Duo Korea Tak Henti Berseteru

| dilihat 2467

AKARPADINEWS.COM | JURU runding Korea Utara dan Korea Selatan melanjutkan pembicaraan pada Minggu (23/8), setelah negosiasi semalaman tak menemui titik terang. Pertemuan yang jarang dilakukan itu digelar untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea yang dikhawatirkan dapat bermuara pada konflik bersenjata.

Pertemuan yang digelar di sebuah desa, Panmunjom yang berada di Zona Demiliterisasi (DMZ) itu dimulai pada Sabtu malam, tak lama setelah batas waktu yang diberikan Korea Utara kepada Seoul agar menghentikan propaganda anti Pyongyang berakhir.

Kantor kepresidenan Korea Selatan pada Sabtu lalu menyatakan bahwa penasehat presiden di bidang keamanan Kim Kwan-jin dan Menteri Unifikasi Hong Yong-Pyo akan bertemu dengan juru runding dari Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK). "Dalam pembicaraan tersebut, kedua belah pihak banyak membahas cara untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara," ucap juru bicara kepresidenan Korea Selatan, Min Kyung-wook.

DPRK telah memperingatkan Korea Selatan agar menghentikan propaganda. Jika hingga Sabtu pagi peringatan itu tidak digubris, Pyongyang mengancam akan meluncurkan serangan militer. Peringatan itu disambut dingin Korea Selatan dan akan membalas serangan militer yang lebih mengerikan kepada Korea Utara.

KCNA, media pemerintah Korea Utara, Minggu (23/8) terus melancarkan kabar provokatif. Rakyat Korea Utara dilaporkan siap perang. Sekitar satu juta pemuda telah mendaftarkan diri untuk bergabung dengan militer untuk berperang. Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, sebelumnya telah memerintahkan tentaranya untuk siaga menghadapi perang dan meluncurkan serangan-serangan dadakan.

Kementerian Luar Negeri Korea Utara menyatakan militer dan rakyatnya siap untuk mengamankan negaranya dan terlibat habis-habisan dalam perangan. Sikap Pyongyang itu tidak cuma menggertak.

Pyongyang menolak semua klaim Seoul yang menuding Pyongyang yang pertama kali menebar provokasi. Pyongyang membalas dengan tuduhan, Seoul yang memproduksi ketegangan. "Ini adalah tuduhan tidak berdasar, berdasarkan bukti ilmiah," tegas Kim Yong Chol, direktur investigasi Tentara Rakyat Korea.

Dia menegaskan, jika Korea Utara dianggap telah melakukan serangan, maka serangan yang dilancarkan tidak akan jatuh ke sebuah bukit rendah seperti klaim yang dinyatakan pihak Departemen Pertahanan Korea Selatan. Kamis lalu, Seoul menuding Pyongyang menembakkan empat peluru ke wilayah Selatan, yang direspon dengan rentetan artileri ke arah Utara. Inilah yang memicu kemarahan Kim Jong-un, yang memerintahkan tentaranya siaga di garis terdepan.

Ketegangan telah mengemuka sejak awal bulan ini ketika dua tentara Korea Selatan terluka akibat terkena ranjau darat di sepanjang perbatasan. Korea Utara membantah telah meletakkan ranjau-ranjau itu. Pada hari berikutnya, Seoul melancarkan propaganda siaga perang menghadapi Pyongyang.

Pertemuan di Panmunjom itu diharapkan menghasilkan keputusan positif. "Kedua belah pihak berada di bawah tekanan besar untuk mendapatkan sesuatu dari pertemuan tersebut," kata Jeon Young-sun, profesor kajian humaniora dari Universitas Konkuk di Seoul. Apalagi, pertemuan tingkat tinggi sebelumnya belum pernah dilakukan.

Pembicaraan tingkat tinggi antara kedua negara merupakan pertemuan langka dalam beberapa tahun terakhir. Dua utusan Pyongyang sebelumnya melakukan kunjungan tak terduga pada Oktober lalu ke Selatan untuk menghadiri upacara penutupan Asian Games, di mana mereka bertemu Kim Kwan-jin, penasehat keamanan nasional Presiden Korea Selatan.

Duo Korea, masih terjebak dalam pusaran konflik sejak meletup Perang Kore tahun 1950-1953. Meski berakhir dengan gencatan senjata, dua negara serumpun itu belum mengikat dalam perjanjian damai. Masalah utama yang dihadapi dalam proses negosiasi itu adalah repatriasi tawanan perang. China, Korea Utara, dan tentara PBB, tidak bisa membuat kesepakatan karena banyak tentara China dan Korea Utara yang menolak kembali ke Utara.

Pada tanggal 27 Juli 1953, proposal gencatan senjata dari India disetujui oleh Korea Utara, China, dan tentara Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dalam persetujuan tersebut tertulis bahwa pihak-pihak yang terlibat menciptakan sebuaeh Zona Demiliterisasi Korea. Namun, Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee menolak menandatangani karena dianggap tidak berpartisipasi dalam perjanjian tersebut. Utara dan Selatan pun dibayangi perang dingin.

Hubungan kedua negara memanas tatkala di tahun 2010 lalu, kapal perang Korea Selatan yang mengangkut 100 personel tenggelam di sekitar perairan kepulauan Baengnyeong, dekat wilayah Korea Utara. Spekulasi pun berhembus, kapal seberat 1.200 ton itu tenggelam akibat dihantam rudal Korea Utara. Pyongyang membantah bertanggung jawab.

PBB, Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu Korea Selatan dan China sebagai sekutu tunggal Korea Utara, menyerukan kedua negara menahan diri. Namun, AS, dinilai Korea Utara turut menebar ketegangan lantaran menempatkan sekitar 28.500 tentaranya di Korea Selatan.

Jumat lalu, tentara AS telah kembali menggelar latihan militer bersama dengan tentara Korea Selatan, setelah latihan militer sempat dihentikan sementara. AS juga berkoordinasi dengan Seoul selama ketegangan terjadi. Korea Utara secara rutin mengecam latihan militer AS dan Korea Selatan itu dan menganggapnya sebagai persiapan untuk memerangi Pyongyang.

Sementara AS merasa turut campur tangan lantaran Korea Utara yang telah diberikan sanksi PBB, terus-terusan mengembangkan nuklir dan rudal. Pyongyang tak peduli dengan sanksi itu dan menganggapnya sebagai hak berdaulat untuk mempertahankan diri.

Kim Jong-un tetap fokus mengelola keuangan negara untuk pembangunan nuklir dan rudal. Korea Utara pun disebut-sebut tengah mengembangkan program nuklir luar angkasanya. Teknologi itu dikhawatirkan bisa digunakan Korea Utara untuk mengarahkan ke negara-negara yang dianggap musuhnya. Namun, negara yang terisolasi itu mengklaim jika nuklir yang diproduksinya merupakan proyek ilmiah untuk tujuan damai.

Ancaman internasional tak menghentikan ambisi Kim Jong-un. Dia bersumpah, pengembangan kekuatan di luar angkasa tidak akan berhenti. Kim Jong-un menyerukan para ilmuwan untuk bekerja lebih keras dalam memuliakan nama Korut di luar angkasa. Dia pun menegaskan, jika perang meletup di Semenanjung Korea, maka kehancuran akibat nuklir tak dapat terhindarkan. "Akan terjadi kehancuran masif akibat senjata nuklir."

Korea Utara memang mendeklarasikan sebagai bangsa bersenjata nuklir. Kim Jong Il telah menanamkan sistem politik yang disebut powerful great state. Menurut Jong Il, jika kekuatan politik dan militer negaranya telah maju, maka akan berdampak bagi kekuatan ekonomi. Cara itu juga yang menjadi strategi jika suatu saat Korea Utara menghadapi peperangan dengan Korea Selatan dan AS.

M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Reuters/Xinhua/BBC/CNN
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 944
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1171
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1435
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1583
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 242
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 412
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 260
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya