dan komunikatif seperti yang dilakukan dengan piawai oleh KH Munawir Aseli, tak hanya menjentik kesegaran batin untuk memahami esensi ibadah puasa. Tetapi, sekaligus mengalirkan suasana ke-betawi-an dalam menderas berbagai hal tentang laku ubudiah.

Menjelang akhir, saya tertegun, sekelebat melintas sosok Allahyarham Supendi yang biasa saya panggil Kak Pendi atawa Kyai Pendi, kreator lambang Bamus Betawi, yang wafat jelang masuk bulan Ramadan lalu.

Di tempat KH Munawir Aseli berdiri, di altar beranda gedung peninggalan Belanda, itu allahyarham pernah berangan-angan menggelar kegiatan buka puasa dan taraweh di situ.

"Syi'arnyé bakal lebih bunyi," katanya ketika itu.

Ah.. angan-angan itu mewujud, kendati allahyarham tak lagi mengalaminya.

Di situ juga, suatu malam, jelang pergelaran "Keriaan Betawi" yang digelar mengawali deklarasi Gerbang Betawi, allahyarham banyak mengungkap gagasannya. Beberapa di antaranya, mewujud, ketika Wakil Gubernur (kala itu) Sandiaga Uno, dua kali berada di tempat itu, berdialog dan melontar gagasan ihwal kewirausahaan Betawi, Betawi Entrepreneurship.

Dan.., malam itu yang berdiri di situ, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang bicara sekira lima menit. Tak hanya menyampaikan esensi tentang ibadah puasa dan ifthar yang di dalamnya mengalir esensi silaturahmi sebagai telangkai interaksi sosial.

Anies juga bicara ihwal posisi gedung itu yang akan terhubung dengan titik-titik ekspresi dan ekshibisi budaya, karena sejak dulu Jatinegara terhubung oleh jalur kereta ke pusat kota, dan lintasannya menjadi jalur perekonomian. Anies memberi aksentuasi pada aspek budaya, sambil mengenang sekilas Allahyarham Benyamin Suaeb. "Tadi ada Bang Biem Benyamin, mana?" tukas Anies sambil melihat ke arah khalayak. Biem berdiri. Anies menjelaskan, beberapa bulan lalu sebagai bagian dari dukungan Pemprov DKI Jakarta terhadap perkembangan Betawi, bagian dari gedung itu dipergunakan untuk museum H. Benyamin S. 

Menyimak ucapan Anies, sekilas terbayang, bagaimana Van Mook merumuskan policy design perluasan Batavia sampai ke Jatinegara. Jadi, tak keliru bila di situ menjadi sentrum sosio budaya, yang mestinya juga berdimensi ekonomi. Muaranya, sesuai dengan sesanti yang diusungnya: "Maju Kotanya, bahagia Warganya."

Anies mengakhiri pidato singkat berisi yang bersambut adzan maghrib. Usai membatalkan puasa, salat maghrib berjama'ah berlangsung di salah satu bangunan, di dalam kompleks bangunan heritage, itu. 

Anies yang menjadi imam salat berjama'ah, itu dengan bacaan surah yang tartil.

"Gubernur memang kudu good bener, jadi imam aje tartil," ujar Maulana, mahasiswa Betawi yang sedang menyelesaikan program studi S2 di UIN Syarif Hidayatullah, usai salat.

Ah.. lagi sekelebatan kebayang allahyarham Kak Pendi, ketika kami makan di ruang, yang berhari-hari menjadi tempat rapat, mempersiapkan beragam acara, yang baru sedikit saja mewujud.

"Saya gak liat Bang Sem makan," ujar Anies yang baru saja duduk diapit Haji Lulung dan Haji Nuri. Gubernur Anies melirik ke Damin Sada, tokoh Betawi dari Bekasi, menyapanya dan langsung mengajaknya duduk dalam meja makan besar itu.

Segera saya mengambil makanan dan duduk di depan mereka. Aida menghampiri saya. Berbincang sambil berbisik ihwal penelitian yang sedang dilakukannya tentang santri mahasiswa. Dia sedang menimbang-nimbang fokus penelitiannya dan ambil mengkritisi sejumlah metodologi pendidikan, dari aspek pedagogis dan didaktis untuk beroleh format yang pas. Khasnya terkait dengan paradigma sumberdaya manusia ke modal insan Betawi.

Anies beringsut dari tempat duduknya. Khalayak 'ngerubung,' sambil berfoto ke ruang tengah gedung itu.

Lagi.. kebayang allahyarham Kak Pendi. Di situ, bersama Mpok Susi -- isterinya, dan maestro pelukis Betawi -- Sarnadi Adam, mereka menggoda saya perkara jodoh.

Saya menyingkir, menyaksikan Anies terus dikerubuti khalayak. Beberapa anak muda Betawi mendekati saya, dan kami asyik juga ngobrol. Saya tak memperhatikan Gubernur Anies sudah bergerak ke beranda dan kemudian pergi.

Tiba-tiba, bimbit saya bergetar. Anies mengirim pesan WA. Sangat singkat. "Bang.. Saya pamit. jalan duluan. Tadi tidak ketemu lagi.. Pas udah di depan," tulis Anies.

Saya suka acara buka puasa, ifthar yang karib, tak formal, dan berisi. Silaturahim lepas sambil terus berharap dan berikhtiar, menjadikan ibukota Jakarta sebagai tempat yang selalu aman dan terjaga keamanan dan ketertibannya. Seperti, salah satu do'a yang dikemukakan, KH Fachruroji Ishak.

Pendekatan kultural yang dilakukan Gubernur Anies Baswedan di tengah beragam persoalan yang dihadapi dan mesti ditemukan solusi tepat dalam bentuk kebijakan dengan mengedepankan akhlak dan kecerdasan yang bernas, memang pas buat Jakarta.

Keteladanan pemimpin seperti Anies, akan menularkan kebaikan dan kebajikan kolektif, insya Allah berbuah kesalehan sosial. Dan kaum Betawi punya cara kultural untuk berkontribusi bagi kotanya, negaranya, dan bangsanya. Pun, dengan medan pengabdian yang beragam, di lapangan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. |

Editor : Web Administrator
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 548
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1078
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 306
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 767
Momentum Cinta
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 959
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1177
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1448
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1594
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya