Kurikulum Simulasi Kematian

Terapi Antisipasi Bunuh Diri

| dilihat 1690

AKARPADINEWS.COM | DUNIA mengagumi kemajuan Korea Selatan. Negara yang perekonomiannya pernah terpuruk, sama seperti Ghana di era 1960-an, kini menjadi negara makmur. Korea Selatan yang merdeka tanggal 15 Agustus 1945 dari penjajahan Jepang, selang dua hari kemerdekaan Indonesia, kini menjadi negara industri yang disegani dunia, sebagai produsen terkemuka barang-barang elektronik, mobil, dan sebagainya.  

Namun, di balik prestasi pertumbuhan ekonomi yang berada di peringkat ke-12 dunia, tingkat kesejahteraan dan standar hidup yang tinggi serta pesatnya perkembangan budaya modern seperti Korea Pop hingga operasi plastik, negara berjulukan Negeri Ginseng itu menyimpan sisi gelap dengan menduduki peringkat tertinggi dalam kasus kematian akibat bunuh diri.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan 28,9 persen dari 100 ribu penduduk Korea Selatan, menyatakan ingin mengakhiri hidup dan 40 orang setiap hari memutuskan untuk bunuh diri. WHO memaparkan, sebanyak 28,28 persen pemicu bunuh diri di Korea Selatan karena masalah psikologis.

Tingkat depresi paling tinggi di kalangan selebritas yang mencapai 53,12 persen, pengusaha mencapai 48,12 persen, dan kalangan buruh 48,18 persen. Selain masalah psikologis, pemicu bunuh diri juga akibat gangguan fisik dan penyakit sebesar 21,88 persen serta faktor masalah ekonomi yang mencapai 16,17 persen.

Kasus bunuh diri juga melibatkan kalangan remaja. Hasil survei Kementerian Kesehatan Korea Selatan terhadap 4.000 rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 18 tahun menunjukan, faktor pemicu bunuh diri akibat tekanan akademis. Belum lagi persoalan kasus kekerasan di sekolah, kecanduan internet, pengabaian, dan suguhan kekerasan di dunia maya, turut memicu kalangan remaja nekat bunuh diri.

Direktur Bank Dunia, Jim Yong-kim menilai, para pelajar di Korea Selatan mengalami beban psikologis akibat tuntutan kompetisi dan proses belajar yang memerlukan waktu yang lama. Kurikulum pendidikan di Korea Selatan nampaknya memaksa pelajar untuk benar-benar serius menjalani proses pendidikan, namun tidak mempertimbangkan aspek psikologis para pelajar.

Bunuh diri di Korea Selatan juga sudah merambah ranah dunia virtual. Hal itu terlihat adanya ajakan-ajakan bunuh diri melalui website atau media sosial lainnya, serta adanya jaringan kelompok untuk melakukan bunuh diri secara bersama-sama.

Pemerintah juga menilai, fenomena itu menjadi masalah sosial yang memprihatinkan dan harus segera dipecahkan. Menurut laporan Institut Riset Kebijakan Asuransi Kesehatan yang berada di bawah naungan Badan Asuransi Kesehatan Nasional Korea Selatan yang dirilis tahun 2015, tindakan bunuh diri telah menyebabkan kerugian sosial yang nilainya mencapai 6,4 triliun won atau setara Rp799 triliun. Nilai kerugian itu diukur dari dari sisi medis, transportasi, dan biaya tidak langsung seperti hilangnya pendapatan masa depan dan rendahnya produktivitas sumber daya manusia (SDM).

Untuk menekan tingginya kasus bunuh diri tersebut, pemerintah memberikan materi tentang kematian yang diterapkan dalam kurikulum pendidikan. Materi itu mengajarkan para siswa mengenai simulasi saat dirinya meninggal dunia. Kurikulum yang diterapkan melalui mata pelajaran tentang kematian ini dilakukan di sebuah ruangan khusus. Disedikan pula peti mati yang terhubung dengan meja belajar sebagai instrumen belajar. Para siswa diberikan tontonan tentang upacara pemakaman, diiringi lagu dan kesedihan orang-orang tersayang.

Lalu, mereka diminta mengenakan jubah putih dan masuk ke dalam peti mati. Di samping peti mati, ditempatkan meja kecil. Sebatang pena, kertas dan foto siswa tersebut diletakkan di atasnya. Para siswa diminta menulis tentang makna dan tujuan hidupnya.

Tujuan simulasi kematian ini agar para siswa dapat menghargai hidupnya setelah mendapat bayangan akan kematian. Proses penyampaian materi simulasi itu dilakukan ahli kejiwaan dan petugas pemakaman. Dengan begitu, para siswa lebih termotivasi untuk belajar, mengetahui masalah sebagai bagian dari kehidupannya, dan mencoba menemukan sisi positif dari situasi paling sulit yang dihadapinya.

Dalam praktiknya, siswa berada di peti mati yang ditutup. Dia sendiri, ditinggalkan rekan-rekannya. Selama 10 menit dirinya berada di ruang sempit yang gelap. Dalam kondisi demikian, para siswa diminta untuk berkontemplasi, merenungkan makna kehidupan. Setelah 10 menit berlalu, pimpinan simulasi memasuki ruangan dan menyemangati mereka.

Simulasi kematian tersebut juga menjadi terapi khusus di klinik-klinik, di mana pasiennya mengalami depresi. Setelah menjalan terapi tersebut, pasien seakan merasakan kematian. Lalu, hidup kembali dan diarahkan untuk terus berjuang menjalani kehidupan.

Dalam sebuah video di klinik Seoul Hyowon Healing Center, banyak pasien terlihat menangis usai menjalani simulasi. Mereka mengaku tercerahkan.

Selain menerapkan simulasi kematian sebagai kuriulum dan terapi, Pemerintah Korea Selatan juga membentuk tim khusus yang bertugas menyisir konten-konten di dunia maya yang berhubungan dengan ajakan bunuh diri, baik secara personal maupun secara massal. Pemerintah juga memasang telepon darurat dan menurunkan tim patroli di Jembatan Sungai Han di Kota Seoul, salah satu tempat favorit untuk bunuh diri.

Meski pemerintah Korea Selatan berupaya melakukan segala cara untuk menekan angka bunuh diri yang dilakukan warganya, keputusan bunuh diri tetap tergantung individunya. Artinya, tatkala realitas yang dihadapinya pelik untuk diselesaikan, maka individu itu rawan untuk melakukan tindakan nekat.

Patalogi sosial yang terjadi Korea Selatan menunjukan jika kemajuan ekonomi, dukungan teknologi, kemapanan, popularitas, dan sebagainya, tidak membuat hidup manusia menjadi lebih mudah, tenang dan damai. Kekosongan jiwa dan tekanan psikologis membuat manusia nekat mengakhiri hidupnya dengan cara-cara tragis.

Selain mengajarkan simulasi tentang kematian, idealnya, diajarkan pula nilai-nilai kebajikan, agama, dan cinta pada diri sendiri maupun sesamanya kepada para sisiwa sejak dini. Dengan begitu, seseorang akan memahami hakekat menjalani kehidupan sebelum menuju ke alam kematian.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1201
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Energi & Tambang