Tata Kelola Negara Terseret ke Tubir Fantacy Trap

Logika Sungsang di Republik Dangdut

| dilihat 2207

N. Syamsuddin Ch. Haesy *)

SAYA sering menyebut, kita merupakan bagian dari masyarakat dangdut secara sosiologis. Masyarakat yang selalu bisa padu padan dengan segala situasi, seperti lagu dangdut.

Bisa melodius dengan lirik dengan beat musik yang juga melodius, bisa melodius dengan lirik melodius dengan beat musik ritmik. Dan yang pasti, selalu bisa goyang, tanpa peduli lirik dan beat musiknya melodius atau ritmik.

Lebih dari itu, masyarakat kita merupakan masyarakat yang mudah terpengaruh oleh perkembangan isu seperti tangga lagu, bergantung lagu paling hit. Tak salah bila ada yang mengatakan, kita kini hidup di Republik Dangdut, yang mudah sekali diombang-ambingkan oleh isu-isu hit atawa trending topic.

Berbulan-bulan kita diharu biru oleh persoalan asap, karena pemerintah lamban mengantisipasi aksi pembakaran hutan dengan sigap. Ketika bencana asap melanda, tak siang tak malam, media asyik bersoal tentang hal itu, bahkan dengan jurus ‘mencari ketiak ular.’

Begitu api padam, asap sirna, terutama lantaran hujan – termasuk hujan buatan – seketika juga semua soal di balik bencana asap yang telah merampas nyawa penduduk, dan mendera rakyat dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), tiba-tiba senyap juga masalahnya. Pemerintah tak hendak menyoal – bahkan tak mau mengumumkan: siapa sungguh hantu jahat di balik bencana asap dan pembakaran hutan yang sistemik itu?

Lantas muncul isu baru yang hit. Pasal Pelindo II yang menghebohkan itu, dan meredakan spirit aksi kepolisian RI menunjukkan kinerjanya dalam pemberantasan korupsi. Berhari-hari isu ini mengemuka dengan segala presumsi dan resepsi. Lalu? Senyap begitu saja, meski masih juga muncul satu dua pemberitaan secara sporadis dan persisten, karena Polisi terus mengusut kasus ini, dan DPR RI menarik masalah ini menjadi fokus bahasan khas melalui Pansus Pelindo II.

Lantas muncul pula kasus ‘petasan banting,’ yang berujung pada penangkapan Dewi Yassin Limpo (dari Partai Hanura) dan Gubernur Sumatera Utara (non aktif) Gatot Pudjo Nugroho) – Pengacara beken OC Kaligis dan mantan Sekjen Partai Nasdem Rio Capella.

PRESIDEN JOKOWI DAN KETUA DPR RI SETYA NOVANTO DALAM ACARA RESMI DI SIDANG PARIPURNA DPR RI

Sekarang, yang sedang hit adalah kasus percaloan dan pencatutan yang melibatkan Ketua DPR RI Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid, terkait dengan Freeport Indonesia, yang diadukan Menteri ESDM (Energi Sumberdaya Mineral) Sudirman Said yang oleh media sosial dikembangkan menjadi trending topic dengan #papamintasaham. Kendati substansinya adalah #freeportgate.

Itu pun kalau kita ingin menggunakan logika yang berkembang dengan beberapa kata kunci : renegosiasi kontrak karya,  pencatutan nama : yang mencatut Ketua DPR RI, yang dicatut Presiden RI dan Wakil Presiden RI dengan berbagai rima-rima kata terkait dengan sejumlah nama besar pejabat negara.

Adakah semua isu hit yang menjadi trending topic itu membuat rakyat sejahtera? Jawabnya, tidak! Apalagi semua keriuhan itu secara substantif lebih banyak berhubungan dengan kegaduhan politik, karena begitu banyaknya kepentingan politik yang membawa serta aneka kepentingan lain : sosial dan ekonomi. Termasuk, kepentingan sesat sesaat, yang dengan sedikit dramatik, karena plot ceritanya dibumbui sensitivitas kelompok dengan skenario buruk dan tanpa penyutradaraan yang apik.

Boleh jadi benar apa yang dikemukakan Menko Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli, #freeportgate yang sedang hit dan menjadi trending topic kini, ibarat sinetron dengan cerita konflik antar gang. Tak juga salah kalau dikatakan sebagai dramatisasi dari spirit menghentikan aksi sekelompok pemburu rente.  Apalagi polarisasi karakter aktor dalam alur dramatika ceritanya, terlalu panjang pada fase rising act.

Logika rakyat di bawa ke alur sungsang di sebalik seluruh peristiwa dan cerita yang silih berganti menjadi hit atau trending topic. Terutama karena opini publik (yang tak terverifikasi kapasitas dan kompetensi sumbernya, dan belum terkonfirmasi utuh substansi materinya) yang dilontarkan media, baik media sosial maupun media mainstream. Apalagi, ketika media tidak menempatkan posisinya sebagai medium independen yang hanya berkhidmat kepada kepentingan publik dan republik.

Tapi, apapun juga, logika sungsang yang berkembang di balik isu-isu hit yang menjadi trending topic, itu memberi pelajaran tentang bagaimana mudahnya rakyat diombang-ambing oleh persoalan-persoalan mendasar, ketika daya beli sedang merosot, upah buruh masih menjadi persoalan fundamental, tata kelola negara terseret ke lereng fantacy trap (jebakan fantasi), dan bagaimana limbungnya posisi republik di tengah arus perubahan global.

Bila hendak mengikuti logika lurus dan tak terkontaminasi oleh kepentingan sesat sesaat, sebenarnya semua hal itu tak perlu menyita waktu khalayak terombang-ambing buih persoalan, yang ujungnya menguap begitu saja. Caranya? Kembali ke landasan idiil dan konstitusional tata kelola negara. Berpijak pada semua hal yang tersurat dan tersirat di setiap pasal undang-undang. Mulai dari UUD 45 sampai kepada undang-undang sektoral.

Dalam hal #freeportgate, misalnya. Persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang fokus kepada pelanggaran etik anggota DPR RI, sejak informasinya masih noise pun sudah tampak pelanggaran itu. Ketua DPR mengajak pengusaha – yang tak ada relevansinya -- bertemu Chief Executive Officer (CEO) FreeportIndonesia dan membicarakan kontrak karya, jelas melanggar etik dan salah. Apapun maksud dan tujuannya, direkam atau tidak direkam, hal itu salah dan mengangkangi etika.

BENCANA ASAP AKIBAT PEMBAKARAN HUTAN SISTEMIK MERAMPAS PERHATIAN BERBULAN-BULAN, KINI MENGUAP BEGITU SAJA

Hal lain, soal renegosiasi kontrak karya. Undang Undang No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara, telah mengubah rezim kontrak karya menjadi rezim perizinan. Undang Undang yang berlaku sejak 2014, itu memberi isyarat, tidak ada lagi nomenklatur tentang kontrak karya.

Artinya, yang harus dilakukan pemerintah (melalui Menteri ESDM) adalah memberi penegasan, bahwa kontrak karya berakhir sesuai dengan skala waktu atau timeline yang sudah ditetapkan. Negara mengambil alih dan menyerahkannya kepada BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Freeport Indonesia dan pengusaha penambangan swasta lainnya, boleh mengajukan izin mengelola pertambangan yang pernah digarapnya. Baik bekerjasama dengan BUMN dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang diberikan wewenang untuk itu, atau dengan pengusaha swasta tambang lain yang layak dan patut, secara business to business.

Tugas pemerintah adalah mengatur. Menteri ESDM dan Menteri Agraria & Tata Ruang silakan mengatur tata ruang penambangan nasional di Papua. Termasuk menentukan zona atau wilayah pertambangan mana saja yang diizinkan untuk digarap BUMN, FreeportIndonesia, atau perusahaan pertambangan lain. Intinya, negara sungguh menguasai kekayaan sumberdaya alam itu untuk sepenuhnya kesejahteraan rakyat. Tidak ada monopoli yang bisa bikin persoalan tak henti dilanda kisruh bersimbah rusuh, seperti yang kita dengar selama ini terjadi.

Alhasil, mencermati berbagai isu hit yang menjadi trending topic, satu hal yang kudu diingatkan kepada siapa saja yang selama ini terkait untuk tahu diri. Ada keperluan dasar nasional kebangsaan saat ini : berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya.

Jangan pergunakan logika sungsang. Negara tak boleh ragu untuk melakukan tindakan punishment untuk siapa saja yang bersalah, khususnya menjadi pemburu rente dengan cara apapun. Lantas kembali ke fungsi dan proporsi masing-masing secara profesional. Negara juga jangan ragu memberikan reward kepada siapa saja yang memberi manfaat besar bagi kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebesar-besarnya. Ingat, sepanjang masih menjadi manusia, ujung jalan kehidupan adalah mati, sebagai pintu gerbang menuju altar pertanggungjawaban yang sesungguhnya.. | 

*) Penulis adalah jurnalis dan imagineer 

Editor : sem haesy
 
Humaniora
08 Mei 24, 19:52 WIB | Dilihat : 74
Sorbonne Bersama Gaza
03 Mei 24, 10:39 WIB | Dilihat : 391
Pendidikan Manusia Indonesia Merdeka
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 600
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1232
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
Selanjutnya
Energi & Tambang