Gandrung Menghidupkan Gandrung

| dilihat 1275

Catatan Bang Sem

Gandrung tak hanya ekspresi keterpesonaan pada Dewi Sri. Gandrung sebagai produk budaya, itu sendiri mempesona. Tak hanya penarinya. Jauh dari itu, seluruh perangkatnya. Mulai dari omprog sampai seluruh kostum asesorisnya. Tentu tata musikal, komposisi buny, syair dan narasi liris yang menghidupkan pergelarannya.

Omprog adalah mahkota para penari Gandrung, Banyuwangi. Omprog menyimpan isyarat pentingnya akal budi dalam keseluruhan konteks menempatkan laku kehidupan, termasuk penyelenggaraan pembangunan, pengembangan daya cipta khalayak, dan pemerintahan sebagai suatu gerak hidup untuk mencapai harmoni. Tanpa kecuali harmoni kebangsaan yang ditopang oleh keseimbangan religi, daya spiritual. Termasuk kesadaran kolektif untuk menghadapi tantangan zaman yang tercermin dari sosok barong yang tak terpisahkan dari keseluruhan pertunjukan tarian massal ini.

Omprog melindungi nalar yang menggerakkan naluri dan dria, dalam kesadaran nurani yang melahirkan norma dan nilai kebaikan dan kebajikan dalam mengelola seluruh aspek kehidupan. Termasuk pengendalian diri dalam mengartikulasikan inklusivisma sebagai salah satu hal penting dalam melayari zaman dengan segala perubahan dan pembaruannya.

Omprog yang dikenakan penari Gandrung mengisyaratkan keserasian dengan kostum yang mereka pakai, termasuk sampur (selendang), sehingga menjadi kesatuan keindahan artistik dan estetik, penuh makna.  Di sisi lain, gerak bahu yang terjaga memberi isyarat tentang ketangguhan menyangga akal budi. Termasuk memberi kesadaran tentang kesabaran kaum perempuan dalam memainkan peran sebagai empu kehidupan.

Gerak kepala dan bahu, mimik penari, gestur lengan, tangan, dan jemari, kelincahan gerak kaki yang menopang betis dan pangkal paha, ketika menggerakkan seluruh tubuh penari, termasuk buhul, penuh dengan isyarat tentang hakikat dan prinsip keseimbangan antara keterampilan dan kearifan. Termasuk dinamika tradisi pesona perempuan: macak, manak, lan masak. Elok rupa, cantik budi, daya reproduktif dan regeneratif, serta ketangkasan kreatif yang mesti dihidupkan oleh penguasaan ilmu pengetahuan.

Dari kunjungan ke desa Kemiren tempat Gandrung bergerak, melalui percakapan dengan khalayak saya pahami, tarian ini secara keseluruhan, mempunyai makna penting ihwal relasi manusia dengan sesamanya, alam, dan Tuhan. Pula terhadap dimensi yang terhampiri dan tak terhampiri oleh empirisma.

Gunung, lembah, dan pantai sebagai ruang kehidupan memberikan ruang interaksi manusia dengan beragam watak yang tercermin dalam setiap anasir omprog. Baik keter (kembang goyang), ombyok, tebokan, sumpingan, wayangan, pilisan, bathukan, nanasan, dan sabuk.

Pada wayangan yang diekspresikan dengan gatotkaca berwarna merah berrbadan ular (antaboga) sebagai simbol keberanian menghadapi tantangan kehidupan, ketangguhan pemimpin dan kesetiaan para pengikutnya dalam keabadian. Boleh juga ditafsir dan dipahami sebagai ketangkasan, ketangguhan, dan keberanian rakyat Blambangan yang menjunjung tinggi nilai perjuangan.

Sedangkan nanasan di bagian belakang omprog laksana kayon yang melambangkan kehidupan yang aman, damai, sejahtera, dan mandiri. Diperkuat dengan keberadaan ronce yang dalam gerakan penari dapat dipahami sebagai simbol dinamika, termasuk fluktuasi hidup yang harus dihadapi dengan sikap konsisten. Semua nilai itu tersimpul dalam keter yang melambangkan triangle of life.

Tata warna dalam seluruh konsep busana penari: kuning emas, merah, putih, hitam, dan hijau melambangkan sedulur papat kalimo pancer. Empat anasir diri (jagad ingsun) manusia yang mempertemukan jagad kecil (mikrokosmis) dan jagad besar (makro kosmis). Sedulur papat (saudara empat) mulai dari kakang kawah (air ketuban), adi ari-ari (plasenta), getih (darah), dan puser (tali plasenta), dan kalimo pancer (keseimbangan nalar, naluri - nurani, rasa, dan dria) bertumpu pada hati.

Dalam ajaran Islam terdapat prinsip fungsi hati sebagai daya gerak manusia melakukan kebaikan dan kemungkaran, karenanya hati sebagai idiom dari adab terpancar pada pola perilaku hidup manusia.

Dalam spiritualitas lokal sedulur papat juga sering dipahami sebagai anasir alam (tanah, air, api, dan angin) dan yang kelima adalah manusia sebagai soko kehidupan. Bisa juga dipahamkan sebagai arah angin sebagai penunjuk jalan dalam pencarian hidup di dunia fana: timur, barat, utara, selatan, dan yang kelima adalah titik tujuan, kiblat.

Pada masa penjajahan, keluhuran nilai-nilai yang terintegrasi dalam keseluruhan prinsip dasar tari Gandrung hendak diluruhkan menjadi kitsch - seni penghiburan. Gandrung dihadapkan hanya oleh pilihan hitam atau putih. Namun nilai-nilai tersebut tak luruh begitu saja, karena ada proses regenerasi penari.

Selain itu, di Kemiren terus terpelihara, yakni Seblang, melalui situal tahunan. Biasanya digelar pada bulan Syawal, selepas puasa Ramadan. Seblang hanya boleh ditarikan para gadis atau perempuan yang belum pernah tersentuh - berhubungan intim dengan - lelaki.

Pada perhelatan Gandrung Sewu, salah satu hal yang menarik adalah dihadirkan adegan regenrasi penari, melalui wisuda khas dari penari senior kepada pelanjutnya. Pengkuhan yang sekaligus mengandung pesan penerusan nilai-nilai filosofis dan prinsip-prinsip dasar Gandrung.

Sebagai tarian yang hidup di Banyuwangi, tempat subur bagi nasionalisme religius, Gandrung Banyuwangi sangat bernilai strategis untuk menebar secara diseminatif tentang akal budi. Pilihan jalan kehidupan menuju hitam atau putih memang selalu memerlukan keberanian. Gandrung menghidupkan Gandrung. |

Baca juga : Pantai Boom Pentas Alam Gandrung Sewu

Editor : delanova
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 537
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1635
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1409
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Energi & Tambang