Kemanusiaan pada Alir Konsistensi Kreatif Dolorosa Sinaga

| dilihat 61

Catatan Bang Sèm

Dolorosa Sinaga tak hanya perupa. Satu dari sejumlah alumni pertama (1977) Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta - LPKJ (kini Institut Kesenian Jakarta - IKJ) yang produktif dan kreatif juga sosok perempuan aktivis yang konsisten berteriak mengkritisi setiap bentuk ketidak-adilan.

Ia satu dari empat perempuan pada angkatannya yang secara khas mengambil pengajaran estetika patung. 1979, ia sempat meraih Penghargaan Utama dalam Kompetisi Seni Lukis Mahasiswa tingkat nasional di Indonesia. Ia melanjutkan studinya di St. Martin School of Art, London (1982), lantas memperluas cakrawala ilmu, pengetahuan dan pengalamannya di Yugoslavia, dan Amerika Serikat.

Bagi Dolo, karya-karyanya merupakan ekspresi nalar, naluri, dan nurani berkedalaman, pelantang kesadaran aktivisme sosio politik dalam makna yang luas.

Ia banyak menampilkan sosok perempuan dengan tema pembebasan, solidaritas, kelembutan, ketegaran, keberbagaian, dan optimisme yang berangkat dari antusiasme kesadaran dalam menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respek, cinta kasih dan luah (ungkapan) 'kedalaman insaniah.'

Karya instalasinya karib dengan aktivisme sosio budaya: kritis dan pernyataan politis, tanpa kecuali perlawanan. Mengemuka, antara lain pada karyanya bertajuk Crisis (Vietnam, 1998), Dance Your Life (pameran tunggal Taman Ismail Marzuki, 2013 dan NuArt Scuplture Parl, 2022). Pun dalam karya instalasi 'inter-aktif'-nya yang dapat ditemui di laman museum Multatuli di Rangkasbitung, Lebak, Banten.

Pada banyak karyanya dalam berbagai skala, tampak buah kemahiran dari konsep dan perspektif seni patiung (sculpture) tentang tubuh sebagai medium p[emantik kesadaran, sekaligus hakikat artistik, estetik, dan etik terbabit manusia.

Boleh jadi hal itu bersinggungan dengan namanya yang diambil dari 'via Dolorosa), kisah religius perjalanan Yesus Kritus di jalur penyaliban yang curam bebatuan. Pengajar seni patung yang sempat menjadi dekan di almamaternya (IKJ), ini terkesan tak pernah lelah 'berteriak.' Meski kadang, hanya 'teriakan' spontan  interpelatif.

Dalam percakapan di berbagai kesempatan, Anggota Akademi Jakarta - AJ (2021-2023) ini, Dolo sangat fasih bicara relasi gagasan, proses dan karya kreatifnya dengan hak-hak dasar atas tubuh (beserta nalar, naluri, nurani, dan rasa) yang menyertai, sebagai medium manusia dan kemanusiaan.

Kesadaran Insaniah

Dolo, pendiri Studio Somalaing Art (1987) yang masih aktif mengajar, berdiskusi, dan sembang-sembang (bercakap serius) tentang seni secara luas. Ratusan karya dalam berbagai ukuran lahir melalui pikiran, jiwa dan jemarinya, termasuk kreator patung Penghargaan AJ (dalam bentuk sosok manusia yang mengakar ke bumi dan berpucuk ke cakrawala) dan patung penanda (untuk intelektual penyampai) Kuliah Kenangan Sutan Takdir Alisjahbana (AJ) berbentuk bocah gembala membaca buku di atas kerbau.

Dolo juga dikenal sebagai salah seorang pendiri Koalisi Seni, organisasi nirlaba untuk advokasi kesenian di Indonesia.  Kegelisahan dan resonansi atas kejahatan kemanusiaan yang menebar derita rakyat Gaza akibat kekejaman genosida dan perang Ukraina yang mengorbankan anak-anak, perempuan, dan manusia lanjut usia, 'ditumpahkan'-nya dalam karya patungnya bertajuk Live Matters !!!

Karyanya pada pameran Jakarta Provoke 2024 dan 2025 -- mengisyaratkan bagaimana Dolo tak pernah bosan membangunkan kesadaran insaniahsiapa saja, untuk secara fokus dan jernih memahami hakikat hidup sebagai sesuatu yang penting.

Karya instalasi bermaterial logam beragam dimensi yang disajikan dalam pameran seni rupa tahunan  di Posbloc -- Jalan Pasar Baru, Jakarta -- itu puluhan patung beridiom ibu dan anak ditatanya sedemikian rupa, mengekspresikan kesaksian siapa saja ihwal beragam peristiwa tragis dalam kehidupan.

Satu patung besar yang menampilkan sosok perempuan dari dalam kotak yang dipanggul. "Siapa saja boleh meminjamkan punggung dan lengannya sebagai fasilitator dan katalisator bagi perempuan berteriak," katanya.

Dolo, lewat karyanya, itu seketika mengingatkan, kita -- manusia -- sedang berada di ambang bencana kemanusiaan sangat serius. "Kita perlu menunjukkan kepedulian untuk melakukan sesuatu," katanya sambil memperlihatkan karya-karya patungnya secara artikulatif.

Riwanto Tirtosudarmo kurator karya Dolo Live Matters menulis, "Patung-patung itu sekaligus peringatan akan absennya institusi yang semestinya melindungi nasib warga negaranya.Warga negara yang sedang dicekam rasa tidak aman dan ketidakpastian masa depan."

Tubuh tak Sekadar Raga

Salah satu hal menarik dan selalu segar dari Dolo adalah gagasan dan sikapnya yang konsisten tentang manusia dan kemanusiaan. Apa yang disajikannya di Pameran Jakarta Provoke 2024 dan 2025 misalnya, menampakkan konsistensi gagasan artistik dan estetik karya-karyanya yang dipamerkan dalam pameran "Dolo di NuArt," Bandung (6-30 November 2022). Konsistensi ini terasa, ketika mengulang ingat karyanya pada dekade 1980-an, Mind Dancing.

Pameran itu dikurasi oleh Asep Topan dan Bob Edrian dan menggambarkan perjalanan artistiknya selama 40 tahun berkarya. Dua kurator pameran ini, melalui narasi yang ditulisnya mengemukakan, sejumlah karya Dolo tentang penari (Dance of Synergy, 2012; Penari Betawi, 2018; Dance of Freedom, 2018; Dance of Your Life, 2018; serial Batak Ritual Dance, 2018) merupakan pemaknaan perempuan kelahiran Sibolga, ini atas hakikat manusia dalam keluwesan.

Dolo seolah sedang memberikan jawaban atas tajuk pamerannya di Galeri Nasional (2001), Have You Seen a Sculpture from the Body?

Dalam percakapan bersama Nyoman Nuarta, Endang Caturwati (guru besar seni pertunjukan ISBI Bandung), Dolo dan saya di sela pameran tunggalnya kala itu mengemuka pandangan relasi interaktif antar kreasi seni.

Endang mengatakan, seni pertunjukan  merupakan 'seni rupa yang bergerak.' Sebagai maestro tari yang mendalami sejarah tari tradisional, Endang menyatakan, perupaan penari dalam karya-karya Dolo -- dengan beragam dimensi dan ukuran -- menunjukkan Dolo mampu menghadirkan tubuh sebagai anatomi manusia yang tak sekadar raga.

Bukan hanya konsistensi gagasan, sikap dan aksi artistik - estetiknya yang membuat karya-karya Dolo selalu kompatibel dengan kesadaran untuk mengenali dan mendalami hakikat manusia dan kemanusiaan. Karya-karya kreatif Dolo bagi saya sekaligus menjadi telangkai dalam memahami interaksi manusia dengan pikirannya, naluri dan nuraninya, juga sensitifitas rasa kemanusiaan itu sendiri.

Di sisi lain, karya-karyanya menjadi medium dinamis yang 'menginformasikan' interaksi dirinya dengan dinamika perubahan yang sangat cepat di tengah realitas pertama kehidupan. Termasuk interaksi dirinya dengan beragam fakta brutal yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari.

Aktivisme Seni Sarat Makna

Lewat karya-karyanya, kita dapat menyaksikan dan merasakan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual saling melengkapi dan menjelma menjadi kecerdasan budaya. Dalam salah satu karyanya, Dolo menghadirkan sosok perempuan berbaring dengan buku di tangannya.

Saya menangkap kesan, karya ini merupakan isyarat penting tentang pilihan perempuan dalam memilih cara cerdas, karena pada dirinya ada fungsi edukasi yang mulia: pendidikan utama dan pertama. Sekaligus isyarat, kaum perempuan selalu punya daya untuk memasuki jagad ilmu dan pengetahuan. Isyarat itu juga menjadi refleksi tentang peran perempuan sebagai pengampu dalam proses belajar sepanjang hayat.

Dalam berbagai kesempatan dialog dengannya, Dolorosa senantiasa bersemangat melontarkan gagasan - gagasan segar, khasnya dalam menggerakkan aktivisme seni yang membuat karyanya sarat makna. Terutama dalam merespon persoalan hak asasi manusia, inklusifisme, demokrasi, keadilan, perdamaian, solidaritas, penolakan atas kekerasan, dan menghargai perbedaan pandangan dan sikap.

Hal tersebut tercermin dari sejumlah karyanya: Solidaritas dalam memperjuangkan kebenaran yang dihadirkannya  berupa sosok perempuan bergandengan tangan dengan salah satu tangannya mengepal. Karyanya satu ini, seperti dikatakannya, merupakan ekspresi obyektif tentang perempuan. Meski dipandang lemah, namun tegar dan kokoh dalam menjalani hidup.

Solidaritas kemanusiaan juga tertampak pada karyanya bertajuk 'Monumen Penghilangan Tragedi Semanggi,' menampakkan enam sosok manusia berlutut, menggendong jenazah korban tragedi Semanggi, terbuat dari fiberglass.

Lewat karyanya ia merefleksikan situasi panik masa itu (awal Reformasi 1998) yang juga mengirim pesan tentang perlunya penguatan antar sesama dalam menyikapi tragedi. Lagi, Dolo menjadikan tubuh sebagai medium menyatakan pikiran dan sikapnya.

Endang Caturwati menyebut Dolo sebagai maestro pematung perempuan yang kegelisahannya menjadi pemantik kreatifitas yang proses dan eksekusi kreatifnya dia lakukan dengan mengeksplorasi daya kreatif yang tak berbatas. Karena pada alir  konsistensi kreatifnya dalam berkarya mengalirkan pula dimensi kedalaman manusia.. |

Editor : delanova | Sumber : berbagai sumber
 
Budaya
Polhukam
15 Okt 25, 19:16 WIB | Dilihat : 125
Penghargaan Nobel Perdamaian Machado Harus Dibatalkan
15 Okt 25, 19:11 WIB | Dilihat : 123
Maria Corina Machado Bukan Pejuang Demokrasi
08 Okt 25, 11:52 WIB | Dilihat : 275
Hubungan Malaysia Indonesia Kian Hangat dan Mesra
04 Okt 25, 20:21 WIB | Dilihat : 333
Global Sumud Flotila Menerjang Badai Dusta
Selanjutnya