Milad BKMT, Semarak Pengajian Kaum Ibu

| dilihat 1094

Catatan Bang Sèm

sepah tebu sisih-sisihkan

tebu satu hilangkan dahaga

teruslah ibu syiarkan pengajian

tingkatkan mutu manajemen keluarga

Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) se Indonesia yang digerakkan dan dibina oleh Allahyarhamah Prof. Dr. Hj. Tutty Alawiyah, memperingati hari jadinya yang ke 42 tahun di Istora Senayan, Selasa (21.02.23). Ribuan kaum ibu, perwakilan Majelis Taklim se Indonesia, hadir.

Karena keterbatasan ruang tempat penyelenggaraan, animo 'terpaksa' dibatasi. Hari Ahad (19.02.23), dua hari sebelumnya, sebagian mereka melakukan pawai di jalan Thamrin dengan atraksi yang mempesona berhias akhlak.

Sejumlah tokoh, khasnya para pemimpin cendekia dan visioner Indonesia, seperti Anies Rasyid Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, Gatot Nurmantyo, dan lain-lain nampak hadir. Tentu juga, para ulama dan intelektual muslim Indonesia yang konsisten dan konsekuen memelihara persatuan umat dan berjuang memajukan bangsa dalam kedamaian. Kalangan yang sungguh menerapkan Pancasila dalam kenyataan, bukan sekadar retorika politik.

Bukan sekali ini saja BKMT menghadirkan syiar pengajian dalam skala besar. Ketika Prof. Dr. Hj. Tutty Alawiyah masih ada, BKMT beberapa kali menghelat pengajian akbar. Antara lain di Stadion Utama Senayan dengan kapasitas jauh lebih besar dengan pesona yang 'menggetarkan sanubari.'

Tutty Alawiyah adalah puteri Betawi yang mengharumkan Indonesia di kancah cendekiawan muslim dunia, penerus perjuangan KH Abdullah Syafi'ie yang concern pada pendidikan keluarga dan masyarakat. Ulama bermarwah yang kerap mengajak serta puterinya ini melakukan dakwah di Singapura dan Malaysia.

Tutty Alawiyah juga pelopor pendirian dan pengembangan pondok pesantren dan pendidikan khas yatim piatu yang datang dari seluruh Indonesia. Selain pernah memimpin organisasi cendekiawan muslim se dunia, Tutty Alawiyah adalah sosok cendekiawan muslim yang pernah mengemban amanah sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia yang concern dan serius membangun kesadaran politik tentang eksistensi kaum ibu sebagai pendidik pertama dan utama anak-anaknya. Sekaligus berhasil menguatkan konsepsi manajemen keluarga.

42 tahun BKMT (yang kini dipimpin Dr. Hj. Syifa Fauzia, M.Arts) menyelenggarakan pengajian yang diikuti para ibu yang punya keandalan mengelola manajemen keluarga. Allahyarhamah Tutty Alawiyah sendiri yang memberi contoh (bersama suaminya Allahyarham H.A. Chatib Naseh) bagaimana membentuk keluarga sebagai soko guru utama pembangunan masyarakat dan bangsa. Menempa anak-anaknya, (yang kini dipimpin Prof. Dr. Dailamy Firdaus) sebagai pesona persona tokoh masyarakat yang berhasil di bidangnya. Baik dalam bidang pendidikan, dakwah, bisnis, dan politisi.

BKMT melalui jaringan majelis taklim seluruh Indonesia, mampu menegaskan, tidak hanya perempuan sebagai tiang negara, melainkan keluarga sebagai soko guru pembangunan bangsa. Soko guru yang di dalamnya terus berkembang orang-orang baik yang mempunyai kehormatan dan martabat, tanpa harus bersikap nyinyir. Memberi ruang bagi berkembangnya generasi baru, kaum muda yang sehat jasmani dan ruhani, mental spiritual.

Pengajian yang dikelola dalam bentuk majelis taklim dalam jaringan BKMT selalu mengalirkan proses pendidikan -- baik didaktis maupun pedagogis -- yang memandu kaum perempuan bersikap rendah hati dan mulia. Kaum yang ketika diberi kemudahan oleh Allah menjadi kalangan mampu dan punya otoritas, selalu mampu bersikap rendah hati dan murah hati. Cerdas sekaligus bijak, sehingga mampu memainkan peran sebagai fasilitator dan katalisator bagi kaum miskin dan  papa mempunyai kesabaran dan qana'ah, selalu meningkatkan kualitas diri dalam mengubah nasib.

Pengajian yang diselenggarakan majelis taklim dalam jejaring BKMT menempa kaum ibu, jama'ahnya sebagai pribadi-pribadi yang bertanggungjawab terhadap keluarga. Mampu mengelola komunikasi inter dan antar keluarga, sekaligus memanfaatkan waktu secara berkualitas. Terutama, karena dalam pengajian-pengajian tersebut selalu dikembangkan prinsip hakiki muslimah wasathiyah yang pandai menempatkan dan memainkan peran diri secara proporsional, fungsional, sekaligus profesional di bidangnya.

Melalui pengajian rutin dasn reguler, selain menimba ilmu, kaum ibu menguatkan relasi sosial yang mencairkan pola relasi korelasi dalam patronase, antara yang formal - patron client relationship dan non formal - traditional authority relationship. Bersikap kosmopolit dengan tetap tahu diri bagaimana mesti menempatkan fungsi dalam lingkungan domestik dan sosial.

Pengajian memberikan ruang luas bagi para ibu memahami hakekat relasi korelasi sosial sebagai suatu proses untuk terus menerus secara tanpa henti meningkatkan kemampuan, baik fisik, psikis, dan finansial. Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan keluarga yang berorientasi pada human development indicator, meliputi kesehatan, kecerdasan, dan kemampuan ekonomi yang bermuara pada kesejahteraan dan kebahagiaan.

Kemampuan tersebut pada masanya akan memberikan kontribusi terhadap tumbuh dan berkembangnya masyarakat yang dewasa, baik secara komunal, sosial, dan politik. Mampu memimpin dan berani dipimpin, tidak pongah dan jumawa dengan kekuasaan yang disandangkan dan dititipkan hanya sementara.

Kemampuan psikis dan spiritual yang berkembang dalam pengajian-pengajian juga berkaitan dengan kesadaran tentang hukum yang berorientasi pada keadilan, estetika yang berorientasi pada keadaban, dan tentang mahabbah -- cinta multi dimensi -- yang berorientasi pada kemanusiaan.

Melalui pengajian-pengajian itu juga, jama'ah memperoleh pemahaman tentang hakekat kesepadanan, ekuitas dan ekualitas dalam menempatkan diri sebagai pribadi dan sekaligus sebagai bagian dari masyarakat - negara - bangsa. Dimensi kufu' yang juga sering disebut sebagai kualitas 'muslim kafa'ah' mengandung makna yang sangat mendalam tentang toleransi, inklusivisma, dan akan memberi kualitas terhadap demokrasi sebagai cara mencapai harmoni kebangsaan. Bukan sekadar sebagai cara mencapai dan memperoleh kekuasaan. Di dalam pengajian, tak ada dikotomi 'aku - kau,' 'kami - mereka,' melainkan 'kita.' Bukan firqah -- apalagi ashobiyah -- pengelompokan sosial - politik (kelompok dan golongan) yang selama ini meracuni dunia politik pragmatis.

Pengajian-pengajian melalui majelis taklim mempunyai manfaat dimensional, lantaran setiap jama'ah -- tanpa terkecuali ustadz - ustadzah -- selalu beroleh penguatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Landasan kokoh dalam membangun dimensi kemanusiaan, persatuan, dan musyawarah sebagai trap-trap pencapaian keadilan sosial. Itulah sebabnya, mengapa para petinggi negeri, tanpa kecuali pemimpin politik mesti tahu dan mendalami (dan mempunyai ilmu tarbiyah) untuk paham dan mengerti hakekakt pengajian.

Dalam pengajian, kesadaran untuk berkontribusi, berkolaborasi dan bersinergi mengatasi berbagai masalah kehidupan dikelola dengan antusias, berbasis simpati, empati, apresiasi, respek, dan kasih sayang. Sesuatu yang jarang terjadi dalam lingkungan institusi politik pragmatisma yang dipenuhi sikap antusias dan hanyut dalam jebakan fantasi kekuasaan.

Melalui kesadaran dan pendidikan berdimensi sosiologis tersebut, yang akan tumbuh kemudian adalah kesadaran terhadap kepedulian, ketaatan, kesetiaan, dan perlindungan, laksana lebah. Bukan 'keterasingan' bagai laba-laba dengan jejaring yang terbentuk oleh kepentingan-kepentingan sesaat. Kesadaran semacam ini, terbentuk dalam pengajian, melalui pengembangan sikap proporsional dalam menempatkan hak dan kewajiban. Pula, sikap saling menghargai kebaikan dalam melakukan ishl?h dengan cara yang baik, jika ada kesalahan. Ada hubungan timbal balik antar sesama.

Apa yang nampak dalam peringatan 42 tahun BKMT di Istora Senayan memberi pelajaran berharga kepada kita untuk memaknai hakikat hubungan timbal balik yang khas atau mu'asyarah bilma'ruf. Sesuatu yang memberi ruang kebaikan bagi suburnya kebiasaan baik dalam pergaulan, berupa  keterbukaan yang menumbuhkan rasa saling percaya di antara jama'ah. Saling memberi informasi antar sesama untuk menghindari diri dari prasangka buruk, saling menuduh, saling tuding, dan menjauhkan diri dari segala perilaku yang dapat menimbulkan masalah.

Karenanyalah syi'ar pengajian mesti terus dihidupkan. Dalam konteks itulah kita berharap BKMT terus memfasilitasi perkembangan pengajian, khasnya bagi kaum ibu. Semarak pengajian kaum ibu akan melatih kita menjadi penggerak demokrasi beradab. |

Editor : delanova | Sumber : foto-foto dari akun medsos ARB
 
Ekonomi & Bisnis
31 Okt 25, 07:16 WIB | Dilihat : 276
Kinerja Solid Pertamina NRE Lampaui Target
30 Okt 25, 00:14 WIB | Dilihat : 258
Optimus Tetap Program Utama Pertamina Hulu Energi
23 Okt 25, 20:49 WIB | Dilihat : 437
Pertamina Hulu Energi Unjuk Daya Indonesia di NAPEC 2025
Selanjutnya
Seni & Hiburan
16 Nov 25, 10:19 WIB | Dilihat : 167
Hazieq Rosebi Berjenaka dengan Nurlela
19 Nov 24, 08:29 WIB | Dilihat : 2418
Kanyaah Indung Bapak
20 Jul 24, 21:32 WIB | Dilihat : 2934
Voice of Baceprot Meteor dari Singajaya
Selanjutnya