Mahmudi Fukumoto Ingin Membantu Orang Lain Sukses

Bekas TKI Sukses Jadi Pengusaha di Jepang

| dilihat 6323

“Mahmudi Fukumoto,” ia menyebut namanya sambil menyalami saya, kala datang menjemput di Kansei International Airport – Osaka, Jepang, Februari tahun lalu.

Sejak keluar dari areal  bandara yang dibangun di atas pulau reklamasi, itu dia sudah bercerita banyak tentang Jepang, tempat dia hidup lebih sepuluh tahun, dan kini menjadi pengusaha sukses di Tokyo.

Melintasi jembatan bailey baja yang sangat panjang, menghubungkan pulau reklamasi dengan pulau induk, dia bercerita banyak tentang industri, perangai bisnis, dan budaya Jepang.

Dua bulan lalu, ketika berkunjung ke Tokyo, Mahmudi menjemput saya di Tokyo Disneyland. Ia mengajak saya minum kopi di dekat Harajuku. Sebelumnya, dia mengantar saya ke hutan kota Meiji Jingu.

Putera Jawa Timur asal desa di perbatasan Tulung Agung dan Blitar yang dikenal sebagai kampung TKI (tenaga kerja Indonesia), berangkay ke Jepang sebagai kenshusei. Bahkan pekerja magang.

Saya masih ingat ceritanya setahun lampau. Usai menjadi kenshusei, ia terpikir pulang ke Indonesia. “Rencananya sih, mau kawin dengan gadis Jawa dan berdagang kecil-kecilan. Tapi, baru saja mau melamar sang gadis, sudah ditolak duluan,”kisahnya.

Akhirnya dia balik ke Tokyo, dan terpikat seorang gadis Jepang. Mahmudi nekad meminangnya. Ternyata gadis itu mau. “Kawinnya heboh, Pak. Sesuai tradisi Jepang. Saya hanya didampingi teman-teman di sini. Gak ada keluarga yang datang, karena ongkosnya mahal,” kata dia.

Karena sudah menikah, Mahmudi berfikir, harus mengubah haluan. Ia ingin menjadi pengusaha, tak lagi hanya pekerja.

Berbekal tabungan sekitar Rp300 juta, dia mulai bisnisnya sebagai supplier konstruksi. Keihin Network Solution (KNS), namanya. “Saya mesti bersaing dengan orang Jepang,” tekadnya. Tapi tidak mudah.

Beberapa kali Mahmudi gagal bersaing. Ia mencari tahu penyebab kegagalannya. “Ketemu penyebabnya. Nama saya gak lengkap. Saya gak punya family name. Lalu saya ngomong dengan mertua, lalu diberi family name, Fukumoto,” ulasnya. Maka jadilah dia Mahmudi Fukumoto.

Dengan nama itu, serta modal utama bisnis: kepercayaan, profesionalisme, dan kualitas, dia konsentrasi ke bisnisnya. Mahmudi bertekad harus memenangkan kompetisi, bahkan dengan pengusaha Jepang sendiri.

“Orang Jepang, kan berpegang pada tiga hal itu, termasuk disiplin. Alhamdulillah, berhasil. Akhirnya saya mendapatkan beberapa proyek,” jelasnya.

Mahmudi juga menerapkan prinsip budaya Jepang tentang efektivas dan efisiensi bisnis. Termasuk berhati-hati dan konsisten menjaga kepercayaan, janji, dan kesepakatan yang tertera di dalam kontrak. “Saya jaga betul supaya tidak meleset.”

Proyek demi proyek berhasil dilaksanakan. “Termasuk beberapa pekerjaan pada proyek pembangunan kilang pengolah minyak mentah dan gas, jembatan, gedung, dan pipa di laut,” ungkapnya. Usahanya pun terus berkembang.

Para teman dan mantan bosnya menilai Mahmudi berjiwa entrepreneur. Bosnya menilai dia, berkemampuan managerial yang bagus. Dia juga sesosok pengusaha yang bertanggung jawab.

Dia sendiri yang menjamin, para mantan kenshusei dan mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Jepang, sesuai dengan standar Jepang dalam melaksanakan pekerjaan. Mahmudi yang memang menonjol mengorganisasi dan mengkoordinasi staf, kian beroleh kepercayaan mitra bisnisnya..

Mahmudi merekrut para profesional di bidang konstruksi dari beragam keahlian. Profesional las, kayu, batu, pipa, dan lainnya, dengan menerapkan disiplin ketat. Para profesional, itu dia rekrut dengan gaji yang lumayan besar (untuk ukuran Indonesia), sekitar Rp20 juta sampai Rp30juta sebulan.

Di perusahaannya, Mahmudi mempekerjakan orang Jepang dan Indonesia. “Pernah juga saya pake orang Bangladesh dan Korea, tapi tidak cocok dengan budaya di sini, saya berhentikan,” ungkapnya.

Saya goda dia dengan memanggilnya boss. Spontan, Mahmudi berkilah, “Saya bukan boss pak, saya kuli,” kilahnya sambil menghirup kopi lepas tengah hari di dekat Harajuku.

Mahmudi bercerita, karir bisnisnya juga berkembang karena dukungan Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Tokyo, sejak dipimpin Abdullah Firman Wibowo. BNI memberi perhatian dan mengembangkan potensi kenshusei menjadi pengusaha. Itulah yang memberanikan Mahmudi mengajukan penawaran pekerjaan.

“Sebagai nasabah, saya ini, kuli yang dilayani BNI, pak,” ungkapnya merendah.

 Menurut Mahmudi, BNI telah membinanya melalui program pendampingan dan pemberdayaan bisnis. Karena merasa dibantu itulah, Mahmudi juga membantu orang lain, sesama kenshusei. Tak hanya di Jepang, bahkan di Korea Selatan.

“Saya ingin lebih banyak lagi mantan kenshusei yang sukses berwirausaha, baik di Jepang maupun di Indonesia,” tukasnya. Terutama yang sudah selesai magang lima tahun, dan punya modal untuk investasi awal. 

"Saya ingin orang lain juga sukses, Pak..,"serunya. | bang sem

Editor : N Syamsuddin Ch. Haesy
 
Energi & Tambang
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 529
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1623
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1401
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya