Jakarta Banjir. Tak Perlu Lempar Kambing

| dilihat 1925

Bang Sem

JAKARTA BANJIR? Bukan berita. Tiap masuk musim penghujan dengan curah hujan yang tinggi dan bendungan Katulampa meruah, serta berbagai tanggul tak sanggup mengatasi, Jakarta pasti kebanjiran.

Suatu ketika, tahun lalu, ketika berbincang dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU)  Djoko Kirmanto dengan sejumlah Direktur Jendral yang menyertainya, saya ajukan pertanyaan sederhana: Bagaimana kalau kita lakukan dialog scenario planing, menenggelamkan sepertiga Jakarta lima dasawarsa ke depan?

Menteri Djoko berkelit. Tak akan ada perencanaan semacam itu. Tapi, pertanyaan itu muncul, karena secara geologis, sebagaimana pernah dibincangkan tahun 1920-an, Jakarta memang akan tenggelam. Apalagi ketika perilaku budaya masyarakat dan petinggi Jakarta dan kawasan sekitarnya sudah cuek dengan fakta-fakta brutal di lapangan. Sebut saja, misalnya, alih fungsi lahan.

Ada hal lain yang menarik bagi saya. Ketika saya tanya, bagaimana ihwal perintah Presiden SBY untuk membuat sodetan Ciliwung ke Kanal Banjir Timur, Menteri PU hanya berucap, menunggu persetujuan dari Menteri Keuangan. Celakanya, Menteri Keuangan Chatib Basri tak mau menyetujui persetujuan penggunaan anggaran tahun jamak untuk keperluan yang mendesak itu. Mungkin dia kuatir terjadi hal-hal yang tak menyenangkan di kemudian hari, seperti yang terjadi pada kasus ‘anggaran tahun jamak’ Proyek Hambalang.

Banyak faktor yang menyebabkan Jakarta terus tergenang banjir. Selain setu dan embung di Depok banyak yang beralih fungsi menjadi kompleks perumahan. Juga karena terjadi pembiaran terhadap reklamasi pantai utara Jakarta. Akibatnya, Jakarta yang sudah nyaris menjadi belanga, akan selalu menjadi kantung air.

Apalagi, belakangan, Gubernur DKI Jakarta Jokowi yang tak punya pengalaman mengatasi banjir dan kemacetan lalu lintas, kerap ‘lempar kambing.’ Melempar persoalan ke Pemerintah Pusat, padahal ketika kampanye dia laiknya ekspert yang bisa mengatasi segala ihwal Jakarta, termasuk banjir.

Dengarlah apa yang dikemukakan Jokowi, seperti dipublikasikan media: Persoalan banjir di Ibukota tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Memang perlu waktu, katanya, dan bukan setahun dua tahun. Ia mengakui, program normalisasi sungai belum berjalan maksimal. Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah melakukan koordinasi di lapangan baik itu dijajaran internal Pemprov DKI maupun pemerintah pusat dalam melakukan distribusi bantuan bagi para korban banjir dan melakukan langkah antisipasi meluasnya dampak banjir.

Lempar Kambing

"Kita ini tak bekerja sendiri," kata Jokowi. Hampir 80 persen air yang membludak ke Jakarta, datang dari atas (Puncak – Bogor, maksudnya). Juga luapan 13 sungai besar yang mengepung Jakarta. Meski tak mau lempar tanggungjawab dalam penangangan banjir di Jakarta, pernyataan-pernyataannya (soal banjir dan kemacetan lalu lintas) menunjukkan kegemarannya: lempar kambing.

Kita tak setuju banjir Jakarta dipolitisasi. Termasuk Jokowi dan para kurcaci maya pendukungnya, pun tak perlu memolitisasi hanya untuk menjaga elektabilitas politik yang akan menjebak Jokowi sebagai Presiden RI 2014. Tak usah memaksakan diri. Biarkan Jokowi memenuhi janjinya untuk membenahi Jakarta, termasuk mengatasi banjir dan kemacetan lalu lintas. Antara lain membangun smart tunnel, sebagaimana dia berjanji akan membangun fly over di lintasan jalur kereta api, yang belum satupun diwujudkannya. Jokowi perlu belajar dari Ahok bagaimana memilih dan memilah prioritas. Dia perlu bertegas-tegas menyatakan kepada para dream maker yang mengelilinginya untuk memusatkan perhatian membenahi Jakarta.

Setarikan nafas, semua orang yang merasa layak jadi Presiden, coba berlomba menawarkan solusi cepat dan strategis mengatasi masalah banjir Jakarta. Misalnya, merencanakan untuk menenggelamkan Jakarta tiga dasawarsa ke depan. Dengan begitu sejak kini sudah bisa dilakukan proses transformasi budaya dari budaya darat menjadi budaya air. |

Editor : Web Administrator | Sumber : On the spot dan berbagai sumber
 
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 244
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 423
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 634
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 784
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 751
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya