Tokoh Pendidikan Bagi Kalangan Tak Mampu

Kisah Ibu Guru Kembar yang Baik Hati

| dilihat 3680
 
JAKARTA, AKARPADINEWS.COM | Kualitas suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh mutu pendidikan. Namun, di negara tertentu contohnya Indonesia, pendidikan layak masih belum dirasakan secara menyeluruh. Inilah yang membuat kemajuan bangsa tidak terlalu mengesankan. Dan dibutuhkan kontribusi menyeluruh dari pemerintah dan masyarakat, seperti  yang dilakukan ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ si Ibu Guru Kembar, Rian dan Rossi.
 
Menurut data The Learning Curve Pearson pada 2014, mutu pendidikan Indonesia menempati posisi paling rendah di bawah Thailand, Argentina, Brasil, dan Meksiko yang menjadi lima negara terbawah di atas Indonesia.
 
Jakarta sebagai ibukota negara tak mampu menampung seluruh lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Terlebih bagi anak-anak kurang mampu. Mereka justru mengesampingkan pendidikan untuk membantu ekonomi keluarga. 
 
Di balik kisah pendidikan Jakarta di atas, munculah sosok Ibu Guru Kembar yang menggagas Sekolah Darurat Kartini. Mereka adalah Sri Rosyati (Rossi) dan Sri Irianingsih (Rian) yang kini sama-sama berumur 64 tahun. Lewat Yayasan Sanggar Kartini yang telah berdiri selama 25 tahun itu, mereka telah menyelamatkan anak-anak kurang mampu dari jurang kebodohan. 
 
Kerja mulia Ibu Guru Kembar terletak pada sistem pembayaran sekolahnya yang gratis. Semua anak-anak yang miskin dan tidak dapat sekolah ditampung di Sekolah Darurat Kartini. Bayangkan, mereka mendirikan sekolah dengan uang pribadi mereka dan seluruh siswanya dibebaskan biaya apapun. Kini, yayasan itu mempunyai beberapa jenjang pendidikan yang dimulai dari tingkat PAUD, TK, SMP, SMK, hingga akademi. 
 
“Kami prihatin dengan masa depan anak-anak yang kurang mampu itu. Harusnya, mereka mendapatkan pendidikan yang sama. Kalau pendidikan masih sulit terjangkau, bagaimana dengan masa depan mereka?” ujar Ibu Rossi, salah satu dari Ibu Guru Kembar kepada Akarpadinews  di sela-sela acara peluncuran buku Dua Mawar Merah di Mezzanine Ballroom Hotel Aryaduta (4/2). 
 
Ibu Rossy menambahkan,”Awalnya hanya mengisi waktu, lalu kami dedikasikan seluruh rasa cinta dan kepedulian kami untuk membantu anak-anak kurang mampu itu. Alhamdulilah, sekarang sudah lebih dari 600 siswa dari sekitar 2000 anak yang pernah bersekolah di Sekolah Darurat Kartini.”
 
Kisah mulia Rossi dan Rian diawali pada awal tahun 1990-an. Mereka merintis sekolah pertamanya di Jalan Banyo Raya, Kelapa Gading. Sekitar 2000 siswa aktif di sekolah tersebut. Barulah tahun 1996 mereka mendirikan sekolah-sekolah di kolong jalan tol seperti Rawa Bebek, Pluit, dan Angke. Selain siswa yang memang tinggal di kolong jembatan tersebut, Sekolah Darurat Kartini juga mempunyai siswa yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia Timur seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Sebagian dari mereka kini telah lulus dan kembali ke daerah asalnya.
 
Sekolah Darurat Kartini tidak hanya memberikan pendidikan formal. Semua siswa dibekali keterampilan seperti menjahit, memasak, membatik, seni, hingga olahraga. 
 
“Banyak lulusan kami yang sudah menjadi wirausahawan, atlet, bekerja di kementerian, polisi, guru, bahkan TNI,” ujar Ibu Rian.
 
Jalan mulia yang diusung Sekolah Darurat kartini tidak selalu mulus. Beberapa lokasi sekolah digusur karena terkendala izin.
 
“Kami sempat meminta bantuan Kopassus untuk mendirikan ‘lagi’ bangunan-bangunan sekolah itu. Karena, Satpol PP pasti takut menggusur bangunan yang diberi plang khusus milik Kopasus,” pungkas Ibu Rian.
 
Siswa Ibu Guru Kembar sangatlah beragam. Dari korban pelecehan seksual, anak-anak pengemis, bahkan anak-anak preman. Dampaknya, selain dilindungi Kopassus, Ibu Guru Kembar juga akrab dan dihormati di kalangan preman. Bagi preman-preman tersebut, Ibu Guru kembar adalah sosok orang tua bagi mereka.
 
 
Volunter dari Profesional
Lokasi sekolah yang bertempat di bawah jalan tol memang sekilas terlihat kumuh. Tapi, tidak bagi sarana ajarnya. Siswa-siswa tetap diberi seragam dan alat tulis layaknya sekolah formal. Bahkan, tenaga pengajar diisi oleh kalangan profesional seperti Adjat Wiratma seorang jurnalis yang menjadi dosen di akademi, Taufik Hidayat mantan atlet bulutangkis, juga Rani seorang karyawan bank yang menjadi guru bahasa Inggris. Mereka semua dibayar secara gratis.
 
Sepak terjang Sekolah Darurat Kartini bukan tidak dipandang sebelah mata. Selama 25 tahun berdiri, barulah pada tahun 2010 Kementerian Sosial akhirnya membantu sekolah ini. 
 
Hari Hikmat selaku pemerhati anak-anak sekaligus pekerja di Kementerian Sosial berpendapat, “Seharusnya pemerintah malu. Pekerjaan negara kini telah dikerjakan oleh Ibu Guru Kembar dengan sangat baik.” 
 
Kepada Akarpadinews,  Hari Hikmat menambahkan, “Tidak banyak orang yang berniat bekerjasama untuk membantu anak-anak miskin. Belum-belum mereka sudah menawarkan proyek komersial.” 
 
Dari kisah Ibu Guru Kembar di atas, rasanya, Jakarta membutuhkan lebih dari sekadar Ibu Guru Kembar, melainkan bapak-bapak, muda-mudi, bahkan pemerintah untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak kurang mampu. Bukan hal mustahil jika Indonesia bisa menjadi peringkat lima besar negara dengan mutu pendidikan terbaik jika orang-orangnya mempunyai niat mulia seperti Ibu Guru Kembar ini. |Adhimas Faisal
 
 
 
 
Editor : Nur Baety Rofiq
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 240
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 410
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 257
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 526
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1047
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 268
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 741
Momentum Cinta
Selanjutnya