Deteksi Dini Gejala Kanker Anak

| dilihat 2699

AKARPADINEWS.COM | KANKER. Mendengar kata itu, yang terbayang adalah penyakit yang mengerikan. Penderita kanker, kecil kemungkinan sembuh. Kanker menjadi pembunuh paling kejam. Jumlah penderita yang meninggal akibat kanker, melebihi HIV/AIDS, malaria, TBC, dan penyakit lainnya.

Menurut data penanggulangan kanker nasional, sebanyak 70 persen penderita kanker ditemukan di negara-negara berkembang. Sekitar dua hingga empat persen, kanker menyerang anak-anak. Di Indonesia, rata-rata sekitar 4.000 pasien kanker anak setiap tahun.

Fakta itu tentu sangat mengejutkan, apalagi setiap tahun, masyarakat memperingati hari Kanker sedunia tanggal 4 Februari. Tentu, peringatan hari kanker itu tidak sekadar seremonial saja. Namun, makin menyadarkan masyarakat untuk memerangi kanker. Masyarakat butuh pengetahuan tentang upaya mencegah dan mendeteksi kanker sejak dini.

Kebanyakan, pasien kanker baru rajin memeriksa kanker yang menggerogotinya setelah mencapai stadium dini. Minimnya pengetahuan akan pencegahan dan antisipasi dini itu akan menyebabkan jumlah pasien kanker dari waktu ke waktu akan semakin meningkat. Dan, hal yang lebih memprihatinkan itu tatkala banyak ditemukan kanker yang menyerang anak-anak.

Memang, penyebab kanker pada anak-anak belum dapat diketahui dengan pasti. Para ahli menduga, kanker yang dialami bayi-bayi yang baru lahir dan Balita disebabkan penyimpangan pertumbuhan sel akibat cacat genetika sejak di dalam kandungan.

Pada anak-anak, di atas usia Balita, para ahli memperkirakan, pemicu kanker adalah faktor lingkungan, di antaranya makanan yang dikonsumsi anak-anak tidak sehat. Misalnya, mengonsumsi makanan instan yang mengandung bahan-bahan kimia tambahan, radiasi, dan infeksi virus atau perpaduan dari ketiga penyebab kanker tersebut.

Adapun kasus kanker dengan presentase paling tinggi yang dialami oleh anak-anak adalah kanker darah atau leukemia, sebanyak 25-30 persen ditemukan di seluruh dunia.

Selanjutnya, seperti dilansir kanal Rumah Kanker, anak-anak sering mengalami kanker retina mata (retinoblasmota), kanker kelenjar getah bening (limfoma), kanker saraf (neuroblastoma), kanker ginjal (tumor wilms), kanker otot lurik (rabdomiosarkoma), dan kanker tulang (ostiosarkoma).

Dibanding kanker yang menyerang orang dewasa, kanker pada anak-anak lebih sulit untuk dideteksi karena anak-anak belum dapat memahami dan menceritakan gejala-gejala yang dirasakan. Di sinilah pentingnya peran orang tua, yang harus selalu sigap dan memeriksakan buah hatinya terhadap gejala penyakit yang timbul, terutama bila terjadi secara berulang-ulang.

Misalnya, pada leukemia, jenis kanker yang paling banyak dijumpai pada anak-anak. Tempat perkembangan sel kanker leukeumia di sumsum tulang.

Menurut National Cancer Center (2013), gejala-gejala yang dapat ditemukan pada pasien anak adalah bila kadar eritrosit sebagai jenis sel darah merah terbanyak di tubuh manusia darah rendah, maka anak akan terlihat pucat. Seringkali mengalami demam tanpa diketahui penyebabnya, pendarahan di kulit, gusi, atau sering mimisan akibat kadar trombosit di dalam darah rendah.

Selain gejala-gejala tersebut, dapat juga dijumpai gejala lainnya akibat penyebaran sel kanker ke organ-organ lain dalam tubuh. Gejala-gejala tersebut di antaranya kejang, pembengkakan gusi, nyeri pada tulang, perut terlihat membesar dan testis tampak membesar dan keras.

Bila orang tua melihat gejala tersebut, segera membawa anak ke dokter. Bila ternyata gejala tersebut mengarah pada leukeumia, orang tua hendaknya tidak larut dalam kesedihan, namun sigap melakukan tindakan. Sebab, penundaan akan membuat kondisi anak memburuk. Semakin dini dan cepat seorang pasien anak ditangani, semakin besar kemungkinan sembuh.

Ketika anak dicurigai leukeumia, dokter akan melakukan pengambilan sumsum tulang dan cairan dari punggung. Tujuannya adalah untuk melihat langsung tempat diproduksinya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.  Bila anak tersebut terkena leukeumia, maka sel-sel darah putih jahat telah menguasai sumsum tulang.

Sementara tujuan pengambilan cairan dari punggung adalah untuk melihat apakah sel-sel darah putih tersebut sudah menyebar ke otak. Sebab, pengobatan antara yang sudah dan belum menyebar ke otak tentu berbeda.  

Selanjutnya, fase pengobatan. Dalam dunia kedokteran, kanker dapat diobati dengan terapi seperti pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi, dan terapi antibodi monoklonal. Pilihan terapi tergantung pada lokasi dan stadium kanker dan tahap penyakit, serta keadaan umum pasien.

Dasar pengobatan kanker adalah menghilangkan sel-sel kanker, tanpa merusak tubuh. Biasanya, hal ini dapat dilakukan dengan operasi, tetapi kecenderungan kanker untuk menyerang jaringan yang berdekatan. Atau, menyebar ke tempat yang jauh dengan metastasis yang menyebabkan berkurangnya efektivitas pengobatan. Demikian pula kemoterapi dan radioterapi, dapat berefek negatif pada sel normal.

Sejumlah pengobatan kanker masih dalam tahap pengembangan dan sedang diuji, termasuk terapi yang diharap menjadi andalan di masa depan yaitu terapi gen (gene therapy) yang  dapat secara spesifik melawan kanker.

Terapi ini akan melawan secara spesifik sel-sel kanker tanpa mengganggu sel-sel normal di dalam tubuh. Keberhasilan pengobatan ini, di masa depan, akan meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup penderita kanker.

Namun, sikap orangtua menjadi yang terpenting untuk menentukan kesembuhan kanker pada pasien anak. Mengutip ucapan DR Indria Laksmi Gamayanti, MSi, Psi, dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM), pengalaman seorang anak dalam menjalani pengobatan kanker memang dapat menjadi hal yang traumatis, menyedihkan, dan merasa terisolasi. Hal tersebut, tidak hanya dirasakan pada penderita, tapi juga orangtua. Karenanya, sikap orang tua sangat menentukan.

Orangtua sebaiknya tidak terlalu khawatir. Orangtua perlu mencari informasi sebanyak-banyaknya, salah satunya melalui pengalaman-pengalaman orangtua yang pernah mendampingi anak yang mengalami kanker. Tidak dapat dipungkiri, posisi orangtua memang sulit. Tetapi, jika orangtua sulit menerima, kondisi anak secara fisik juga akan terpengaruh. Ketika orangtua stabil, anak juga akan stabil. Dan, yang terpenting, selalu optimis dan berjuang untuk mencapai kesembuhan anak.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Berbagai sumber
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 954
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1176
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1443
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1589
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 749
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 903
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 858
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya