Bioenergi Bahan Bakar Alternatif Masa Depan

| dilihat 813

Bioenergi merupakan salah satu bahan bakar alternatif masa depan sebagai bagian tak terpisahkan dari energi berkelanjutan.

Pada pembukaan Indonesia Sustainability Forum 2023 dengan tema Cultivating a Greener Future: Fostering Capability and Sustainability with Alternative Fuels di Jakarta, 7 September 2023, mengemuka pandangan, untuk membangun energi berkelanjutan, seluruh komponen bangsa perlu bersama-sama menyatukan langkah. Khasnya dalam rangka mengeksplorasi potensi dan kemampuan memproduksi bahan bakar  tersebut.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi (ESDM), Tutuka Ariadji dalam sambutannya mewakili Menteri ESDM menyampaikan, bioenergi memainkan peran penting dalam transisi energi, khususnya dekarbonisasi di sektor transportasi dengan menyediakan solusi rendah karbon.

Bioenergi, ungkapnya, merupakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil yang berpengaruh positif karena diproduksi dari sumber terbarukan, sekaligus memberikan nilai tambah melalui hilirisasi industri pertanian dalam negeri.

Selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani kecil, bioenergi juga akan menghadirkan kondisi sedikit emisi gas rumah kaca dibandingkan bahan bakar fosil, memberikan kesempatan kerja, menjaga keamanan energi nasional. Sekaligus mengurangi impor bahan bakar dan menghemat devisa negara dan neraca perdagangan.

“Industri bioenergy memerlukan cara-cara inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, menghasilkan bahan bakar berkualitas dengan harga terjangkau, meningkatkan daya dukung lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan petani,”kata Tutuka.

Energi Hijau

Pada kesempatan yang sama, Direktur Strategi Portfolio dan Pengembangan Usaha (SPPU) PT Pertamina (Persero), A. Salyadi Saputra menjelaskan emisi dari sektor transportasi akan terus meningkat dan bioenergi bisa menjadi jawaban untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan termasuk menjadi solusi untuk mengurangi emisi global.

"Pertamina dalam berinvestasi di bidang bioenergi khususnya Biofuel, dapat memberikan manfaat jangka pendek sekaligus berkontribusi kepada masa depan yang berkelanjutan," ungkap Salyadi

Pertamina juga menyadari bahwa menuju energi hijau dibutuhkan peningkatan kapabilitas dan keahlian untuk memberikan manfaat pada lingkungan, ekonomi dan sosial.

Pertamina, menurut Salyadi, mengambil bagian dalam Indonesia Sustainability Forum sebagai ajang yang dapat melahirkan kolaborasi-kolaborasi besar demi masa depan dunia yang lebih hijau dan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

“Kita membuka diri terhadap peluang inovasi dan kerjasama demi energi bangsa yang lebih baik,”pungkas Salyadi.

Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

Ketahanan Energi

Pandangan tentang bioenergi yang mengemuka dalam Indonesia Sustainability Forum 2023 tersebut, relevan dengan berbagai upaya yang sedang berlangsung di seluruh dunia.

Pada tahun 2022, produksi biofuel global sebagaimana dicatat Statista, mencapai 1.914 ribu barel setara minyak per hari, dibandingkan dengan 180 ribu barel setara minyak per hari yang diproduksi pada tahun 2000. Pertumbuhan tersebut sebagian besar dipacu oleh kebijakan yang mendorong penggunaan dan produksi.

Penggunaan biofuel karena adanya persepsi bahwa biofuel dapat memberikan ketahanan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor terkait. Biofuel dapat bermanfaat karena dampak lingkungannya yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan bakar fosil serta konsumsi bahan limbah yang biasanya dibuang.

Selain itu, memadukan mandat, kriteria keberlanjutan, standar kualitas bahan bakar, dan tarif impor telah berdampak pada pasar biofuel. Pasar biofuel global diperkirakan akan mencapai ukuran pasar lebih dari 200 miliar dolar AS pada tahun 2030.

Biofuel yang paling umum adalah bioetanol dan biodiesel. Bioetanol disintesis dari karbohidrat seperti biomassa selulosa. Biji-bijian kasar dan tebu adalah dua bahan baku etanol yang paling umum digunakan, namun hal ini mungkin berbeda-beda di setiap wilayah.

Pengendalian Kebijakan

Biodiesel dihasilkan dari lemak dan minyak. Minyak nabati merupakan salah satu bahan baku yang paling umum digunakan dalam produksi biodiesel, sedangkan bahan baku non-pertanian seperti limbah menjadi lebih relevan di wilayah seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Sebagian terbesar produksi bioenergi masuk terkonsentrasi di Amerika Serikat, Brasil, dan Uni Eropa (UE). Produksi bisa menjadi lebih tersebar jika program pembangunan di negara lain, seperti Malaysia, Indonesia, dan Tiongkok, berhasil.  Ketiga negara ini, kaya dengan bahan baku utama untuk memproduksi biofuel.

Dalam berbagai hasil riset, termasuk yang dilakukan Economic Research Service - Kementerian Pertanian Amerika Serikat, ekspansi pesat dalam produksi biofuel telah meningkatkan ekspektasi mengenai potensi pengganti bahan bakar berbasis minyak, terutama kenaikan harga komoditas terhadap sistem pangan global yang semakin besar.

Prakiraan tersebut sejalan dengan kenaikan harga hasil produksi pertanian tanaman pangan rata-rata per tahun. Berbagai negara melakukan upaya pengendalian penggunaan tanaman pangan untuk kepentingan biofuel.

Pemerintah Tiongkok, misalnya, mengambil kebijakan moratorium perluasan penggunaan jagung untuk etanol karena kenaikan harga pakan dan mempromosikan bahan baku lain yang tidak bersaing langsung dengan tanaman pangan, seperti singkong, sorgum manis, dan jarak pagar (tanaman penghasil minyak yang berasal dari Selatan Amerika..

Pemerintah Indonesia menaikkan bea ekspor minyak sawit mentah, yang juga digunakan dalam produksi biodiesel, untuk memperlambat kenaikan harga minyak goreng dalam negeri.

Kolaborasi

Syarikat Islam (SI), organisasi kemasyarakatan Islam modern kesadaran kebangsaan Indonesia pertama (kelanjutan dari Serikat Dagang Islam dan berdiri sejak 1905), dengan fokus pada dakwah ekonomi, sejak sepuluh tahun terakhir memusatkan perhatian pada produksi tanaman pangan. Termasuk bahan baku bioenergy.

Hamdan Zoelva, Presiden Syarikat Islam, di sela Musyawarah Kerja Nasional  organisasi tersebut (29/8/2) mengemukakan, dinamika harga minyak berbasis fosil, merupakan faktor terpenting yang meningkatkan daya saing bahan bakar alternatif, termasuk biofuel.

Menurutnya, peluang bioenergi memperluas peluang peningkatan efisiensi, mendorong konservasi energi, dan menghasilkan peningkatan pasokan dari sumber energi tradisional dan alternatif.

Melalui Gertasi (Gerakan Tani Syarikat Islam), organisasi yang pernah dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim tersebut memusatkan perhatian pada peningkatan produksi jagung dan singkong, sebagaimana mengemuka dalam musyawarah kerja tersebut.

Ia berkeyakinan, Indonesia melalui Pertamina sebagai perusahaan energi nasional berkelas dunia, mampu memainkan peran strategis dalam memproduksi biofuel. Karenanya, menurut Hamdan yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut, Pertamina perlu membuka  lebih luas kolaborasi dengan petani yang memproduksi bahan baku bioenergi, khasnya biofuel.

Tak ada pilihan lain, ujar Hamdan. Indonesia harus menjadi pemain utama dalam bioenergi. | Syaf / Tian

Editor : delanova | Sumber : pertamina dan berbagai sumber
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 527
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1620
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1400
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 951
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1175
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1440
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1586
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya