(Sungguh Malang Bangsa Ini)

Ironi Kebebasan Pers

| dilihat 1986

PERS Indonesia, agaknya sedang mengalami proses degradasi luar biasa, selama berlangsung proses Pemilihan Presiden – Wakil Presiden RI 2014-2019. Ironisnya, media mainstrem (arus utama media) justru menangkalkan ruang proporsionalnya yang bernama independensi.

Keberpihakan media terhadap para Calon Presiden – Wakil Presiden sudah sampai ke tahap yang sangat mengabaikan kepentingan yang jauh lebih besar: rakyat atau konsumen media. Bahkan, untuk meninggalkan rakyat, khalayak pembacanya, media menyepak begitu saja berbagai asas jurnalisme. Mulai dari asas akurasi, verifikasi, dan rekonfirmasi.

Beragam format baru praktis jurnalistik, mengemuka kini. Mulai dari jurnalisme mutilasi yang mengedepankan reportase sangat subyektif terhadap seseorang. Nara sumber yang terverifikasi oleh sebagian media mainstream, dijadikan pisau dan parang untuk memutilasi siapa saja yang tak disukainya. Termasuk Calon Presiden – Wakil Presiden.

Keberpihakan yang bebal itu, bahkan dilakukan oleh para jurnalis senior, dengan merampas hak demokrasi dan obyektivitas news room. Maka, terciptalah noise information yang dilahap begitu saja oleh rakyat, sebagai konsumen media. Untuk hal itu, sebagian pengelola media menggunakan lembaga survey, yang juga sudah kehilangan integritas dan independensinya. Terutama, karena mereka mengusung ideologi baru: idealisme komersialistik dan komersialisme idealistik.

Belum lagi, di celah dinamika politik yang dubieus, brutal, dan menendang jauh akal budi, para pemilik dan pengendali media, tak segan menawarkan format baru jurnalisme, yang saya sebut, “jurnalisme tabrak lari.”

Sepanjang proses pemilihan umum Presiden – Wakil Presiden 2014, nyaris tak ada ruang katarsis yang memberikan udara segar bagi kehidupan bangsa ini ke masa depan. Kebebasan pers yang terus bertumbuh, melupakan kaidah-kaidah dan norma yang selama ini dianut.

Walter Lippmann pernah menyatakan, “A long life in journalism convinced me many presidents ago that there should be a large air space between a journalist and the head of a state.”  Boleh jadi, pernyataan itu tak akan berlaku di Indonesia. Terutama, karena pemilik, pengendali, dan institusi media itu sendiri menjadi bagian dari “tim sukses” Capres-Cawapres.

Tak ada ruang udara segar bagi masyarakat yang memungkinkan rakyat atau masyarakat luas, mempunyai pilihan-pilihan lain, karena media mendorong terciptanya kondisi dan situasi masyarakat berada di ruang pengap politik praktis yang dalam banyak hal, hanya memperdagangkan ilusi dan fantasi kebaikan. Bukan kebaikan dan kebajikan itu sendiri.

Para pemilik, pengendali, dan pelaksana operasional pers, lupa, bahwa Presiden – Wakil Presiden hanya mengurusi rakyat sekali dalam lima tahun, sedangkan jurnalis dan media mengurusinya setiap saat. Terutama kini, ketika teknologi informasi telah memungkinkan terjadinya media dengan multi platform dan multi format.

Inilah ironi kebebasan pers. Ironi yang sengaja dikondisikan dengan membiarkan pendapat yang tak mendidik mengisi lajur kolom dan laman media, yang berujung pada proses pembebalan masyarakat secara tragis. Benar apa yang dikata Oscar Wilde, “By giving us the opinions of the uneducated, journalism keeps us in touch with the ignorance of the community.” Tapi, siapa pemilik, pemimpin, dan pengendali news room yang mau peduli dengan hal ini?

Sungguhkah pers Indonesia sudah menjauhkan obyektivitas untuk menghadirkan kebenaran? Atau justru mempermainkan kebenaran dengan melakukan berbagai aksi pembenaran? Lantas menjadi bagian gelap kehidupan politik praktis devoila bandidos?

Boleh jadi, pers Indonesia sedang mengikuti jalan kompromi Hunter S. Thompson: “Absolute truth is a very rare and dangerous commodity in the context of professional journalism.” Kebenaran absolut merupakan komoditas sangat langka dan berbahaya dalam konteks jurnalisme profesional? Bila demikian, sungguh malang bangsa ini... ||

Editor : Web Administrator
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 524
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1616
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1396
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 944
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1171
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1435
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1583
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya