[Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah]

OGOH - OGOH

| dilihat 2652

NASIB pemimpin di Indonesia (terutama Presiden) sungguh mengerikan. Dipuja di awal, didukung di tengah, dihancurkan di penghujungnya. Hampir semua pemimpin bangsa ini, nyaris seperti Ogoh-Ogoh. Dirancang, didesain, dikemas, dan dibangun dengan sangat luar biasa dan melibatkan begitu banyak elemen. Eh, belakangan, dibakar ramai-ramai.

Cobalah baca ulang sejarah. Telusuri setiap depan perjalanan kepemimpinan nasional. Ambil saja mulai dari era Proklamasi Kemerdekaan. Bung Karno diculik, diboyong ke Rengasdengklok – Karawang oleh sekelompok pemuda, lantas dipaksa menyampaikan proklamasi kemerdekaan. Kemudian dinobatkan sebagai Presiden Republik Indonesia pertama, dan menggerakkan era “politik sebagai panglima.” Ketika Pemilihan Umum 1955 sukses mewujudkan demokrasi dan formatnya harus berubah-ubah karena ekspektasi besar terhadap kebebasan dan demokrasi, akhirnya terjadi banyak persoalan.

Untuk dan atas nama kesinambungan pemerintahan, beragam cara dilakukan Bung Karno, yang akhirnya tak kuat dengan arus besar demokrasi liberal. Ujungnya, terbitlah Dekrit Presiden dan berlakukan Demokrasi Terpimpin. Sistem pemerintahan parlementer berubah menjadi Presidensial, dan malang, Bung Karno terombang ambing oleh arus besar kekuatan politik praktis.  Ia pun mengambil jalan pintas: membubarkan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Masyumi. Untuk kelanggengan kekuasaannya, sejumlah lawan politiknya, dia ringkus dan mengirimnya ke penjara  dengan beragam alasan dan cara. Begitu juga pers, mengalami berkali-kali pers breidel, para pemimpinnya, seperti Mochtar Lubis, pun dipenjarakan.

Beragam julukan diberikan, mulai dari Pemimpin Besar Revolusi, Panglima Tertinggi Angkatan Perang, Presiden Seumur Hidup, sampai Waliyul Amri Dharuri bis Syaukah. Di ujung kekuasannya nasib tragis menimpa: Bung Karno diturunkan sebagai tahanan politik dan wafat dan kondisi sangat memprihatinkan.

Hujatan dan cacian tak henti-henti, seperti paduan suara panjang yang mengiringi antrean panjang rakyat di berbagai tempat untuk mendapatkan beras, bulgur, minyak tanah, dan minyak kelapa. Perekonomian negara centang perenang akibat gairah politik yang membahana. Gelora Trisakti tak mewujud sampai akhirnya demonstrasi massa mahasiswa bergerak begitu rupa, lantas memunculkan idola baru Jendral Soeharto.

Mahasiswa dan rakyat mengelu-elukan Jendral Soeharto. Politik tak lagi jadi panglima. Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan. Ekonomi pembangunan menjadi panglima. Repelita I, II, III, IV, dan V dirancang dan dilakoni. Gemerlap pembangunan terjadi di mana-mana, bahkan sampai ke pedesaan melalui proyek INPRES, meliputi jalan, jembatan, sekolah, gudang KUD (Koperasi Unit Desa), puskesmas, sampai samijaga (sarana minum dan jamban keluarga).

Politik represif dilanjutkan. Sejumlah penggiat aksi mahasiswa naik menjadi Menteri dan berbagai jabatan lainnya. Demokrasi Terpimpin berubah menjadi Demokrasi Pancasila yang disangga tiga partai fusi: Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia. Pers pun harus menjadi monoloyalis. Aturan sangat ketat. Untuk menjadi Pemimpin Redaksi, selain harus mengikuti penataran P-4 harus memenuhi beragam persyaratan, termasuk rekomendasi PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan lain-lain. Pers Breidel pun berlaku. Beberapa surat kabar dan majalah dibreidel. Paling tidak, mengalami black out paper. Kebebasan Pers pun terus dalam tekanan.

Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dikembangkan melalui praktik kekaryaan. Karir pamong praja terhambat, karena sebagian besar Bupati, Walikota, dan Gubernur diangkat (melalui lakon sandiwara politik DPRD) dari kalangan ABRI.  Asas monolitik dan monoloyalitis pun berlangsung. Semua serba tunggal karena berlaku prinsip asas tunggal bagi seluruh partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Yang menarik adalah: merebaknya konglomerasi dengan beragam cara dan kebijakan, termasuk kebijakan soal ‘tata niaga.’ Tapi, di penghujung kepemimpinannya, keprihatinan menyergap Presiden Soeharto. Mahasiswa bergerak dipimpin para orang tua yang tak putus dirundung gundah. Dan, seperti Soekarno, Presiden Soeharto juga tumbang karena penghianatan dari dalam kabinetnya sendiri.

Era Reformasi bergulir. Presiden BJ Habibie yang didapuk menjadi Presiden dan mempercepat penyelenggaraan Pemilu 1999, dihianati oleh kawan seiring. Kemudian dipermalukan di Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan teriakan huuuuuuuuu.... tanpa etika oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang amat beragam latar belakangnya. Megawati Soekarnoputri yang partainya (PDI Perjuangan) memenangkan Pemilu 1999 tak langsung jadi Presiden, karena Poros Tengah yang dimotori Amien Rais bergerak di Sidang Umum MPR yang dipimpin Amin Rais.  Akhirnya, terpilihlah KH Abdurrahman Wahid, satu-satunya ‘orang sehat’ di tengah ‘masyarakat sakit’ kala itu, sebagai Presiden RI. Megawati mendampinginya sebagai Wakil Presiden.

Tokoh demokrasi ini pun tak habis diguncang storm und drang. Beliau ‘diturunkan’ selepas memilih jalan Soekarno: menerbitkan Dekrit Presiden. Megawati Soekarnoputri pun menjadi Presiden. Dalam pemilihan Wakil Presiden di Sidang Umum MPR, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Fraksi TNI dikalahkan oleh Hamzah Haz – Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hiruk pikuk politik pun terjadi lagi, ketika banyak kebijakan yang ditempuh Megawati membuat orang bertanya tentang praktik nasionalisme. Terutama, karena banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Indosat dan Telkom dijual sahamnya ke bursa saham.

Temasek (Singapura) memborong saham Indosat, Telkom hampir separuh sahamnya dibeli oleh salah satu bank ternama di Amerika Serikat yang disembunyikan sebagai saham publik lewat The New York Stock Exchanges. Kapal Tangker Pertamina juga dijual, sehingga Pertamina kudu nyewa kapalnya sendiri. Tak hanya itu, dalam banyak hal, selama masa pemerintahan Megawati – Hamzah HAZ, impor beras dari Vietnam juga merebak, termasuk impor daging sapi dari Australia, dan impor gandum dari Amerika Serikat. Seperti iklan kampanye PDIP yang baru (versi nasi tumpeng), yang mengingatkan kita terhadap kebijakan Megawati kala itu. Pendek kata, di bawah kepemimpinan Megawati, Indonesia (memang TIDAK) hebat.

Pemilu 2004, Rakyat mengelu-elukan Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan M. Jusuf Kalla (yang perannya diabaikan Golkar). Pasangan ini mengakhiri masa pemerintahan pada waktunya. Pada Pemilu 2009, SBY maju dengan pasangan Boediono, JK juga melenggang sebagai Capres bersama Wiranto yang dikenal dengan julukan JK – WIN. Megawati maju berpasangan dengan Prabowo Subianto. Akhirnya SBY – Boediono maju sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Sepuluh tahun masa pemerintahannya, SBY tak pernah henti menjadi bulan-bulanan. Terutama ketika ‘bulan madu’ dengan media yang mengusungnya sebagai ‘media darling’ kian surut. Belakangan, ketika memimpin bangsa ini dengan Boediono, nyaris tak ada hari tanpa hujatan kepadanya. Kasus Century menjadi terminal bully yang tak habis-habis hingga pemerintahan nyaris sampai di ujung.

Penghianatan internal juga dilakukan oleh sejumlah orang yang entah bagaimana bisa menguasai Partai Demokrat. Aneka kasus masuk ke ranah hukum setelah diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi. Elektabilitas Partai Demokrat juga merosot tajam. Kampanye buruk untuk menghancurkan citra SBY terus bergulir, bahkan ketika ia harus memimpin langsung Partai Demokrat sebagai Ketua Umum, seperti yang pernah dilakukan Megawati Soekarno Putri yang tetap sebagai Ketua Umum PDIP meski sebagai presiden atau Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Partai Golkar ketika menjabat Wakil Presiden. Pendek kata, SBY sebagai pemimpin yang dikemas begitu rupa dulu, kini dibelam tak usai sudah.

Sekarang, Jokowi dirancang, dikemas, dan dinobatkan sebagai Presiden. Akankah dia juga  dibelam nanti? Seperti pemimpin lain yang kita perlakukan sebagai pemimpin ogoh-ogoh? Sejarah akan mencatat dan zaman akan membuktikannya.. |

Editor : Web Administrator
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 244
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 417
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 264
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 525
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1619
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1398
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya