PADA tahap-tahap perkembangan peradaban manusia, berkembang ilmu pengetahuan, dan akan terus berkembang, bahkan tak bisa dihentikan oleh masa. Sebagaimana manusia mengenali perkembangan dimensi hidup, mulai dari dimensi titik, dimensi garis, dimensi ruang, dan dimensi waktu. Dalam konteks dimensi ruang dan waktu itulah, kemudian, manusia secara sadar membangun kota-kota dengan segala bentuk, fungsi, dan luasan wilayahnya. Dan yang sangat menarik, pada mulanya manusia dipandu oleh nalurinya -- sebagaimana halnya jin dan binatang – mengikuti kondisi alam yang memberi mereka iklim.
Para failasuf mencermati, dipelajari dari tradisi dan keyakinan imajinernya, kita mengetahui, bahwa masyarakat yang hidup pada fase pertama dan kedua di daerah-daerah yang dimakmurkan, diolah, dan dibangun manusia, mempunyai peradaban yang lebih sedikit dibandingkan dengan daerah yang lain. Yaitu daerah-daerah yang terbangun pada fase ketiga dan keempat perkembangan peradabannya.
Khaldun mendeskripsikan, daerah yang dimakmurkan pada fase pertama dan kedua, berbaur dengan kawasan tandus, kosong, lengang, sebagian berupa hamparan padang pasir, dengan lautan luas lepas di sebelah timurnya. Di daerah-daerah ini, perkembangan manusia relatif lamban. Mereka dipengaruhi oleh iklim yang ekstrim.
Sedangkan di daerah-daerah yang terbangun pada fase berikutnya, dengan iklim yang lebih beragam, terdapat sedikit sekali kawasan kosong dan lengang. Bahkan, kawasan ini nyaris tak mengenal padang pasir. Pertumbuhan penduduknya berkembang cepat. Desa dan kota tempat manusia bermukim pun tersebar. Peradabannya berjenjang, laksana anak tangga, sejak dari iklim ketiga dan keempat, ke fase dan iklim berikutnya. Hingga fase ke enam. Kesemuanya bergantung pada pengaruh matahari atas masing-masing belahan bumi itu.
PADANG GERSANG DUBAI. KEMAMPUAN IMAJINASI, SAINS DAN PENGETAHUAN MENGUBAHNYA MENJADI DAERAH TUJUAN WISATA | istimewa
Khaldun mendeskripsikan, matahari mencapai zenitnya di ekuator, dua kali setiap tahun, di dua titik Aries dan Libra, menjemput masa perguliran matahari berada di posisi Cancer. Dan ketika permulaan Cancer turun ke bawah dari zenit di atas garis lintang, matahari juga turun dari zenitnya.
Pada masa inilah, proses penciptaan dapat berlangsung. Perubahan fenomenon seperti itulah selama ribuan dan bahkan jutaan tahun, membentuk alam dengan segenap perubahan kandung sumberdayanya. Kondisi ini, yang memungkinkan peradaban di kawasan katulistiwa berkembang dan lebih beragam coraknya dibandingkan dengan belahan bumi sebelah selatan. Juga kawasan Barat, yang peradabannya lebih bergerak lebih maju beberapa masa.
Meski para failasuf lebih banyak bersepakat tentang fase-fase peradaban demikian, dari asumsi Ibn Rusyd, kita ketahui bahwa ekuator berada dalam posisi simetris. Karenanya kawasan yang terletak di belakang ekuator ke selatan, sama dengan daerah-daerah yan terletak di belakang ekuator ke sebelah utara. Karenanya, perkembangan peradaban di sekitar ekuator, tertradisi secara mutawatir (faktual dan tidak diragukan kebenarannya), berkembang melalui proses yang tidak terlampau cepat.
Pola interaksi masyarakatnya dengan alam dan lingkungan, berlangsung secara tradisional, mengingat lambannya proses penguasaan sains dan terknologi. Karena itu, mereka memerlukan fase yang sangat panjang untuk mampu mengelola sumberdaya alam dengan kearifan dan kecerdasan lokal dan, sains teknologi modern yang lebih dulu berkembangan di peradaban bangsa-bangsa yang hidup di belahan barat. Proses transformasi berkembang, setelah manusia menemukan berbagai perangkat perubahan manusia, yang bergerak sedemikian cepat. | (bersambung)