Nota Bang Sèm
Imajinasi kemerdekaan media yang berkembang menjadi visi perjuangan kebangsaan dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa untuk mempercepat tujuan kesejahteraan rakyat, tak kan pernah usai sebagai tema utama perjuangan. Khasnya di negara-negara bertumbuh.
Sesanti media sebagai pilar keempat demokrasi dalam pengelolaan negara, sebagaimana halnya kemerdekaan pers harus diwujudkan melalui gerakan serempak. Harus menjadi komitmen kebangsaan yang dibuktikan oleh siapa penyelenggara negara.
Wartawan, khasnya di Malaysia, sudah menunjukkan komitmen melalui Delarasi Melaka (HAWANA 2022) yang dideklarasikan oleh para wartawan senior dan dibaca oleh Datuk Ahmad Zaini Kamaruzzaman.
Para wartawan jelas dan tegas menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan kemerdekaan pers, sehingga dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya tanpa hambatan atau larangan dari pihak manapun.
Kemerdekaan pers yang terkandung dalam Deklarasi Merdeka terbabit dengan upaya menjaga dan mengangkat harkat - martabat kerja profesional jurnalisme (andal dan bertanggung jawab). Karena jurnalisme andal dan bertanggung jawab merupakan aset penting dalam pembangunan bangsa.
Deklarasi tersebut juga dengan tegas dan jelas menyatakan komitmen mempertahankan fungsi dan perannya sebagai pengemban edukasi, penerangan, dan kontrol sosial masyarakat untuk mengawasi jalannya penyelenggaraan negara, sehingga pemerintahan selalu berintegritas dalam segala aspek.
Deklarasi Melaka 2022
Dalam istilah wartawan negara Malaysia, Johan Jaaffar, jurnalisme profesional merupakan mata (sekaligus mata hati), telinga, dan mulut rakyat.
Karenanya, para jurnalis juga mengikrarkan kesadaran untuk bersatu melawan penyebaran berita bohong yang dapat merugikan individu, organisasi, dan pemerintah.
Deklarasi tersebut juga menyatakan bahwa jurnalis perlu menjunjung tinggi Konstitusi dan Prinsip Rukun Negara sebagai bagian integral dari seluruh proses pembangunan bangsa, serta membina kerukunan antar ras dan persatuan bangsa.
Di dalam negara Malaysia yang demokratis, jurnalis menggunakan keterampilannya untuk menciptakan suasana saling menghormati, saling percaya dan saling pengertian di antara masyarakat serta mencegah timbulnya kecurigaan dan prasangka.
Deklarasi tersebut juga menegaskan, pers (media) merupakan pilar dalam partisipasi aktif dan kritis menjaga arah negara, karena jurnalisme menjadi ruh media yang berintegritas.
Dengan integritas tersebut, wartawan dan media akan dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran kepercayaan, korupsi dan malpraktik (termasuk mal politik) di Malaysia.
Wujud nyatanya, sesuai dengan isi Deklarasi Melaka tersebut, kemerdekaan pers (tak hanya kebebasan pers) adalah tanggung jawab wartawan dan media menyampaikan laporan sahih dan seimbang seperti termaktub dalam Perlembagaan Persekutuan.
Tidak Perlu Takut
Ihwal kemerdekaan pers di Malaysia sudah sejak HAWANA 2018 dikemukakan oleh Tan Sri Johan Jaaffar selaku wartawan utama.
Karenanya, sangat wajar, bila Johan berharap, pada HAWANA 2023 di Ipoh - Perak (28 Mei 2023), Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim mengumumkan penghapusan Undang Undang Percetakan dan Penerbitan tahun 1984, yang sudah tidak relevan lagi.
Johan dan berbagai kalangan wartawan juga berharap Anwar Ibrahim menyatakan pemerintahannya meninjau ulang Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998 dan Undang Undang Keselamatan Dalam Negeri 1960.
Harapan dan penantian mendapatkan kabar baru ihwal kemerdekaan pers yang nyata, juga mengemuka dalam forum HAWANA 2023, seperti dikemukakan Menteri Komunikasi Digital Fahmi Fadzil (Sabtu, 27/5/23) dalam konferensi pers setelah peluncuran logo dan tema Hari Nasional dan Hari Malaysia 2023 di Esplanade, KLCC Park.
Anwar Ibrahim datang ke acara puncak HAWANA 2023 di Casuarina Convention Centre - Ipoh (Ahad, 28/5/23) - yang mengusung tema: "Media Bebas, Tunjang Demokrasi," dan menyampaikan pidato utama. Dalam pidatonya, Anwar menyatakan, para wartawan Malaysia tidak perlu takut mengkritik pemerintah dan mengemukakan pandangan-pandangan yang bertentangan dengan kebijakan-kebijakan pemerintahnya.
Ia berjanji, mendorong media untuk menyingkirkan budaya lama yang hanya menulis untuk mendukung pemerintah yang berkuasa. Anwar memberi kesan, pemerintahannya telah memutuskan bahwa media di Malaysia harus mendapatkan kebebasan tanpa sensor. Ia menyampaikan, media dan wartawan tidak hanya memberi ruang bagi mereka yang berkuasa, tetapi juga mereka yang berseberangan. Intinya adalah "kita perlu memupuk budaya baru... untuk merasakan era baru. Yang kita gusarkan adalah kecenderungan memporak-porandakan persatuan dengan memerangkap anak muda melalui pemahaman jumud tentang perkauman dan agama."
Kriminalisasi Wartawan
Anwar mengungkap panjang lebar dan menyebut sejumlah nama besar wartawan dalam sejarah pers Malaysia. Kesannya, Anwar yang kini berkuasa masih meletakkan kemerdekaan pers di Malaysia di ujung lidah, masih menjadi bagian dari janji politik. Ia berharap wartawan dan media menjadi pencetus gagasan pembaruan. Karena wartawan, menurutnya, merupakan bagian dari perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara.
Dalam pidatonya, Anwar mengemukakan, sebagai pencetus gagasan dan nilai, wartawan harus memupuk nilai dan akhlak mendasari pembangunan di seluruh aspek dan kebebasan itu sendiri. Ia tak menyentuh ihwal pembentukan Malaysia Media Council (Dewan Media Malaysia) yang dipandang urgen oleh kalangan wartawan. Khasnya untuk menangani berbagai kasus kriminalisasi wartawan.
Seperti di berbagai negara berkembang, di Malaysia, kemerdekaan pers masih menjadi isu utama di kalangan wartawan.
Para wartawan belum sungguh terlindungi hukum untuk menjalankan profesinya secara merdeka. Sejumlah wartawan, mudah terkena delik aduan hukum pidana hanya karena mengutip pernyataan seorang petinggi negeri.
Pasal-pasal pidana ihwal 'kecenderungan menghasut,' pemberitaan faktual, danalisis kritis, yang dianggap merugikan pemerintah, masih digunakan polisi untuk menggerebeg kantor redaksi dan menangkap wartawan.
Karenanya ketika Anwar akhirnya dilantik sebagai Perdana Menteri X Malaysia, harapan tentang kemerdekaan pers tertumpu pada dirinya.
Paling tidak, dia diharapkan mampu membalik situasi. Pernyataannya dalam pidato utama pada puncak HAWANA 2023, tentang pembebasan pers dan jurnalis, diterima sebagai 'pernyataan harapan.'
Kemerdekaan Pers di Ujung Otoritas
Saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Anwar Ibrahim dan pemerintahannya mewujudkan harapan insan pers Malaysia, sekaligus mewujudkan pernyataannya yang menghidupkan semangat kemerdekaan pers.
Malaysia, seperti laporan Menteri Komunikasi dan Digital, Fahmi Fadzil pada kesempatan yang sama, berhasil memperbaiki Indeks Kebebasan Pers Dunia 2023 (yang dipublikasikan oleh oleh Reporters Without Borders) naik menjadi peringkat 73 dengan 62,83 poin. Peningkatan 40 posisi dibanding tahun 2022. Bahkan, Malaysia berada di posisi tertinggi di antara negara-negara lain. ASEAN.
Karena itu, pernyataan, bahwa pemerintah Malaysia terus mendukung usaha meningkatkan kemerdekaan pers di Malaysia, dan menangani tantangan yang dihadapi pers negara ini, mesti segera diwujudkan.
Perubahan undang-undang dan berbagai peraturan turunannya merupakan cara tepat untuk menegaskan posisi pers sebagai pilar ke empat demokrasi. Khasnya terkait langsung dengan perwujuduan good governance (kewajaran, transparansi, responsibilitas, akuntabilitas, dan independensi).
Wartawan dan pers bukan robot. Anwar Ibrahim dan pemerintahannya perlu merespon pendapat Johan Jaaffar, bahwa pers tidak boleh dianggap sebagai juru bicara pemerintah, melainkan sebagai mata dan telinga rakyat (NST, 30/5/23).
Menurut Johan Jaaffar, "Tidak bisa ketika Anda berada di pihak oposisi, Anda ingin pers menjadi kritis terhadap pemerintah. Tapi ketika Anda berada di pemerintahan, pers dianggap sebagai musuh Anda. Itu bukanlah hal yang benar untuk dilakukan." Maknanya adalah tidak meletakkan kebebasan pers di ujung lidah, tapi ujung otoritas pemerintah.|