Lelaki dengan Senyuman di Litar Formula E

| dilihat 1308

Delanova

Lelaki itu datang bersama istri, anak, dan menantunya. Tidak ke tribun VIP (very important person) sirkuit arena litar - Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (3/6).

Dia dan keluarganya berada di tribun penonton biasa, sesuai tiket yang dibelinya untuk menyaksikan Pascal Wehrlein meninggalkan Maximilian Gunther dan Jake Dennis dan memenangkan Race 1 Formula E Jakarta 2023 pada balapan yang 'sengit' hari itu.

Ia berdiri. Bersorak. Mengekspresikan suasana hatinya. Senyum tak lepas dari wajahnya, wajah istri, anak, dan menantunya. Tak ada yang berubah. Ia selalu hadir dengan senyuman.

Tahun 2022 lalu, ia ada di tribun VIP litar yang dibangun atas inisiatifnya, setelah gagasannya menggelar balap Formula E di bulevard Jakarta dan kawasan Monas urung dilakukan.

Lelaki itu memang penggagas penyelenggaraan Jakarta E-Prix pertama sebagai aksi merespon fenomena dan tren dunia balap mobil listrik. Bagian dari ikhtiar besar menjadikan Jakarta sebagai salah satu kota global yang concern dan penting dalam proses transformasi sains dan teknologi dengan zero emisi.

Gagasannya itu beroleh riuh pro kontra antara kaum visioner masa depan dengan kaum yang tertambat di hari kemarin dan hari ini.

Keputusannya menginisiasi pembangunan Jakarta International E-Prix Circuit di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, di bekas litar masa lampau, menghadapi berbagai kendala. Termasuk pengadaan aspal untuk lintasan litar. Tapi, justru memantik daya kreatif para insinyur mengolah daya dan melakukan lompatan inovasi yang diakui dan dipuji, terbaik di dunia.

Isyarat Ilahiah, "di balik kesulitan selalu ada inspirasi, di balik kesulitan ada kemudahan," mewujud di litar mobil pacu listrik itu.

Upaya penjegalan atas ikhtiarnya mewujudkan gagasan yang meletakkan Jakarta sebagai salah satu simpul kota global dunia, berakhir dengan sukacita. Belakangan, penyelenggaraan Formula E (termasuk pembangunan litar E-Prix Ancol) hendak pula dimainkan sebagai sebagai point d'incrimination atas dirinya.

Konteksnya jelas, politik. Khasnya, ketika lelaki itu tak lagi menyandang atribut sosio politik sebagai pemimpin dan pelayan Jakarta.

Lelaki dengan senyuman khas di tribun penonton biasa litar E-Prix Ancol itu, kini memang bukan sesiapa. Ia ada di antara penonton dan penikmat balapan Formula-e yang tahu, dirinya sebagai penggagas berlangsungnya peristiwa balap mobil era disrupsi yang terkesan di lupakan.

Boleh jadi, senyumnya kali ini adalah senyum sukacita, karena gagasannya tak hanya memenuhi hasrat sebagian warga Jakarta penggemar balap mobil beroleh harapannya. Pun, karena kegiatan itu berdampak ekonomi bagi banyak pihak, khasnya pelaku usaha kreatif mandiri (UKM).

Senyumnya terus melebar, ketika dia meninggalkan tribun litar, berjalan di pelataran kawasan litar sambil menggandeng jemari istrinya.

Orang-orang menghampiri. Memintanya foto bersama. Dan, dia -- seperti biasanya -- memenuhi permintaan dan harapan khalayak untuk foto bersama. Sesuatu yang bakal menjadi kenangan personal. Ya.. kenangan personal berfoto bersama idola.

Lelaki itu bernama Anies Rasyid Baswedan, Gubernur DKI Jakarta (2017-2022), inisiator penyelenggaraan E-Prix, balapan formula E kelas dunia, intelektual kelas global yang punya kualitas khas akal budi, bakal Calon Presiden dalam Pemilihan Presiden 2024 (yang diusung Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera).

Dia paham dan tahu dirinya. Ketika kembali menjadi warga biasa, ia bukanlah petinggi yang dipisahkan oleh jarak dan posisi tribun. Ia harus berada di antara sesama warga. Ia menikmati perubahan situasi, karena tak mengidap post power syndrom.

Ia sosok pemimpin berjiwa pendaki gunung penempuh rimba. Pemimpin yang paham untuk apa di mendaki, menghitung tantangan dan rintangan mencapai puncak. Di mana saja dan kapan harus memasang tenda kemah. Bagaimana strategi dan taktik mencapai puncak. Berapa lama akan di puncak, lalu bagaimana pula harus turun dan merentang jalan turun, husnul khatimah.

Anies memberikan signal menarik, bahwa naik dan turun adalah biasa dalam kehidupan. Dengan atau tanpa atribut, serta amanah dan otoritas, sebagai manusia dia mengemban tugas kemanusiaan.

Yakni, menghidupkan kesadaran tentang kesementaraan posisi dan kelanggengan fungsi, kesementaraan otoritas hingga sampai di batas, dan keabadian amal kebajikan, kreativitas dan inovasi amal saleh. Siapa saja bisa memasang rintangan, menjegal jalan namun tak sesiapapun bisa menjegal takdir. Hidup adalah sukacita rayakan dengan gembira, termasuk dalam memasuki ajang kontestasi politik: berlomba-lomba dalam kebajikan. |

Editor : delanova
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 248
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 474
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 466
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 438
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 531
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1625
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1402
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya