KAUM Betawi, bangkit dan bergerak menuju zaman baru. Memainkan peran strategis pada proses transformasi kebangsaan menuju seabad Indonesia Merdeka, 2045.
Pesona kebangkitan itu tertampak dari aksi Gerbang --Gerakan Kebangkitan – Betawi, yang dideklarasikan 29 Oktober 2017 lalu, di Grand Cempaka Hotel – Cempaka Putih, Jakarta. Pesona kebangkitan tersebut, sebelumnya terekam dalam aksi Keriaan Betawi Jatinegara di bekas Gedung Makodim Jakarta Timur, yang terletak persis di depan Stasiun Kereta Api Jatinegara, 26 Oktober 2017 malam.
Prof. Dr. Sylviana Murni, sebagai Ketua Panitia Penyelenggara kedua perhelatan, itu mengemukakan, ragam aksi yang digelar, mengekspresikan perjalanan kaum Betawi, dulu, kini dan masa mendatang.
Kan halnya dr. Ashari, Direktur Eksekutif Gerbang Betawi mengemukakan, organisasi yang dipimpinnya merupakan perkumpulan kaum Betawi terdidik yang hendak berkontribusi pada pembangunan di Jakarta, dan di Indonesia pada umumnya.
Seirama dengan pandangan dan pemikiran tersebut, Wakil Gubernur DKI Jakarta – Sandiaga Uno mengemukakan, kaum Betawi sudah saatnya menjadi tuan di kampungnya sendiri, seperti tercermin dalam pantun yang dikutipnya saat memberikan sambutan jelang penyajian projection video mapping yang menggunakan bekas gedung Makodim itu sebagai medium.
Ketika menjadi pembicara dalam diskusi kewirausahaan bertajuk Juragan Betawi, Sandi mengingatkan, salah satu jalan kebangkitan itu adalah di lapangan ekonomi. Ini selaras dengan program ‘mencetak wirausaha’ yang sedang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, OK OCE (One Kecamatan, One Centre Entrepreneur), satu kecamatan satu pusat (pengembangan) kewirausahaan. Jauh sebelum kampanye untuk Pilkada DKI Jakarta, Sandiaga Uno sudah melakukan berbagai aksi pelatihan untuk mencetak entrepreneur sukses, khasnya di kalangan kaum muda – millenial.
Program itu relevan dengan semangat Gerbang Betawi yang mencanangkan program 1 keluarga betawi, 1 sarjana, dan 1 pengusaha. Program ini merupakan integrasi dari berbagai program Gerbang Betawi yang memusatkan perhatian pada bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, agama, dan seni budaya.
Perkumpulan Gerbang Betawi bukan kompetitor (dan tak akan pernah menjadi kompetitor) Badan Musyawarah Betawi, sebagaimana Gerbang Betawi tak akan pernah menjadi bagian dari organisasi politik, apalagi menjadi organisasi politik.
Karenanya, Ketua Umum BAMUS BETAWI H. Zaenuddin, sebagai representasi formal kaum Betawi, yang membawahi puluhan organisasi kemasyarakatan Betawi, mengemukakan, semua rencana dan aksi program Gerbang Betawi untuk kepentingan kemajuan kaum Betawi, perlu didukung. Bamus Betawi berkomitmen untuk mendukung dan membantu, sebagaimana Bamus Betawi melakukan hal yang sama kepada organisasi kaum Betawi lainnya.
Keberadaan Gerbang Betawi juga mendapat respon dari Wakil Gubernur Jawa Barat, H. Deddy Mizwar yang mengisyaratkan pentingnya kebangkitan kaum Betawi di sektor ekonomi. “Juragan Betawi harus lahir dan berkembang, mengimbangi kemajuan pembangunan DKI Jakarta dan Jawa Barat, serta Indonesia pada umumnya,”ujar Deddy, ketika menerima pimpinan dan pengurus Gerbang Betawi di kediaman resminya, di Bandung.
Deddy menjelaskan, Gerbang Betawi perlu mengambil bagian dalam terus menerus meningkatkan marwah dan derajat kaum Betawi, apalagi di wilayah Provinsi Jawa Barat, meski dari populasi tidak terlalu besar, tetapi wilayah budaya Betawi terakomodasi dalam rencana strategis pembangunan Jawa Barat. Utamanya terkait dengan pengembangan kawasan metropolitan baru meliputi wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta.
Gerbang Betawi sendiri, menegaskan lahir, hadir dan mengalir, karena berbagai pemikiran asasi, sebagaimana tercermin dalam visi Gerbang Betawi, sebagai wadah terdepan bagi kaum Betawi yang bermartabat, unggul dan berakhlak mulia.
Dari sambutan, diskusi dan dialog yang melatari berdirinya Gerbang Betawi, tersirat dan tersurat hasrat Gerbang Betawi sebagai energi transformasi, yang sekurang-kurangnya mempunyai 4 (empat) focal concern, meliputi : keperluan mendesak atas Pendidikan (formal, informal, nonformal), Agama dan Budaya (tujuan, jalan, dan landasan hidup), Ekonomi, dan Kesehatan yang berkualitas. Pengelolaan secara benar empat sentra kepedulian, itu akan menegaskan eksistensi kaum Betawi lebih sebagai human capital (modal insan) katimbang sekadar sebagai sumberdaya manusia.
Secara khas Gerbang Betawi merumuskan standar minimum jenjang pendidikan bagi kaum Betawi. Dalam konteks sebagai pekerja dan profesional di berbagai lapangan kerja, kita juga perlu merumuskan standar minimum posisi kaum Betawi. Di sini, Gerbang Betawi fokus menggerakkan orientasi kewirausahaan (entrepreneurial) dengan merancang perluasan kesempatan berusaha.
Intinya, Gerbang Betawi, dari berbagai pemikiran yang mengemuka sampai berlangsungnya deklarasi adalah bagaimana melakukan creating value (menciptakan nilai) secara kreatif menjadi kaum Betawi sebagai indigenous peoples di Indonesia | ni widyanti