Ketika Perekonomian Sedang Suram

Langkah Buy Back Menteri BUMN Lebih Kongkret

| dilihat 2043

AKARPADINEWS.COM | BADAN Usaha Milik Negara (BUMN) kembali beraksi menyelamatkan situasi perekonomian yang terus memburuk, sejak Januari 2015. Sesudah sejumlah BUMN pengguna US Dollar (USD), seperti Pertamina menggunakan jalur bank sentral (Bank Indonesia) untuk memenuhi keperluan USD setiap hari. Kini, giliran BUMN melakukan aksi buy back saham senilai Rp10 Triliun. Ketika perekonomian sedang suram dan buram, inilah langkah tepat dilakukan.

Aksi buy back saham itu, cukup punya makna, bila saja para pemain asing tidak melakukan aksi ambil untung, dengan menjual saham mereka secara besar-besaran.  “Kalau aksi ambil untung semacam itu dilakukan pemain asing, upaya Menteri BUMN Rini Soemarno tersebut tak akan berarti banyak,”ungkap Diana, seorang pelaku reksadana di Jakarta.

Aksi buy back itu menjadi penting dan bermakna untuk menjaga keseimbangan saham ‘hidup’ BUMN sektor perbankan (BRI, Mandiri, BNI) dan konstruksi (PP, Adhikarya, Jasa Marga), ketika saham BUMN sektor lain di sektor telekomunikasi, pertambangan dan industri logam, dan lainnya masih belum bergerak.

Sejak Januari 2015, reaksi pasar di Indonesia terhadap perlambatan ekonomi global dan persoalan internal di Indonesia, memang membuat kondisi bursa saham mengalami penurunan dan perlambatan. Kondisi itu mengikuti pelemahan fundamental atas nilai mata uang Rupiah yang terus merosot, dan mencapai titik terendah di atas Rp14.000,- per 1 USD.

Pemerintah Jokowi-JK yang terus bermain-main dengan retorika dan kilah untuk meyakinkan rakyat bahwa kondisi masih masih terkendali, seperti kehilangan daya. Akibatnya, penguatan mata uang sepenuhnya hanya diserahkan kepada Bank Indonesia untuk melakukan intervensi.

BURSA EFEK INDONESIA | Foto Istimewa

Meskipun mulut para petinggi negeri, mulai dari Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan situasi perekonomian Indonesia kini tak separah situasi krisis moneter dan ekonomi di tahun 1996-1997, gestur dan mimik mereka berkata lain. Realitas pasar bergerak dengan beragam fakta brutal, termasuk devaluasi mata uang Yuan, yang dalam banyak hal akan menekan produk industri manufaktur lokal di pasar.

Apa yang tampak di pusat-pusat belanja dan perdagangan seperti pasar grosir Tanah Abang, Thamrin City, Pasar Pagi, Mangga Dua, Pusat Grosir Surakarta, Pasar Atom Surabaya, Pasar Baru Bandung, dan Perniagaan - Medan tak dapat ditutup dengan retorika. Sekalipun, misalnya dengan menggunakan retorika cicero a la Bung Karno.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo yang nampao berusaha tenang mengemukakan, kondisi ekonomi saat ini tak separah krisis 1998 dan 2008.  Selain nilai cadangan devisinya lebih tinggi, volatilitas nilai tukar juga lebih terkendali. Kalimat itu diucapkan Agus dengan mimik yang menyimpan kegalauan. Aksentuasi vocal dalam mengucapkan penjelasan itu, seakan menyimpan kondisi sebenarnya yang berbeda dengan yang diucapkan. Hal itu tampak jelas, ketika Agus menghadapi juruwarta, usai jumpa Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan – Bogor, Senin (24/8).

Boleh jadi Agus benar, data memang menunjukkan, dilihat dari indikator inflasi, ketika terjadi krisis tahun 1997-1998, angka sekitar 60 persen, saat ini hanya sekitar 4 persen sampai 5 persen. Data ini bisa menjelaskan, bahwa secara umum kondisi fundamental dalam negeri lebih baik. Karenanya, Agus berpendapat, yang harus dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia kini, adalah menjaga agar tidak terjadi pesimisme di kalangan pelaku pasar.

MALL YANG SENYAP | Foto Sem Haesy

Tapi apa boleh dikata, sentimen pesimistik itu menguat, ketika tersiar kabar dari Istana Kepresidenan di Bogor, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengimbau para Gubernur / Kepala Daerah untuk patuh kepada pemerintah pusat. Imbauan itu mengesankan ada ketidakpatuhan sejumlah Kepala Daerah terhadap bleid pemerintah pusat.

Sentimen itu terasa, ketika pada penutupan perdagangan Senin (24/8), Indeks Harga Saham Gabungan (ISHG) turun tajam 172,22 poin (3,97 persen) ke level 4.163,73. IHSG sejak awal perdagangan sudah dibuka di zona negatif, dan sempat menukik ke posisi terendah di level 4.111,11. Sedangkan nilai tukar rupiah, rupiah turun 108,2 poin (0,78 persen) ke level 14.049,5 per dolar Amerika Serikat.

Imbauan Agus agar pasar tak panik, justru bisa memicu kepanikan. Apalagi, alasan Agus, sebagaimana alasan Jokowi, JK, dan Bambang – kondisi ini wajar lantaran terpicu kondisi eksternal, perbaikan ekonomi Amerika Serikat. Termasuk rencana FED (bank sentral Amerika Serikat) berencana menaikkan suka bunga. Agus mengatakan, pemerintah Indonesia sudah merespon dengan melakukan koordinasi antar lembaga.

Pernyataan itu menggelikan, sama menggelikannya dengan pernyataan: “harga daging ayam naik, karena tukang ayam pulang kampung.” Koordinasi antar lembaga adalah keharusan reguler, yang terpenting adalah apa hasil koordinasi itu, ungkap Diana.

Agus menjelaskan, kebijakan yang ditempuh BI konsisten dan prudent. Bank Indonesia (BI), ujarnya, akan selalu ada di pasar untuk menjaga agar stabilitas rupiah terjaga. Artinya, BI memusatkan perhatian menjadi “satpam moneter” di pasar. Antara lain dengan mengandalkan cadangan devisa yang sebesar USD 107 miliar di akhir Juli. Cukup membiayai impor selama tujuh bulan. “Tapi, kalo dipakai untuk intervensi terus, jebol juga dong?” ungkap Diana.

PUSAT GROSIR SURAKARTA | Foto Sem Haesy

Menurutnya, langkah Menteri Rini Soemarno cukup tepat. Meskipun tidak berarti banyak dalam menghadapi pemain Asing di pasar saham yang tak bisa diduga, keputusan melakukan buy back saham BUMN adalah langkah tepat dan jitu. Tinggal lagi, sejumlah BUMN sektor perbankan dan konstruksi – infrastruktur terus berupaya mengabarkan kinerja mereka untuk mendongkrak lagi harga saham di bursa.  Atau menggunakan teori pegas, “biarkan tertekan untuk siap-siap melejit” tahun depan. Ini lebih kongkret dan merupakan cara terbaik, katimbang mengumbar alasan.

Rakyat tak bisa dibuai dengan alasan, karena yang diperlukan adalah cara mengatasi masalah. Terutama, karena fakta di lapangan menunjukkan, kian melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD akan membuat biaya produksi berbagai produk berbahan baku impor, membengkak.

Potensi harga saham BUMN sektor perbankan dan konstruksi – infrastruktur bisa menjanjikan, karena hingga kini, menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, sejauh ini belum ada instruksi apa pun dari Presiden, terkait proyek-proyek pembangunan.

Usai membuka seminar, “Sejuta Rumah untuk Rakyat” Basuki menjelaskan, rencana pembangunan yang ada masih terus berlangsung. Selain itu, menurutnya, ketersediaan bahan bangunan lokal juga masih kondusif untuk memenuhi keperluan pembangunan. Tak ada impor baja atau semen. Bahkan, Indonesia sanggup memasok bahan bangunan ke Filipina.

Yang menguatirkan memang sektor pangan dan ketenagakerjaan, karena begitu banyak masalah. Di sektor pangan, para spekulan terkesan masih keker menghadapi semua aksi pemerintah. Termasuk aksi kepolisian mengatasi spekulan sapi. Jam terbang para mafia pangan itu teramat panjang. Tapi, dengan maklumat Kapolri Badrodin Haiti ke seluruh jajaran, sampai ke tingkat Polsek, para penjahat pangan itu pasti akan terkepung. | Bang Sem

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 944
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1171
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1435
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1583
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 739
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 897
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 848
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya