Lupakan Marketing Politik

| dilihat 1893

MUSIM kampanye Pemilihan Umum 2014 sudah akan tiba. Berbagai perusahaan marketing sudah mulai jualan aneka training dan nasihat kampanye politik. Salah satunya adalah marketing politik. Berbagai metode hasil ramuan dan akal-akalan dipadu-padankan. Kepada teman-teman aktivis partai politik, saya bilang, lupakan marketing politik. Karena dalam politik, marketing is nothing. Banyak faktor, yang menyebabkan kita harus mengatakan, bahwa dalam politik praktis, marketing is nothing.

Benar apa yang dikatakan Dough Witt, penasehat kampanye George Bush (Sr) dan George W. Bush, yang kini bersimpati kepada Barack Obama. Ahli marketing yang mencetuskan dan memelopori konsep B Marketing, dengan strategi piramidal marketing, itu bilang, hanya partai politik dan kandidat Presiden yang ingin gagal saja, yang akan sibuk dengan marketing politik.

Dalam dunia politik, partai, kandidat anggota parlemen, dan kandidat Presiden, bukanlah produk, bukan pula jasa. Di sisi lain, want dan need siapa saja di dunia politik praktis berbanding diametral dengan dunia marketing pada umumnya.

Marketing cenderung menempatkan people, konstituen, sebagai costumers, obyek. Padahal, dalam konteks pemilihan umum, konstituen – siapapun  mereka -- tak profesor, tak tukang obat pinggiran jalan, mempunyai posisi, status, dan segmentasinya sama. Mereka adalah subyek, sementara partai politik, calon anggota legislatif, dan kandidat presiden/wakil presiden adalah obyek.

Karena cenderung menempatkan konstituen sebagai obyek, maka seringkali partai politik, calon anggota legislatif, dan kandidat presiden/wakil presiden terjebak oleh mindset marketing yang mendorong produk dan jasa ke area kompetisi, dengan menggunakan ‘war strategy’. Mulai dari psywar, black campaign, serta metode usai head to head competition. Karena itu, strategi kampanye yang banyak ditawarkan, tak ubahnya strategi memasarkan benda mati. Sebagaimana tampak dari iklan-iklan politik yang ditayangkan di layar televisi kita saat ini.

Tawaran-tawaran para pemilik ambisi menjadi Presiden dan anggota parlemen relatif sama: menjual mimpi dan fantasi. Hanya satu dua saja yang membumi. Belakangan, yang getol mejeng di berbagai media pun tak banyak. Hanya Wiranto – Hari Tanoe, Aburizal Bakrie, Hatta Radjasa, dan Gita Wirjawan. Jualannya pun hanya bualan. Karena pada kenyataannya, boleh jadi yang mereka tawarkan hanyalah tawaran semu yang tak pernah mereka lakoni dalam kehidupan nyata. Padahal rakyat perlu keteladanan.

Barangkali, apa yang kita saksikan di layar televisi (jualan sosok diri), itu merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran yang buruk, dan menghadirkan citra politisi dan partai politik hanya sebagai pihak yang sibuk memperalat, memperebutkan, serta mempermainkan rakyat.

Karena amat mempercayai marketing politik, lihat dan rasakanlah bagaimana proses komunikasi politik bangsa ini tak pernah mampu membebaskan dirinya dari patronase -- patron client relationship di satu sisi, dan traditional authority relationship di sisi lain.

Kedua-duanya menempatkan rakyat sebagai client, dan para kandidat serta partai politik sebagai patron. Pola komunikasi semacam ini, memang sesuai dengan kebutuhan marketing, selalu menempatkan poduk barang dan jasa sedemikian berjarak dengan pasar, dan selalu menciptakan kondisi hilangnya dimensi kesetaraan antara produsen dan konsumen.

Dalam politik praktis, tentu model komunikasi semacam ini, justru akan menjadi boomerang. Maksud hati menciptakan positive image, yang diperoleh justru citra yang buruk. Apalagi, pengalaman rakyat memilih – khususnya melalui Pemilu anggota DPR, DPRD, MPR, DPD, dan Pemilihan Kepala Daerah – membuktikan, bahwa pesan yang disalurkan melalui proses komunikasi politik saat kampanye, berbanding diametral, ketika telah menjelma menjadi realitas pertama kehidupan sehari-hari.

Dari sudut pandang imagineering, untuk memenangkan pemilihan umum, sebagian terbesar aneka teori marketing, terbukti menimbulkan fenomena yang buruk. Yakni, menurunnya angka partisipasi konstituen dalam memilih. Meningkatnya jumlah konstituen yang tidak memilih (golongan putih) dalam pemilihan kepala daerah, misalnya, membuktikan marketing politik merupakan sesuatu yang nothing.

Mengandaikan metode idealistic frame sebagai salah satu intrumen imagineering, kita menyaksikan dengan seksama, dalam politik praktis, khusunya pemilihan umum yang melibatkan begitu banyak konstituen, dan memerlukan partisipasi konstituen yang besar, yang sangat diperlukan oleh partai politik dan para kandidat, bukanlah juru kampanye. Melainkan para ambassador, alias juru galang yang mampu melakukan penggalanggan konstituen, sekaligus melakukan proses transformasi (edukasi dan sosialisasi) politik.

Mereka inilah yang akan membebaskan partai, caleg, dan kandidat (bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur, presiden/wakil presiden) dari ‘perburuan di kebun binatang’ atau ‘pertempuran di barak sendiri’, karena yang mereka lakukan justru melakukan proses pergerakan dan perluasan konstituen. Karena itu, sukses kampanye belum tentu dapat menjadi indikator untuk memperoleh kemenangan. Sebaliknya, sukses penggalangan akan menentukan indikator kemenangan dan political benefit yang berkepanjangan.

Dan kemenangan, tak hanya diukur oleh angka peroleh suara usai pemilihan. Melainkan komitmen dukungan yang konsisten. Karena inilah pula, yang kelak akan mengikat partai, anggota legislatif, para kepala daerah, presiden dan wakil presiden, terhadap visi, misi, dan grand strategy, yang tercermin di dalam program, rencana aksi, dan kegiatan pembangunan, selama lima tahun ke depan.

Barack Obama membuktikan, imagineering politik memenangkan visi, misi, dan grand strategy perubahan dan pembaruan suatu bangsa. Dari hanya sekadar memenangkan pemilihan. Jadi, lupakan marketing politik, bila bangsa ini ingin memenangkan rakyatnya. Bukankah ketika rakyat sudah bosan dengan retorika, akhirnya mereka menjauh dan memilih calonnya sendiri yang tak bisa kita duga, siapa?. |

Editor : N Syamsudin Haesy
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 249
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 344
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 538
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1062
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 291
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 756
Momentum Cinta
Selanjutnya