KPK VS Polri

Berharap Pada Wakil Tuhan

| dilihat 1439

AKARPADINEWS.COM| Palu pengadilan yang diketok hakim Sarpin Rizaldi, memancing riuh khalayak. Bagaimana tidak, Sarpin menorehkan namanya sebagai hakim yang pertama kali menganulir status tersangka korupsi yang dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia menggunakan kewenangannya sebagai hakim, dengan membatalkan upaya komisi antirasuah menyeret Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan, tersangka korupsi dalam perkara kepemilikan rekening mencurigakan.

Hakim tunggal yang mengadili gugatan praperadilan yang dilayangkan kubu Budi Gunawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan itu menjadi "algojo" yang menghadang laju KPK memberantas korupsi. Bisa jadi, setelah Budi Gunawan, para tersangka maupun terpidana korupsi, akan melakoni langkah serupa.

Mereka akan memperkarakan kewenangan dan prosedur pengusutan perkara korupsi yang dilakukan KPK. Kewenangan KPK sebagai lembaga superbody dalam memberantas korupsi pun dikhawatirkan akan terpangkas. Akibatnya, korupsi, patalogi akut, makin menggerogoti sendi-sendi kehidupan di negeri ini.

Wajar, putusan Sarpin itu mengundang kemarahan publik. Koalisi Masyarakat Sipil memperkarakan Sarpin ke Komisi Yudisial (KY) lantaran melampaui kewenangan dalam memutus perkara praperadilan. Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Andi Tumpa menganggap aneh putusan Sarpin yang menyatakan penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK, tidak sah. Putusan Sarpin itu melampaui Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketentuan itu tidak menjadikan penetapan tersangka sebagai obyek gugatan praperadilan.

Hakim praperadilan hanya memeriksa dan memutus, sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Karenanya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyatakan, setelah gugatan praperadilannya dikabulkan hakim, bukan berarti Budi Gunawan tidak lagi bisa ditetapkan tersangka. Menurut Jimly, KPK bisa memperbaiki proses penetapan tersangka terhadap Budi.

Dengan kata lain, KPK hanya mengoreksi prosedur dan teknis penyelidikan dan penyidikan, bukan menghentikan pengusutan kasus dugaan rekening mencurigakan mantan ajudan Presiden keempat, Megawati Soekarnoputri itu.

Dalil Sarpin yang menyatakan Budi Gunawan tidak dapat diusut KPK karena bukan penegak hukum, sulit diterima logika hukum. Bagaimana mungkin, Sarpin menyimpulkan jika Budi Gunawan bukan aparat penegak hukum lantaran dugaan kepemilikan rekening gendut yang diusut KPK saat Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Polisi yang pangkat terendah adalah aparat penegak hukum. Karenanya, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum maupun penyelenggara negara seperti diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Jika dalil Sarpin itu dijadikan yurisprudensi, maka hakim-hakim lain dikhawatirkan menggunakan dalil serupa. Penyelenggara negara seperti kepala dinas maupun pejabat di bawahnya yang terindikasi korupsi bisa mengelak diperiksa KPK karena mengklaim bukan penyelenggara negara.

Anehnya lagi, Sarpin menyatakan jika perkara Budi Gunawan tidak menjadi perhatian masyarakat. Dia menilai, perkara Budi baru mencuat saat menjadi calon Kapolri. Sarpin lupa. Sejak tahun 2010, publik menyoroti kasus rekening mencurigkan sejumlah perwira tinggi kepolisian, termasuk Budi Gunawan. Namun, kasus itu tak bisa dibongkar lantaran ketertutupan Mabes Polri.

Putusan Sarpin bakal menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi. Putusan itu pun semakin mencoreng institusi pengadilan yang masih dijangkiti hakim-hakim wani piro. Hakim, sejatinya menjadi Wakil Tuhan yang menangani perkaratanpa pandang bulu. Mereka dituntut adil dan telitidalam menilai bukti. Mereka juga tidak sekadar memutus perkara.

Namun, menggali lagi informasi seputar kasus korupsi sehingga dapat menyeret aktor-aktor lainnya. Hakim juga perlu mempertimbangkan doktrin utilitarianisme tentang kemanfaatan hukum untuk menyelesaikan, bukan sekedar memutusi sebuah perkara yang diadili.

Karenanya, upaya mengusut kasus korupsi, termasuk dugaan kepemilikan rekening mencurigakan Budi Gunawan, tidak boleh berhenti. Masih ada celah bagi KPK untuk mengajukan kasasi ke MA. Para hakim agung yang bertugas di benteng terakhir para pencari keadilan itu diharapkan dapat benar-benar menjadi wakil Tuhan yang memutus perkara seadil-adilnya dan tidak mengabaikan keadilan masyarakat.

Putusan yang ditetapkan Sarpin, belum inckracht, sebelum MA memutuskan kasasi. Karenanya, maka sangat bijak putusan Presiden Jokowi yang membatalkan pelatikan Budi Gunawan dan mencalonkan Komjen Polisi Badrodin Haiti sebagai Kapolri. Putusan itu patut diapresiasi karena Jokowi mengabaikan desakan politisi di Senayan dan sejumlah pihak yang pro Budi Gunawan. Sebagai kepala negara dan pemerintahan, Jokowi berhak untuk mengangkat dan memberhentikan Kapolri.

Semoga sosok Badrodin memenuhi kualifikasi yang diharapkan publik. Setidaknya, memperhatikan saran dari Buya Syafi'i Maarif jika Presiden perlu memilih calon Kapolri yang paling sedikit dosanya. Masih banyak perwira polisi di negara ini yang bersihdan berwibawa, yang mampu memulihkan citra Polri di hadapan masyarakat.

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 261
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 485
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 475
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 446
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 272
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 368
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya