HUT ke-205 Kota Bandung

Bandung Heurin Ku Tangtung

| dilihat 8508

AKARPADINEWS.COM | BANDUNG, ibu kota Propinsi Jawa Barat, menyandang berbagai julukan. Mulai dari Paris Van Java, kota kembang, kota pendidikan, kota kreatif, kota kuliner hingga kota pariwisata. Berbagai julukan itu menunjukan Bandung memiliki daya pukau yang melebihi kota-kota lain di Indonesia.

Dan, di usianya yang makin senja, warga dan Pemerintah Kota Bandung berupaya menjadikan Bandung sebagai kota yang unggul, nyaman, dan sejahtera, melalui konsep Bandung Smart City.

Minggu malam (8/11) lalu, dalam rangka acara puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Bandung ke-205 setiap tanggal 25 September, ribuan warga Kota Bandung memenuhi jalan Asia Afrika. Meskipun Bandung sempat diguyur hujan deras, namun mereka terlihat antusias menyaksikan pawai Bandung Light Festival.

Setiap detail di jalanan Kota Bandung, pada malam itu dipadati arak-arakan kendaraan hias dengan lampu berwarna-warni  dan beraneka kreasi maupun inovasi. Dengan tema Animalia, berbagai komunitas yang menjadi peserta pawai, mengkreasikan sedemikian rupa berbagai kendaraannya, menyerupai zebra, rusa, kambing, kelinci, burung, ikan, gajah, dan sebagainya.

Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil berharap, warganya mewujudkan Bandung sebagai kota juara yang unggul, nyaman, dan sejahtera melalui konsep Bandung Smart City. Kang Emil, demikian sapaan lelaki kelahiran Bandung, 4 Oktober 1971 itu mengatakan, salah satu upaya menjadi Smart City, Bandung harus terus berupaya menjadi kota modern yang mampu bersaing secara global.

“Infrastruktur terus pelan-pelan dicicil (pembangunannya). Kita juga ingin warga Bandung bahagia. Hal seperti ini (Bandung Light Festival) merupakan bagian dari perayaan kami,” tuturnya.

Konsep Bandung Smart City dan slogan Bandung Juara sebagai slogan baru kota ini, tentu tidak hanya diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur semata. Jika hanya mengedepankan pembangunan fisik dan tata kota semata, maka akan lebih menjadikan Bandung Heurin Ku Tangtung, sesuai ramalan Sunda Kuno dari para sesepuh yang pernah dikawihkan (dinyanyikan) sekitar tahun 1950-an dan 1960-an. Salah satu liriknya, “Bandung…. Bandung… Sasakala Sangkuriang di lingkung gunung, heurin ku tangtung. Puseur kota nu mulya Parahiyangan…

Heurin dalam bahasa Sunda berarti sempit. Sementara tangtung artinya berdiri. Bandung heurin ku tangtung berarti, orang-orang akan berdiri berdesakan karena padat penduduknya. Dan, kenyataan menunjukan, kota yang awalnya didesain hanya untuk sekitar 600 ribu jiwa itu kini dihuni lebih dari 2,4 juta jiwa. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kepadatan penduduk Kota Bandung mencapai 14.228 orang per kilo meter persegi.

Meskipun dihuni banyak pendatang, Bandung adalah Puseur kota nu mulya Parahyangan atau Ibu Kota Parahyangan. Daya tarik Bandung mampu menyedot banyak orang dari luar Bandung untuk menetap di sana. Bandung pun harus terbuka kepada warga dari luar, yang tertarik untuk menetap, mencari nafkah, mencari ilmu, menanam investasi, berwisata maupun berbelanja. Karenanya, setiap hari Sabtu dan Minggu, atau pada hari-hari libur nasional, Bandung selalu dipenuhi warga dari Jakarta atau kota-kota lainnya.

"Bandung Penuh Sanjung,” jelas budayawan Haryoto Kunto (Alm) yang dikenal sebagai kuncen Kota Bandung.  Melalui buku berjudul, Wajah Bandoeng Tempo Doloe, ia menceritakan tentang kerinduan yang mendalam sejumlah orang Indo atau Belanda yang sudah kembali ke negerinya terhadap Kota Bandung.

Cerita ini dilanjutkan dengan membahas berbagai julukan yang pernah disematkan kepada Kota Bandung, seperti Paradijs op Aarde, Paradise in Exile, sampai Bandung Kota Intelektual. Kunto pun menyoroti pembangunan kota yang mengarah Jakarta sentris.

Ia menulis, "Adalah usaha yang sia-sia, melawan dan membendung arus modernisasi dan kemajuan yang melanda masyarakat, maupun kota-kota besar di Indonesia. Namun, kita harus cukup selektif dalam memilih teknologi yang akan diterapkan dalam planning dan pembangunan kota. Sebagai contoh, apakah tepat pengoperasian bis kota dengan ukuran long chassis dan mempunyai berat melebihi kekuatan jalan di Bandung yang sempit dan penuh tanjakan?”

Kunto dalam bukunya mengulas kilas balik sebagian besar Tatar Bandung yang saat itu masih berupa hutan dan rawa-rawa dengan beberapa kampung kecil di beberapa tempat. Betapa cantiknya Kota Bandung tempo dulu, betapa rinci perancangannya, dan betapa nyaman suasananya. Sayang, semua itu hanya cerita tempo dulu.

Bandung berubah setelah perpindahan ibukota kabupaten diikuti dengan perpindahan pusat pemerintahan Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung pada tahun 1864. Dampaknya, terjadi perkembangan karena pembangunan Kota Bandung sehingga membuat orang berdatangan. Masalahnya, perkembangan yang terjadi, setelah kemerdekaan, justru berlawanan dengan keadaannya dulu.

Kecantikan dan kenyamanan Bandung pelan-pelan memudar akibat pembangunan yang tidak terkendali dan kesadaran sejarah para penghuni kota yang sangat kurang. Wajah Bandung tempo dulu bermetamorfosis menjadi Bandung yang sesak oleh kafe, pusat perbelanjaan, rumah penduduk, pendatang hingga kemacetan.

Ketika saat ini penduduk Bandung menghadapi kenyataan dari kebenaran ramalan dan analisa Haryoto Kunto, solusi yang dapat ditempuh adalah mengurangi kepadatan penduduk. Pembangunan tata kota harus terus dijalankan, dengan lebih mengutamakan strategi kebudayaan yang dikaji dari aspek sosiologis maupun antropologis. Kolaborasi antara masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung dalam penanganan masalah ini juga perlu ditingkatkan. Jika tidak, Kota Bandung tak ubah Kota Jakarta yang panas dan semrawut.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 757
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 911
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 865
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 262
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 485
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 475
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 446
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya