Iring-iringan motor Pasukan Pengawal Kepresidenan dan Pasukan berkuda dalam formasi yang tertata rapi bergerak dari silang Monumen Nasional (Monas) - landskap Jakarta sekaligus landskap Indonesia -- menuju Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara.
Pemandangan indah di Rabu (22/10/25) pagi itu adalah rangkaian penyambutan kepada Presiden Afrika Selatan, Matamela Cyril Ramaphosa ke Jakarta, Indonesia, mengawali rangkaian kunjungannya ke Asia Tenggara (khasnya Vietnam dan Malaysia) sampai 28 Oktober mendatang.
Kunjungan Presiden Cyril Ramaphosa -- yang sedang mengemban Presidensi G20 -- mencerminkan komitmen Afrika Selatan untuk memperdalam dan menguatkan hubungan strategis dengan kawasan yang dinamis ini.
Khusus kunjungan Presiden Ramaphosa ke Jakarta (22-23/10/25) dapat dimaknai dengan berbagai pendekatan yang menyediakan banyak manfaat. Dari aspek historis, hubungan Afrika Selatan dan Indonesia teramat rapat dan tak bisa dipisahkan. Sesama korban kolonialisma dan imperialisma Inggris dan Belanda. Kunjungan Presiden Ramaphosa yang disambut sangat baik oleh Presiden Prabowo Subianto boleh disebut sebagai "Hubungan karib lintas masa penuh makna."
Kedua Negara secara historis terhubung oleh Sheikh Yusuf Al Makassari ulama asal Makassar, yang menjadi penasehat dan salah satu 'panglima' Sultan Banten - Sultan Ageng Tirtayasa. Ulama ini ditangkap penjajah Belanda dan bersama pengikutnya diasingkan ke Cape Town.
Kekariban Afrika Selatan - Indonesia terbina
Presiden Ramaphosa dan Presiden Prabowo Subianto melakukan pembicaraan resmi bilateral empat mata. Keduanya berdiskusi tentang hubungan bilateral dan berbagai isu lain yang bersifat multilateral.
Kedua Presiden yang berhubungan baik dan nampak dalam berbagai fora internasional, khasnya pada Konferensi Tingkat Tinggi BRICS di Brasilia beberapa waktu berselang.
Selepas itu Presiden Prabowo menyampaikan kepada wartawan, "Kami memandang Afrika Selatan sebagai pemimpin yang sangat penting di dunia dan kami memiliki banyak kesamaan sejarah, perjuangan panjang melawan kolonialisme, memperjuangkan kebebasan."
Presiden Prabowo juga mengungkapkan, "Kami mengagumi kekuatan, idealisme, dan keberanian perjuangan rakyat Afrika Selatan melawan ketidakadilan dan apartheid. Oleh karena itu, kunjungan ini saya anggap sebagai tonggak penting dalam hubungan kita."
Dalam dialog itu kedua Presiden membahas pula isu-isu ekonomi, karena dalam lima tahun terakhir di sektor perdagangan kedua negara telah meningkat secara signifikan.
"Tentu saja kami ingin melanjutkan dan meningkatkan perdagangan dalam situasi yang lebih seimbang.. Kami ingin mengambil langkah-langkah untuk, mungkin, memiliki perjanjian perdagangan preferensial atau perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif di masa ketidakpastian ekonomi internasional ini," kata Prabowo.
Menurut Presiden Prabowo, sangat penting bagi kedua negara ini mengembangkan hubungan hubungan yang lebih kuat dan baru. "Afrika Selatan adalah pemimpin yang sangat penting di Afrika, dan akan menjadi penting bagi Indonesia di tahun-tahun mendatang," ujarnya.
Di bidang pertahanan, dialog kedua Presiden ini sama sepakat untuk mempercepat implementasi perjanjian kerja sama pertahanan yang telah diandatangani pada tahun 2023. "Kami akan terus maju dalam hal itu," tegas Prabowo.
Apresiasi Tulus
Peningkatan hubungan di bidang pertanian, energi, dan hubungan antar masyarakat, terutama di bidang sains dan pendidikan, juga menjadi isu yang dibahas dalam dialog empat mata tersebut.
"Saya berharap dapat meningkatkan hubungan ini," kata Prabowo, seraya mengemukakan, Indonesia dapat mengirimkan delegasi teknis, guna membahas program-program konkret di bidang-bidang utama, seperti yang diminta oleh Presiden Afrika Selatan.
Presiden Prabowo berharap, dapat menjalin kerja sama yang lebih erat di bidang pengaturan hubungan antar masyarakat, seperti pengaturan bebas visa bersama.
Presiden Prabowo Subianto selanjutnya menyatakan, "Kami mendukung kepresidenan Afrika Selatan di G20. Saya telah menerima undangan langsung dari Presiden Ramaphosa untuk hadir (dalam KTT G20)."
Undangan tersebut dipandangnya sebagai kehormatan besar baginya. "Saya berencana untuk hadir. Ini juga akan melambangkan kekuatan kerja sama Selatan -Selatan. Kami yakin bahwa kepemimpinan Afrika Selatan akan maju menuju tatanan ekonomi global yang lebih inklusif dan berkeadilan," ungkap Prabowo.
Lalu menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi yang tulus atas kunjungan, persahabatan, solidaritas, dan kerja sama yang terus terjalin antara Indonesia dan Afrika Selatan.
Akan halnya Presiden Ramaphosa pun merasa beroleh kehormatan untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke negara Indonesia yang indah ini.
Ia menjelaskan, kedatangannya didampingi delegasi yang terdiri dari para menteri yang bertanggung jawab atas hubungan internasional, pertahanan, pertanian, perdagangan, dan investasi.
Tantangan Geopolitik Serupa
Dikemukakan pula oleh Presiden Ramaphosa, "Kami juga membawa delegasi bisnis yang kuat dengan tujuan membangun kemitraan komersial yang sangat kuat antara kedua negara kita."
Ia menjelaskan, hubungan antara Afrika Selatan dan Indonesia berakar kuat dalam sejarah yang membentang hampir 350 tahun, dimulai pada abad ke-17 ketika orang Indonesia pertama kali dibawa ke Afrika Selatan oleh penjajah Belanda pada saat itu. Hubungan awal ini meletakkan dasar bagi hubungan jangka panjang antara kedua negara kita.
Kunjungan hari ini, menurutnya, mempererat hubungan tersebut, terutama karena ada begitu banyak hubungan lain yang menyatukan kita.
"Saya mengucapkan selamat kepada Indonesia atas peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika Bandung yang bersejarah pada tahun 1955, di mana rakyat Afrika Selatan diwakili oleh dua pemimpin besar negara kami, Moses Kortani dan Malvi Kachali," ujarnya.
Presiden Ramaphosa sendiri -- secara pribadi -- menghadiri peringatan 50 tahun Konferensi Bandung pada tahun 2015, sebagai momen penting yang mempertemukan banyak pemimpin dari negara-negara non-blok di seluruh dunia.
"Saya sangat senang, bahwa hari ini Indonesia telah menjadi anggota terbaru dari keluarga BRICS. Dalam diskusi, kami menegaskan pentingnya memperluas dan mempererat hubungan bilateral, baik di bidang politik maupun ekonomi, melalui mekanisme bilateral yang ada. Kami sepakat tentang perlunya meningkatkan perdagangan antara kedua negara sebagai katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif," terangnya.
Presiden Ramaphosa juga mengemukakan, dalam pembicaraan empat mata dengan Presiden Prabowo, keduanya membahas pentingnya membangun ekonomi yang lebih tangguh dan terdiversifikasi antara kedua negara demi kepentingan rakyat. "Mengingat kita menghadapi tantangan geopolitik yang serupa," ujar Presiden Ramaphosa.
Selama ini, sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung, 1955. Kala Afrika Selatan mengalami kolonialisma dan tindakan politik apartheid, Indonesia berada di depan sebagai pengeritik yang paling gigih. Indonesia mendukung perjuangan anti-apartheid secara berkelanjutan. Kendati hubungan diplomatik resmi antara Indonesia dan Afrika Selatan terjalin pada tahun 1994, kedua negara terus memainkan peran utama dalam mengembangkan dan meningkatkan kerja sama dan menjadi lokomotif Selatan-Selatan, sebagai sesama anggota BRICS. | delanova