Tertawan Lengan Buatan Tawan

| dilihat 2823

AKARPADINEWS.COM | I Wayan Sumardana menjadi perhatian publik. Namanya melambung lantaran menciptakan alat mekanik, serupa lengan robot yang mampu beroperasi, membantu mengatasi lengannya yang lumpuh. Dengan lengan buatan itu, Tawan, sapaan karibnya, mampu bekerja sehari-hari sebagai tukang las di Karangasem, Bali.

Pria berusia 31 tahun itu, membuat lengan mekanik dari barang bekas, seperti onderdil sepeda motor dan komponen komputer bekas. Dia meracik lengan mekanik, berbekal ilmu yang direngkuhnya dari Jurusan Elektro SMK Rekayasa Denpasar. Berkat inovasinya itu, Tawan pun dijuluki Iron man dari Bali.

Untuk mengoperasikan lengan mekaniknya, Tawan menggunakan seperti ikat kepala dengan rangkaian elektronik. Lalu, dirinya berkonsentrasi untuk mengirimkan sinyal ke alat itu sehingga lengan robotnya dapat beroperasi. Dengan alat itu, lengan Tawan yang lumpuh karena stroke, dapat digerakkan kembali. Bahkan, lengan mekaniknya itu membantu Tawan saat mengangkat beban berat.

Inovasi Tawan itu memancing respon publik, khususnya dari kalangan ilmuan. Disinyalir, lengan mekanik ciptaan Tawan menggunakan sensor Electroencephalography atau dikenal dengan sensor EEG. Teknologi sensor tersebut yang memungkinkan mesin menangkap sinyal-sinyal atau frekuensi otak dan menerjemahkannya. Tetapi, teknologi ini terbilang cukup rumit untuk diaplikasikan dalam sebuah alat mekanik seperti milik Tawan.

Arjon Turnip, peneliti bidang instrumentasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai, lengan ciptaan Tawan belum bisa dikatakan sebagai inovasi teknologi karena masih perlu dibuktikan secara keilmuan dan memerlukan waktu, khususnya perihal letak elektroda dan cara pengolahan sinyal dari otak ke lengan mekaniknya.

Menurut Arjon, teknologi EEG merupakan teknologi canggih yang rumit. Untuk mengaplikasikan robot dengan pikiran, seperti lengan Tawan, sangat membutuhkan konsentrasi pikiran. “Bagian otak yang dibutuhkan untuk konsentrasi ada di bagian depan. Walapun begitu, gerakan robot dengan teknologi EEG perlu melibatkan beberapa bagian dari otak, seperti motorik ada di bagian kanan dan penglihatan di belakang,” ujar Arjon.

Selain itu, Arjon berpendapat, pengolahan sinyal untuk perintah ke sebuah alat mekanik ibarat jarum di tumpukan jerami yang berarti amat sangat sulit. “Butuh akurasi tinggi dalam pengolahan agar dapat membuat pergerakan halus,” ungkapnya. Karenanya, Arjon menambahkan, harus ada pembuktian inovasi Tawan, sesuai kaidah riset yang ada.

Pendapat lain diutarakan Direktur Pusat Teknologi Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Yudi Purwantoro. Menurut dia, lengan ciptaan Tawan, bukan robot. Namun, alat bantu semata. Menurutnya, robot memiliki sistem kepintaran yang berdasarkan sistem komputerisasi dengan mekanisme input perintah berakurasi tinggi yang disertai sistem kendali. Meski demikian, Yudi mengatakan, inovasi Tawan harus diapresiasi karena merupakan hal positif, kreatif, dan tepat guna.

Tawan sendiri tidak mengklaim lengan buatannya itu sebuah robot. Namun, hanya sebuah alat bantu untuk bekerja. Dia paham, robot membutuhkan pemrograman, tidak seperti lengan mekanik buatanya.

Mengenai cara kerja alat itu, Tawan menjelaskan, sama seperti cara kerja sebuah mesin penguji kebohongan (lie detector). Ketika otak melakukan kebohongan, maka komponen yang ada di ban kepalanya akan menyala. Lalu, sinyal itu mengalir ke komponen yang ada di bagian belakang punggungnya. Dengan begitu, sistem piston dan roda gigi yang ada di lengan mekanik itu akan berfungsi.

Tawan tidak mempersoalkan keraguan sejumlah ilmuan akan lengan mekaniknya. Dia hanya ingin lengannya itu memberikan kemudahannya untuk bekerja. Tawan memiliki impian, bila berhasil menyempurnakan lengannya, dia ingin membuat alat serupa untuk membantu penderita stroke seperti dirinya.

Kreasi lengan mekanik Tawan patut diapresiasi, meski sejumlah pihak menyangsikan penerapan teknologi EEG pada lengan Tawan. Yang penting, Tawan yang berbekal pengetahuan ala kadarnya, menunjukan suguhan inovasi yang bermanfaat, setidaknya untuk dirinya. Dan, Akan lebih baik jika inovasi Tawan itu dikembangkan sehingga bisa diproduksi lebih banyak lagi sehingga dapat membantu penderita stroke lainnya.

Tangan Bionik

Inovasi sejenis sudah dikembangkan dan dibuktikan oleh ilmuan dari Medical University of Vienna. Adalah Milorad Marinkovic, salah seorang voluntir asal Austria, yang pernah mengikuti program pengujian tangan buatan yang dilakukan oleh Oskar Aszmann beserta timnya dari Medical University of Vienna.

Aszmann beserta tim berhasil mengembangkan sebuah tangan bionik yang mampu beroperasi layaknya tangan asli manusia, tanpa harus dikendalikan secara manual. Operasi transplantasi tangan bionik pada Marinkovic dilakukan di London, Inggris.

 

Aszmann seperti dilansir nydailynews.com (25/2/2015) menjelaskan, dirinya tidak bisa membayangkan kondisi tubuhnya tak lengkap seperti para voluntir. Baginya, membayangkan hidup tanpa tangan maupun bahu, membuat seseorang hidup dalam keterbatasan.

Menanggapi perkembangan tangan bionik ini, Simon Kay, pemberi otoritas operasi tangan bionik pertama di Inggris berpendapat, tangan bionik ini masih banyak kelemahan. Pasalnya, otak manusia memiliki ribuan cara untuk memberikan sinyal pada tangan manusia dan tangan bionik akan merasakan kesulitan menerjemahkan sinyal-sinyal otak tersebut.

“Pertanyaan (mengenai tangan bionik) yang akan selalu mengemuka ialah bagaimana pesan dari otak sampai ke sebuah besi?” ujar Kay. Meski memiliki beberapa komplain akan tangan bioniknya, Marinkovic telah merasakan banyak manfaat akan tangan itu. Misalnya, Marinkovic makin merasa dekat dengan putranya yang masih berusia empat tahun. Putranya selalu bercerita pada teman-temannya bahwa ayahnya kini telah menjadi “robot” dan karena komentar itu kini Marinkovic menjadi idola teman-teman anaknya.

Selain itu, Marinkovic menegaskan, tangan bioniknya telah hampir berfungsi senatural tangan kirinya. “Saya bisa melakukan apapun dengan ini (tangan bionik). Saya hanya tidak bisa merasakan apapun di tangan ini,” cerita Marinkovic.

Inovasi ini sangat penting dikembangkan guna mendukung perkembangan dunia kedokteran. Namun, Aszmann menerangkan, jika pengembangan inovasi ini membutuhkan dana yang tak sedikit, mencapai 30.000 Euro atau sekitar Rp439 juta. Dana studi itu didapatkan Aszmann dari beberapa instansi, salah satunya ialah Kementerian Riset dan Perkembangan Teknologi Austria.

Tangan bionik karya Aszmann merupakan inovasi yang perlu pendalaman lebih lanjut. Bila teknologi ini serius digarap, bukan tidak mungkin ke depannya, apa yang sering terbayangkan dalam dunia fiksi, manusia bionik, akan menjadi nyata.

Muhammad Khairil

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Antara/nydailynews.com
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1156
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Energi & Tambang