PM IX Malaysia Ismail Sabri Serukan Cabut Hak Veto DK PBB

| dilihat 437

SENTUL - BOGOR | Perdana Menteri IX Malaysia, Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob serukan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) cabut Hak Veto Dewan Keamanan. Menteri Pertahanan Malaysia dan Menteri Kanan Keamanan Malaysia (2020 -2021), itu menyuarakan keprihatinan atas penyalahgunaan hak veto oleh Dewan Keamanan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai masalah terbesar.

Dia menegaskan, hak veto sering disalahgunakan demi kepentingan kekuatan dunia yang memilikinya. Tidak demokratis dan melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. Hal ini menyebabkan konflik yang terjadi tidak dapat diselesaikan oleh perwakilan tetap Dewan manapun.

Pernyataan tersebut dikemukakannya, pada saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Pertahanan Republik Indonesia di Jawa Barat, Indonesia hari ini (Senin, 26/6/23).

Anggota Parlemen dari Bera tersebut menegaskan, “Sekarang saatnya mencabut hak veto. Sebagai organisasi yang membawa semangat dan simbol demokrasi ke dunia, PBB perlu kembali ke pondasinya”.

“Perdagangan antar negara hampir bebas. Kegiatan ekonomi antara negara kapitalis dan sosialis berjalan seolah-olah bebas tanpa batasan. Maka mengapa tidak, PBB dan seluruh anggotanya berusaha menjadikan dunia satu keluarga besar yang sempurna. Menjadi Keluarga Dunia yang sesungguhnya. Keluarga Dunia yang damai."

Menurutnya, sekarang konflik antara Ukraina dan Rusia telah berlangsung selama lebih dari setahun. Tidak ada tanda-tanda akan berakhir. Ukraina mendapat dukungan dari NATO dan negara-negara Barat, sedangkan Rusia mendapat dukungan dari China. "Banyak properti telah dihancurkan, terutama di Ukraina, dan banyak nyawa telah hilang di kedua belah pihak," ungkapnya.

Ismail Sabri yang peduli dengan perdamaian kawasan dan dunia, itu juga menceritakan bagaimana ia mengusulkan lahirnya Keluarga ASEAN, saat berlangsung KTT ASEAN virtual pada 26 Oktober 2021.

Menurutnya, negara-negara ASEAN dapat menjalin hubungan yang sangat erat. Agar rasa curiga tidak segera muncul, maka banyak hal baik yang bisa diraih.

“Kehangatan itu bisa mengubah pengeluaran negara yang tidak produktif menjadi sebaliknya. Misalnya, hampir semua negara ASEAN mengeluarkan alokasi dana yang besar untuk anggaran pertahanan. Padahal kita tahu, pengeluaran untuk persenjataan itu tidak produktif. Lalu untuk apa pengeluaran miliaran ini? dolar untuk?" jelasnya.

Dikemukakan oleh pria kelahiran Temerloh - Pahang, 18 Januari 1960, itu “Kalau kita negara-negara ASEAN bisa menciptakan true trust antar negara anggota, maka anggaran itu tidak perlu. Mungkin bisa digunakan untuk pendidikan gratis bagi pelajar atau kesehatan gratis bagi masyarakat.”

Pada bagian lain kuliah umum-nya yang disimak seluruh undangan, Ismail mengemukakan, “Dari segi ekonomi, negara-negara ASEAN saling melengkapi seperti sebuah negara bukan bersaing satu sama lain. Misalnya, kawasan ini merupakan penghasil utama karet dan minyak sawit dunia tetapi harga komoditas ini ditentukan oleh negara lain, dan kita bahkan dihadapkan pada berbagai larangan dari negara-negara di luar kawasan.”

Dikemukakannya juga, “Walaupun kita ditekan oleh kekuatan besar dan tidak memiliki kekuatan militer, tetapi jika kita bersatu sebagai satu keluarga besar ASEAN, orang luar akan menghormati kita. Ibarat lidah mudah patah, jika dikepal sulit untuk merusak."

Di sisi lain, Ismail Sabri mengemukakan, perdamaian universal merupakan tanggung jawab global. Oleh karena itu, setiap negara harus menerapkan berbagai cara untuk menjaga perdamaian nasional dan internasional.

“Dalam bahasa sederhana bahwa 'perdamaian universal' dimaksudkan sebagai perdamaian yang diperoleh secara alami, di mana itu bukan hasil perang,” ungkapnya.

Tegas ia menyatakan, "Saya menolak konsep 'perdamaian dunia' yang menggunakan kekuatan senjata atau memenangkan pertempuran untuk mewujudkan perdamaian. Perang tidak bisa diselesaikan dengan perang untuk mencapai perdamaian."

Setarikan nafas, Ismail Sabri menyatakan, “Oleh karena itu, saya mengajak hadirin untuk berdo'a sambil berusaha, agar seluruh pimpinan dunia melalui PBB, berusaha mencari jalan agar segala bentuk konflik atau perang dapat diatasi. Jangan biarkan para kapitalis senjata dan minyak ini menghancurkan penghidupan manusia di dunia ini.”

Ismail Sabri Yaakob mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia, Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian dan UNHAN RI yang telah mengundangnya menyampaikan kuliah umum.

Pada bagian awal kuliah umumnya, penggagas konsep 'Keluarga Malaysia' mengemukakan, "Hari ini dunia berubah dalam putaran yang panas dan ganas. Dalam masa kita semua masih bergelut untuk pulih dari pandemi COVID-19, kita juga terpaksa berhadapan dengan krisis geopolitik yang menyebabkan ekonomi menjadi tidak menentu."

Kita dihadapkan oleh trilogi krisis (kesehatan, ekonomi, dan geopolitik) -- yang menyebabkan kehidupan kita berubah secara total, anak-anak kecil menjadi yatim piatu, ada yang menjadi muflis (bangkrut), dan ada yang sukses mengambil peluang untuk mengatur ulang kehidupan mereka, melalui ledakan teknologi digital pasca pandemi. Tapi kita semua memimpikan dunia yang damai tanpa perang meski sulit untuk dicapai.

Dikemukakannya, "Di Era Globalisasi ini, kita dihadapkan pada konsep Dunia Tanpa Batas, dimana kita tidak perlu mendapatkan izin untuk mengetahui segala sesuatu di suatu negara. Teknologi digital memandu warga dunia dalam aktivitas urusan informasi di seluruh dunia, yang berfungsi sebagai jaringan informasi yang mencakup seluruh dimensi kehidupan warga dunia."

Dunia tanpa sempadan (batas) tersebut, juga mempengaruhi mata pencaharian dan kegiatan ekonomi masyarakat dunia, yang tadinya dibatasi, akhirnya terbuka lebar. Orang lebih bebas pergi ke mana saja meskipun ada batasan dasar yang dibuat oleh pemerintah suatu negara.

Menyadari hal tersebut, di negerinya, Ismail Sabri menghidupkan secara personal dan sosial kesadaran dan antusiasme menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respek dan cinta. "Sehingga mereka dapat berpikir, bertindak dan beraktivitas sebagai satu keluarga. Rasa memiliki mengalahkan rasa kepemilikan. Rasa satu seperti satu keluarga, yatitu Keluarga Malaysia."

Ketika beroleh kepercayaan sebagai Perdana Menteri IX, Ismail Sabri menumpahkan pemikiran tersebut dalam acuan falsafah yang dinamakannya Keluarga Malaysia, yang terus diwujudkannya kini dan seterusnya, secara konsisten dan konsekuen. | masybitoch

Editor : delanova
 
Energi & Tambang
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 749
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 903
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 858
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya